,

Kasus Alih Fungsi Hutan Riau, Gulat Manurung Dituntut 4,6 Tahun

Gulat Manurung. Foto: Riau Corruption Trial/Toni

“Saya tak pernah menyuap pak Annas.” Kalimat itu berulang-ulang diucapkan terdakwa kasus alih fungsi hutan di Riau,  Gulat Medali Emas Manurung,  kala awak media bertanya sesaat,  setelah sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Kamis (5/1/15).  Pertanyaan perihal pidana korupsi yang menjerat dia sama sekali tak digubris. Dia sempat meneteskan air mata. Empat penasihat hukum menemani. Memapah dia menuju ruang terdakwa.

Gulat dituntut 4,6 tahun penjara dikurangi masa tahanan plus denda Rp150 juta subsider enam bulan penjara dan  harus menyerahkan semua alat bukti. Dia dianghap bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor maksimal pidana penjara lima tahun.

Tuntutan dibacakan tim jaksa penuntut umum, terdiri dari Kresno Anto Wibowo, Agus Prasetya Raharja, Ikhsan Fernandi, Luki Dwi Nugroho dan Roy Riady.

Dalam pemeriksaan, Gulat  mengatakan kebun dia cs di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektar dan Bagan Sinembah di Rokan Hilir 1. 214 hektar masuk usulan revisi kawasan hutan Riau, merupakan wewenang Gubernur Riau, kala itu, Annas Maamun. Tim JPU memandang alasan tidak bisa diterima. “Sebab bertentangan dengan keterangan saksi lain, seperti Annas Maamun yang membenarkan terdakwa meminta bantuan memasukkan perkebunan sawit terdakwa dan teman-teman ke usulan revisi,” kata Kresno.

Kresno mengatakan, atas permintaan itu, Annas memerintahkan Gulat berkoordinasi dengan Cecep Iskandar, Kabid Planologi Dinas Kehutanan Riau. Cecep bersedia melakukan atas permintaan Annas.”Fakta ini diakui saksi lain.”

Jaksa menilai, Gulat sengaja tidak memberikan keterangan jujur selama persidangan. Gulat juga menyangkal beberapa keterangan saksi ahli. “Annas mengakui Gulat memberikan uang Rp2 miliar.”

Hal lain memberatkan Gulat adalah posisi sebagai pengajar di Universitas Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasi) yang memberikan contoh tidak baik.

Kebun sawit Gulat, PT Anugerah Kelola Artha, seluas 150 hektar masuk revisi. Lokasi kebun di Kuantan Singingi, sisa milik teman-temannya. Namun, hal ini tidak meringankan atau menghapuskan tindakan pidana dia.”Berdasarkan keterangan saksi Cecep Iskandar, perkebunan sawit masuk usulan revisi asal dari terdakwa.” Jadi,  jelas menunjukan ada kepentingan Gulat dalam usulan revisi luas hutan menjadi area penggunaan lain (APL) yang tertuang dalam SK Menhut No 673.

Dalam pemeriksaan, Gulat menyangkal memberikan suap kepada Annas. Dia beralasan pemberian uang merupakan bantuan pinjaman untuk Annas.

“Pada usulan revisi perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain di Riau memasukkan perkebunan terdakwa dan teman-teman. Jelas-jelas ada kepentingan. Ini dibenarkan saksi Cecep Iskandar.”

Sidang sebelumnya, Cecep mengatakan, Gulat pernah menanyakan apakah lahan perkebunan sawit dia masuk ke lampiran usulan revisi atau belum. Gulat memberikan uang kepada Cecep Rp26.800.000. Ini dibenarkan Annas yang mengatakan, pemberian uang untuk mengurus revisi kawasan hutan kepada Kementerian Kehutanan.

“Ini makin nampak perbuatan terdakwa menyediakan uang US$164.100 atau Rp2 miliar, dari Edison Marudut Marsadauli Siahaan Direktur PT Citra Hokai Triutama US$125.000 setara Rp1,5 miliar. Sisanya, Rp500 juta uang milik terdakwa.”

Pada 29 September 2014, kala Gulat di tahanan KPK, menelepon bawahannya, Hendra Poangodian Siahaan, untuk membuatkan kuitansi peminjaman uang Rp1,5 miliar kepada Edison. Tanggal dibuat mundur. Dalan kuitansi itu tertulis 23 September 2014. Tandatangan dipalsukan.

Gulat tertangkap tangan KPK saat hendak memberikan uang suap kepada Annas,  25 September 2014 di kediaman eks gubernur itu di Cibubur, Jakarta. Saat penyergapan, ditemukan uang $156.000 Singapura dan Rp400 juta di rumah Annas. Juga uang Rp60 juta di tas milik Gulat.

Aradila, Divisi Hukum ICW setelah persidangan mengatakan,  seharusnya JPU memberikan hukuman maksimal lima tahun.”Ada poin-poin memberatkan. Dia dosen. Sebagai akademisi memberikan contoh tidak baik. Tindakan dia mencederai upaya pemerintah memberantas korupsi.”

Namun, Aradila cukup puas meskipun semestinya ada hukuman tambahan berupa pencabutan hak, seperti hak politik. “Sebagai pengajar, kami meminta Universitas Riau memecat yang bersangkutan. Sampai sekarang belum. Ini mencoreng nama universitas.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,