Sidang Gugatan PT Semen Indonesia Memasuki Kesaksian Warga

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah, kembali menggelar sidang gugatan terhadap surat keputusan Gubernur Jawa Tengah bernomor 668/1/17 tahun 2012 atas ijin lingkungan yang diberikan kepada PT Semen Gresik (Persero) Tbk, sekarang PT Semen Indonesia (PT SI).

Sidang yang dipimpin hakim ketua Susilowati Siahaan dan Husein Amir Effendi (hakim anggota) dan Desy Wulandari (hakim anggota) pada Kamis (05/02/ 2015), mengagendakan keterangan saksi dari penggugat yaitu Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK).  Ada tiga saksi dari warga sebagai saksi fakta yakni Marno, Sukinah dan Suwater.

Keterangan saksi pertama diberikan oleh Marno, warga Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Ia menjelaskan tentang kronologis hadirnya pabrik semen yang tidak melibatkan warga dan tidak melakukan keterbukaan serta kejujuran.

Menurutnya ia dan beberapa warga curiga ketika tahun 2013 awal ada pagelaran wayang kulit di lapangan Tegaldowo yang banyak atribut PT Semen Gresik. Hingga akhirnya terdengar kabar akan ada perusahaan semen akan didirikan dan melakukan pertambangan di Rembang. Hal tersebut membuat Marno dan kawan-kawan menanyakan kejelasannya ke pemerintahan desa hingga ke pusat namun tidak  direspon.

“Kami sudah bersurat ke DPRD Kabupeten Rembang, DPR RI, pemerintah provinsi Jateng, bupati, camat, kepala desa dan ke pihak pabrik semen, namun tidak ada respon. Surat itu permohonan kami agar adanya penjelasan pembangunan pabrik semen. Tidak ada balasan,” kata Marno.

Suwater memberikan kesaksian bahwa terdapat goa, ponor dan sumber mata air di dalam area pabrik semen PT Semen Indonesia. Menurutnya ia telah melakukan beberapa kali penelusuran goa, ponor dan sumber mata air pada tahun 2013 dan tahun 2014. Ia bersama Semarang Caver Association (SCA) dan Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta. “Ada 22 ponor, 3 goa dan 4 sumber mata air di areal IUP PT Semen Indonesia,” kata Suwater.

Ia menambahkan besaran ponor yang ditemukan bervariasi mulai dari 2 meter hingga 15 meter. Masyarakat selama ini tidak mengetahui ponor, namun yang mereka ketahui adalah tuk.  Atas penjelasan dari SCA dan ASC mereka paham bahwa Tuk yang selama mereka kenal itu nama lainnya ponor.

“Jika tidak percaya ada ponor, goa dan sumber mata air di areal IUP PT SI, ayo kita datang ke lokasi. Kita buktikan,” kata Suwater.

Selanjutnya, Sukinah warga Desa Tegaldowo yang memberikan kesaksian fakta. Ia memberikan keterangan terkait aktifitas Ibu-ibu yang melakukan pendirian tenda di tapak pabrik semen sejak 16 Juni 2014 yang hingga kini masih mendirikan tenda dan sudah lebih dari 215 hari. Menurutnya perjuangan ibu-ibu inisiatif mereka sendiri, karena kepedulian mereka terhadap kelestarian pegunungan kendeng utara. Menurutnya, selama di tenda mereka di intimidasi, dipukul, diinjak oleh aparat kepolisian.

“Perjuangan kami karena kesadaran kami akan kerusakan lingkungan khususnya gunung kendeng jika pertambangan semen dilakukan, bukan karena paksaan orang lain,” kata Sukinah.

Mereka sudah melapor ke Komnas HAM, Mabes Polri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Agung, kedatangan mereka untuk menyampaikan perjuangan warga mempertahankan kelestarian lingkungan dan tindakan kekerasan terhadap warga yang dilakukan aparat kepolisian. Mereka juga bertemu dan menyampaikan permohonan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya agar pertambangan semen PT Semen Indonesia di Rembang dibatalkan.

Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan  Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.
Kendaraan berat bermuatan adukan semen hilir mudik melewati tenda perjuangan warga warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang , Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando.

Syamsul Munir selaku penasihat hukum warga mengatakan, kesaksian fakta dari ketiga warga menunjukan bahwa proses pembangunan pabrik semen di Rembang dilakukan tidak akuntabilitas, melahirkan konflik sosial di masyarakat bahkan ada ponor, goa dan sumber mata air di dalam lokasi IUP PT SI.

“Konflik di masyarakat lahir karena hadirnya pertambangan. Warga diintimidasi dan menjadi korban kekerasan bahkan kerusakan lingkungan seperti ponor, goa dan sumber mata air berdampak pada risiko sumber air warga untuk kehidupan,” kata Munir.

Hakim Ketua Susilowati Siahaan kemudian menutup sidang, dan memutuskan sidang lanjutan bakal digelar pada Kamis (12/02/2015) dengan agenda mendengarkan kesaksian fakta dari tiga warga dari penggugat dan kesaksian satu orang dari pihak tergugat.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,