,

Mereka, Generasi Muda di Kalimantan Barat yang Menebarkan Semangat Peduli Lingkungan

Kepedulian generasi muda di Kalimantan Barat terhadap lingkungan ini patut diapresiasi. Kesadaran, telah menggugah jiwa mereka untuk terus menebarkan “virus” cinta lingkungan tanpa harus merasa malu dan dianggap berlebihan. 

Herman Suparman Simanjuntak, mantan mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat. Sejak 2002, melalui media jejaring sosial dia selalu mengajak teman di dunia maya untuk menanam pohon. “Tanam dan pelihara satu pohon, untuk setiap hari baikmu,” tulisnya. Dikemudian hari, kalimat ini menjadi motto hidup Herman.

“Alasan saya mengajak menanam pohon karena saya menyadari bahwa fungsi utama pohon untuk manusia, sebagai penyedia oksigen. Selain itu saya sedih melihat daerah-daerah yang kaya dengan pohon-pohon lokal terutama buah ditebangi,” kata Herman, belum lama ini.

Misalnya, hutan di sekitar Kota Pontianak yang kini beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan dan pertokoan. Bahkan banyak pohon buahan lokal ditebang untuk pelebaran jalan.

Sebagai wujud nyata, Herman pun telah menanam berbagai pohon di Arboretum Sylva Untan serta pohon buah seperti langsat di Universitas Pancha Bhakti Pontianak. Tanpa lelah, Herman terus mengajak teman-temannya untuk menanam pohon.

Begitu juga dengan Beny Thanheri, warga Jalan Parit Haji Husein II, Pontianak. Dia dikenal sebagai pengusung “Gerakan Sayang Parit”.

Data Bappeda Kota Pota Pontianak menyebutkan, Kota Pontianak mempunyai parit sejumlah 42 parit. Parit-parit tersebut menyebar merata hampir di seluruh pelosok kota. Hal ini yang menjadi awal Pontianak dijuluki Kota Seribu Parit.

Pemerintah Belanda yang membuat parit kala itu melakukannya untuk mengatasi kondisi alam Pontianak yang berawa. Wilayah perkotaan Pontianak dipengaruhi oleh pasang surut air sungai, sehingga jika pasang bersamaan dengan intensitas hujan yang tinggi sering kali menimbulkan banjir.

Dalam menjalankan “Gerakan Sayang Parit” Beny mengajak warga, khususnya pemuda untuk ikut membersihkan parit di kawasan tempat tinggalnya. “Ada lebih dari 10 ribu pemuda di Pontianak, tetapi dalam gerakan kebersihan lingkungan yang rutin dilaksanakan, tidak sampai 30 orang yang berpartisipasi,” kata Beny, yang memulai gerakan ini sejak masih kuliah pada 2002.

Tetapi, hal ini tidak membuat Beny patah arang. Dia terus menyebarkan semangat melakukan perubahan lingkungan. “Permasalahan kerusakan lingkungan hidup kian hari kian meningkat, sementara kesadaran masyarakat masih rendah. Jika tidak dilakukan gerakan lingkungan secepatnya, dikawatirkan kerusakan lingkungan akan bertambah yang berujung bencana alam maupun bencana sosial,” tuturnya.

Beny tetap fokus menjaga kebersihan lingkungan, terutama sungai dan parit dari sampah. Selain itu, Beny juga menginisiasi gerakan penanaman pohon di ruang publik di Pontianak. Terutama di sempadan sungai dan parit.

“Targetnya,  Pontianak bersih dan hijau. Pada Hari Air Sedunia, 22 Maret 2015 mendatang, kita akan melakukan gerakan senyum khatulistiwa yaitu gerakan membersihkan sungai dan parit se-Kalimantan Barat,” ujarnya.

Asmarani, generasi muda di Kalimantan Barat yang menginspirasi teman-temannya untuk meminimalisir penggunaan plastik. Foto: Aseanty Pahlevy
Asmarani, generasi muda di Kalimantan Barat yang menginspirasi teman-temannya untuk meminimalisir penggunaan plastik. Foto: Aseanty Pahlevy

Lain lagi dengan Asmarani atau akrab dipanggil “Rani”. Dia dinobatkan  WWF Kalimantan Barat sebagai “Champion Lingkungan”. Rani menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk meminimalisir penggunaan plastik.

Mahasiswi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Bahasa Inggris PGRI Pontianak, ini kerap menjadi bahan tertawaan teman-temannya, karena dianggap berlebihan. “Duta lingkungan bukan, petugas kebersihan juga bukan, sehingga sikap saya dianggap lebay,” katanya.

Dalam keseharian, Rani selalu menularkan semangat untuk menjaga lingkungan. Rani kerap membawa tas plastik sendiri jika berbelanja, baik di pasar tradisional, maupun pasar modern. Rani juga selalu menyimpan sampah ditasnya jika di sekitarnya tak ada tempat sampah.

Aksi Rani pun mendapat perhatian WWF Indonesia Program Kalimantan Barat. Dia menjadi  ‘Champion’ yang bisa menularkan semangat Go Green di lingkungannya. “Sekarang teman-teman saya juga tidak lagi buang sampah sembarangan. Mereka akan menyimpan sampah dan membuangnya di tempat sampah terdekat,” kata Rani.

Pegiat lingkungan lainnya Maria Theresia. Dua tahun belakangan, dia dikenal cukup sibuk saat kegiatan Earth Hour (EH) di Kalimantan Barat. Bersama relawan lainnya, Maria mengajarkan anak-anak sekolah untuk melakukan daur ulang kertas. Program ini, bahkan diterima di instasi pemerintah Kota Pontianak, yaitu melakukan daur ulang kertas pada sisa kertas tak terpakai.

Target selama ini adalah sekolah dan kampus. Ada juga dinas pemerintah dan beberapa korporasi yang aktif memberikan dukungan. “Dinas Lingkungan Hidup Kubu Raya saat ini menggunakan kertas daur ulang EH untuk mencetak undangan,” ujarnya.

Terkait program lingkungan Pemerintah Pontianak saat ini, Maria menyatakan, sudah ada program lingkungan yang baik seperti clean and green equator city. “Tinggal bagaimana mensosialisasikan program tersebut agar mendapatkan  dukungan berbagai pihak,” katanya.

Bagaimana dengan generasi muda Indonesia lainnya?

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,