, , , ,

Renegosiasi Kontrak Freeport: Pemerintah Didesak Tekankan Pemulihan Hak Warga dan Lingkungan Papua

Dalam renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia, seharusnya pemerintah  menekankan pemulihan hak-hak masyarakat dan lingkungan Papua dampak operasi perusahaan itu. Bukan terkesan, hanya sibuk urusan pembangunan pabrik smelter. Terlebih, Presiden Joko Widodo,  berjanji membangun Indonesia dari daerah pinggir.

“Jika begitu, seharusnya pemulihan hak-hak masyarakat Papua menjadi perhatian khusus. Bukan malah memperpanjang ekspor konsentrat,” kata Ki Bagus Hadi Kusuma, dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), baru-baru ini di Jakarta.

Dia menilai, perpanjangan ekspor konsentrat juga mengabaikan rekomendasi Komnas HAM 2013 yang menetapkan perusahaan sebagai pelanggar HAM berat.  Pelanggaran HAM ini buntut 28 pekerja tertimbun longsoran tambang hingga tewas pada Mei 2013.

Namun, katanya, pemerintah tidak pernah mengambil tindakan tegas. Rekomendasi Komnas HAM dicuekin. Dalam renegosiasi, pemerintah hanya berpikir dari sisi ekonomi.

Padahal, kata Bagus, pembangunan smelter Freeport dalam renegosiasi bukan satu-satunya jawaban permasalahan. “Kalau cuma bicara soal smelter, artinya cuma berbicara seberapa besar keuntungan didapat negara. Tidak berbicara bagaimana memulihkan lingkungan hidup yang sudah dirusak Freeport,”

Pemerintah, katanya, begitu mudah memberikan sinyal perpanjangan izin sampai 2040, bahkan mengubah kontrak menjadi izin khusus. Seharusnya,  pemerintah mempertimbangkan mencabut kontrak karya itu. Jikapun nasionalisasi dan dibiarkan tanpa aktivitas pertambangan. “Kenyataan selama ini pertambangan di Papua tidak menyejahterakan warga sekitar.”

Temuan Jatam menyebut, hingga 2009, Freeport sudah membuang limbah tailing 1,87 miliar ton yang dialirkan begitu saja ke Sungai Aghawagon, Otomona dan Ajkwa. Sebaran lahan pangan tercemar limbah tailing seluas 13.000 hektar dan  hutan bakau sekitar 3.600 hektar.

“Kita tidak bisa memastikan pencemaran limbah tailing hingga saat ini seberapa parah. Karena pemerintah tidak audit lingkungan terhadap Freeport. Tak mungkin mereka menghentikan pembuangan limbah tailing. Artinya ya peningkatan intensitas pencemaran terus ada,” kata Bagus.

Dia berpendapat, meskipun limbah tailing diolah sedemikian rupa, tetap berpengaruh terhadap lingkungan. Risiko pencemaran sangat besar. “Di Papua kurang terekspos. Walaupun pelanggaran HAM dan konflik dengan perusahaan ada. Sumbangsih Freeport tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan andaikatapun keuntungan seluruh operasi Freeport kembali ke Papua.” Menurut dia, lingkungan rusak dan masyarakat terancam penyakit dampak limbah tailing,  tak bisa dihitung dengan materi.

Advokasi ekosoc KontraS Syamsul Munir mengatakan, perpanjangan kontrak Freeport hanya menambah masalah baru.”Freeport akan menyewa tanah milik Petrokomia di Gresik untuk smelter 80 hektar selama 20-30 tahun. Kita tahu selama ini Gresik menolak kehadiran Petrokimia. Ada perlawanan massif dari warga seperti di Rembang.”

Namun, penolakan warga ini berbanding terbalik dengan sikap  pemerintah yang menyakinkan lahan Petrokimia bisa dipakai dengan alasan milik BUMN.

“Kita meminta pemerintah meninjau ulang. Cukup sudah penderitaan rakyat Papua. Bagaimana tanah-tanah suku adat dirampas dan tidak mendapatkan legitimasi,” katanya.

Dia mencontohkan, masyarakat adat Amungme sangat mengkhawatirkan karena lahan dipakai Freeport. “Ini penghancuran tatanan adat. Juga kerusakan sendi-sendi ekonomi.”

KontraS meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan audit lingkungan sesuai UU Lingkungan Hidup. Kerusakan dampak atas Freeport sudah parah. Banjir, tanah longsor dan pekerja tertimbun.”Kita juga meminta kementerian tenaga kerja investigasi tindakan Freeport, seharusnya menghormati hak-hak pekerja,” katanya.

Dia mengatakan, Freeport juga mengangkat petinggi BIN masuk ke jajaran perusahaan. “Ini upaya penguatan Freeport. Ini mencoba menempatkan orang strategis masuk hingga bisa lobi pemerintah pusat.”

Salah satu daratan yang terjadi karena endapan tailing di perairan Timika. Foto: Yoga Pribadi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,