Kerjasama Perdagangan Karbon Jepang-Indonesia Potensial Turunkan 200.000 Ton Karbon Per Tahun

Sejak tahun 2013, pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat melakukan kerja sama di bidang perdagangan karbon dengan skema Joint Crediting Mechanism  (JCM)  atau  Mekanisme  Kredit  Bersama (MKB), dimana institusi  Jepang  dan Indonesia untuk berinvestasi dalam kegiatan pembangunan rendah karbon di Indonesia melalui  insentif  dari  Pemerintah  Jepang.

Selama dua tahun berlangsungya kerja sama, telah ada 96 proyek kegiatan yang telah dilakukan studi kelayakan (feasibility study / FS) di Indonesia. Dari jumlah tersebut, ada 12 proyek yang telah disetujui untuk dilaksanakan, yaitu tiga proyek ujicoba, 8 proyek model dan satu proyek yang telah didaftarkan ke sekretariat JCM internasional.

“Ada 75 studi kelayakan yang telah kami lakukan. Dalam pertemuan ini, akan dilaporkan 21 FS yang nantinya akan diseleksi untuk diimplementasikan. Sehingga total per Februari 2015, Indonesia sudah melakukan 96 FS. Sebanyak  75 FS sudah diseleksi mana yang layak untuk diimplementasikan,” kata Dicky Edwin Hindarto, dari Sekretariat JCM Indonesia dalam acara pertemuan pelaporan studi kelayakan proyek JCM Indonesia – Jepang, di Jakarta pada minggu kemarin.

Dari 75 FS pada kurun 2013-2014, telah diseleksi 13 proyek yang dilaksanakan. Dari 13 proyek tersebut, diproyeksikan ada lebih dari 200.000 ton ton CO2/tahun atau tepatnya 188.932 ton CO2/tahun, yang terdiri dari tiga proyek demonstrasi sebesar 62.833 ton CO2/tahun, 125.992 ton CO2 per tahun dari 8 proyek model, dan 107 ton ton CO2 per tahun dari satu proyek yang telah diregistrasi. Dari 8 proyek model, masih ada dua proyek yang dilakukan penghitungan ulang ekspektasi penurunan emisi karena mengalami desain ulang.

“Ada 13 proyek yang sudah diimplementasikan sampai dengan Februari 2015. Ada 3 dari 13 proyek yang sudah selesai dan beroperasi dengan bagus.  Proyek tersebut mulai dari efisiensi energi, energi terbarukan REDD+, transportasi,” jelas Dicky.

Selain  itu,  telah  dilakukan  ground  breaking  proyek  pembangkitan  listrik  dari  panas  buang  industri (Waste  Heat  Recovery  Utilization)  yang  dilakukan  di  PT  Semen  Indonesia  Tuban.  Proyek  ini merupakan  proyek terbesar di JCM saat ini dengan  nilai investasi mencapai  52 juta USD dan  akan menghasilkan  listrik  sebesar  30,4  MW  dengan  penurunan  emisi  diperkirakan  sebesar  122.000  ton CO2/tahun.

“Ada 2 subsektor proyek yang telah diimplementasikan yaitu efisiensi energi dan energi terbarukan.  Satu yang paling besar adalah kerjasama PT Semen Indonesia, dengan GFE Engineering Jepang, berlokasi di Tuban. Total nilai investasi 51juta USD, dimana 17 persennya atau setara 11 juta USD dibiayai dari proyek JCM. Proyek akan diselesaikan 2017,” katanya.

Sedangkan proyek Energy saving for air-conditioning and process cooling at textile factory  dari  Konsorsium Ebara Refrigeration Equipment & Systems, Nippon Koei, dan PT Primatexco) menjadi proyek JCM pertama yang didaftarkan di dunia. Dan bakal menjadi proyek pertama mendapatkan kredit pengurangan emisi (issued emission reduction credit).

Penurunan  emisi  yang dihasilkan   oleh   proyek   rendah   karbon   dari   proyek   JCM   akan   diukur   menggunakan   metode Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV) berstandar  internasional yang disetujui kedua negara. Besar penurunan emisi  (kredit karbon) akan dicatat dan dapat digunakan untuk memenuhi target penurunan emisi Indonesia dan Jepang sesuai pembagian yang disepakati.

Pada kesempatan yang sama,  Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, mengatakan kerja sama JCM Indonesia – Jepang merupakan bagian dari komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi GRK.

“Program JCM masih relevan bagi pemerintah saat ini.  Dengan kerjasama ini, Indonesia akan diuntungkan dengan lingkungan yang bersih, teknologi pabrik yang diperkenalkan dari Jepang dengan emisi yang lebih kecil,” kata Rizal.

Dia menjelaskan meskipun tidak dijelaskan secara gamblang tentang perubahan iklim dan perdagangan karbon dalam Nawacita,  dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) saat ini, disebutkan dalam rangka untuk menuju pertumbuhan ekonomi perlu keberlanjutan, perlu ditunjang dengan proteksi lingkungan hidup, untuk menjaga ketahanan pangan dan ketahanan energi dan kualitas lingkungan hidup.

“Dalam program JCM ini, tidak membebankan biaya kepada pemerintah Indonesia, misalnya untuk peremajaan teknologi dari Jepang di pabrik yang lebih ramah lingkungan dan emisi karbon yang lebih rendah,” katanya.

Keuntungan bagi Jepang dalam skema JCM ini, upaya yang mereka lakukan dengan memberikan bantuan keuangan bagi pihak swasta (melalui skema JCM) dengan terlibat penggantian penerapan teknologi, akan dicatat Jepang sebagai upaya menurukan emisi GRK mereka.

Sedangkan Takaaki Ito dari Kementerian Lingkungan Hidup Jepang mengatakan Indonesia merupakan satu dari 12 negara yang  telah menandatangani  perjanjian  kerja  sama  skema  JCM  dengan  Jepang. Sebelah negara lainnya yaitu Vietnam, Mongolia, Palau, Meksiko, Maladewa, Ethiopia, Kosta Rika, Laos, Kamboja, Kenya, dan Bangladesh.

Ito mengatakan sudah ada sembilan proyek di 12 negara yang disetujui untuk dilaksanakan, dan empat diantaranya berada di Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,