Berbagai jenis ikan dan hewan laut tergambar dalam rangkaian gambar ilustrasi grafis di dinding Bentara Budaya Yogyakarta. Ada nama ikan baretri, Cacatoeha Babintang, tikar warna warna, satoe tereloc, maleti, parkia, vinteri, marate, tjakalang terbang, marafaoli, maroeke, dan ikan doewing. Beberapa nama ikan tersebut belum pernah saya dengar bahkan melihatnya dan semuanya ada di laut Maluku atau Pulau Ambon. Berbagai jenis ilustrasi tersebut bisa dilihat dalam pameran Amboina 1726.
Romo Sindhunata kagum dan terpukau akan kekayaan laut di Ambon. Menurutnya, lewat pameran yang disajikan oleh Hermanu tersebut mengajak masyarakat melihat kembali kekayaan laut Indonesia khususnya di Ambon. Anda akan terkejut kekayaan bahari kita.
“Kita mungkin hanya kenal ikan teri, bandeng, hiu, paus dan beberapa ikan lain. Tenyata kita punya begitu banyak ikan. Di Ambon pada tahun 1726 ada 550 jenis ikan,” kata Romo Sindhu dalam pembukaan Pameran Amboina 1726 di Bentara Budaya Yogyakarta, pada akhir Januari 2015.
Amboina adalah judul buku karangan Francois Valentyn, sebuah buku yang memuat dokumentasi tentang kelautan dan situasi perairan Ambon di masa lalu yang tercetak dalam buku ilustrasi grafis tahun 1726. Dalam buku tua ini dimuat lima bagian atau bab yang menggambarkan tentang keberadaan pohon dan tumbuh-tumbuhan sekitar Kepulauan Maluku.
Buku kelautan itu memuat lebih dari 550 gambar dari jenis ikan dan hewan laut lainnya. Ada pula burung-burung serta semak belukar yang digambar oleh beberapa seniman grafis waktu itu, antara lain seperti Dirk Jongman Ferilpf, Otto Elliger Yunior Pecit, dan JC Philips.
Ia menambahkan, pameran ini mencoba mengingatkan tentang kekayaan maritim. Meski bisa dikatakan terlambat, karena tidak bisa mengenal jenis dan bentuknya. Pameran ini mencoba membangkitkan kecintaan kita pada laut.
Pameran ini disajikan melalui karya grafis, karena belum dikenal foto. Para seniman grafis saat ini mengambil ikan satu persatu, melukisnya secara detail dan mandalam.
“Semua kemajuan saat ini menjadi kemunduran terhadap ketelatenan dan kedalaman karya seni. Dari seni kita melihat kekayaan laut di negeri ini,” tambah Romo Sindhu.
Sedangkan Ong Hari Wahyu merasa bahagia karena mempunyai buku asli Amboina. Ia merasa berterima kasih terhadap Francois Valentyn karena telah mendokumentasikan kekayaan nusantara khususnya di Ambon lewat buku dengan teknis grafis intaglio.
Teknik grafis intaglio atau cetak dalam digunakan untuk mencetak gambar-gambar yang jumlahnya cukup banyak. Hanya beberapa halaman teks ditulis oleh Valentyn yang tidak menggunakan teknik intaglio.
Pada sekitar tahun 1700-an buku-buku dibuat dengan teknik manual, belum ada mesin cetak atau offset, maka teknik intaglio memang cocok untuk mencetak gambar-gambar cetak hitam putih, sedangkan cetak berwarna memakai teknik lithografi atau cetak batu.
“Buku Amboina termasuk buku langka. Di dalamnya memuat dokumentasi kelautan yang juga langka. Selain itu, karya-karya grafis yang dimuat di buku ini luar biasa bagus, sangat cermat menggambarkan jenis-jenis flora dan fauna,” kata Ong.
Hal yang menarik dari karya ilustrasi grafis ini, katanya, bahwa kekayaan laut Indonesia terutama dari perairan Ambon sungguh luar biasa, jenis-jenis ikan yang berada di sana sangat variatif . Bahkan kemungkinan besar beberapa ikan jenis langka sudah punah saat ini, tetapi kita beruntung masih ada dokumentasi grafisnya dari buku ini.
“Ketika Ibu Susi Menteri KKP membuat kebijakan membakar kapal asing yang mencuri ikan di laut kita saya setuju banget. Sedap dan sikat saja,” katanya.
Dalam pameran ini tidak hanya sekitar 300 lebih jenis ikan yang ditampilkan, namun ada sekitar 60 jenis tanaman endemik, 7 jenis hewan mamalia, 4 jenis reptil, 8 jenis burung, 2 jenis serangga dan satu teripang.
Valentyn membuat tiga buku dalam serial kawasan, yaitu Amboina, Banda, dan Tonkin, Cambodia en Siam. Semuanya diterbitkan oleh Joannes Van Braam en Gerard Onder De Linden dari Dordrecht, Amsterdam tahun 1726.