,

Menanam Mangrove, Menjaga Kelestarian Lahan Basah di Aceh

Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Solidaritas Peduli Kawasan Lahan Basah Aceh, melakukan aksi penanaman mangrove di Desa Layeun, Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Kegiatan yang digelar dalam kaitannya memperingati Hari Lahan Basah, Minggu (15/02/2015) ini, diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian lahan basah di Aceh.

Ratno Sagito Muharram, koordinator kegiatan, meyebutkan bahwa sekitar 300 relawan yang berbaur dengan masyarakat dalam kegiatan tersebut mampu menanam sebanyak lima ribu mangrove. “Kegiatan ini mendapat dukungan masyarakat karena mereka paham, hutan mangrove dapat meningkatkan perekonomian mereka,” ujarnya.

Menurut Ratno, penanaman mangrove penting dilakukan karena bila lahan basah hilang tentunya, akan mengancam kehidupan ragam hayati dan ekosistem yang ada di dalamnya. Sementara, bagi manusia sendiri, lahan basah sangat penting sebagai sumber bahan baku industri, obat-obatan, hingga sebagai pencegah banjir.

“Untuk Aceh, lahan basah terkonsentrasi di tiga titik pantai barat Aceh. Yaitu, Rawa Singkil di Aceh Singkil dan Rawa Kluet di Aceh Selatan; RawaTripa di Nagan Raya dan Aceh Barat Daya; serta hutan bakau di Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, dan Kabupaten Aceh Tamiang,” ujar Ratno.

Selain penanaman mangrove, dilakukan juga pelepasliaran anak penyu di Pantai Lhoknga, Aceh Besar
Selain penanaman mangrove, dilakukan juga pelepasliaran anak penyu di Pantai Lhoknga, Aceh Besar. Foto: Junaidi Hanafiah

Pentingnya lahan basah tersebut dijelaskan oleh Juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma yang menyatakan bahwa Rawa Singkil dan Rawa Kluet merupakan bagian utuh dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). “Rawa Tripa masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang menjadi bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN). Namun, statusnya bukan sebagai kawasan lindung maupun konservasi. Padahal, jika ditinjau dari sudut pandang ekologi,  ekonomi, dan sosial layak dilindungi dan ditingkatkan statusnya,” sebut Efendi.

Menurut Efendi, di Aceh terdapat tujuh kawasan ekosistem lahan basah yang semuanya harus mendapat perhatian serius. “Tujuh lokasi lahan basah itu adalah koridor mangrove di pesisir timur (Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Langsa),  pantai bervegetasi pohon cemara di pesisir barat (Aceh Besar dan Aceh Jaya), gambut Rawa Tripa (Nagan Raya dan Abdya), gambut Rawa Kluet (Aceh Selatan), gambut Rawa Singkil (Aceh Singkil), vegetasi dan pesisir Pulau Bangkaru (Aceh Singkil), dan Danau Laut Tawar (Aceh Tengah).

“Lahan gambut Rawa Tripa, Rawa Singkil, dan Rawa Kluet merupakan habiatat alami orangutan sumatera. Sedangkan Pulau Bengkaru, pantai dipesisir Aceh Besar sampai Aceh Jaya adalah lokasi bertelurnya penyu. Semua daerah harus mendapat perhatian,” ujar Efendi.

Kepala Desa Layeun, Nasruddin, berharap penanaman mangrove yang dilakukan ini terus dijaga, bukan sekadar ditanam lalu ditinggal. Menurutnya, selama ini, ada pihak yang hanya sekadar menanam tanpa ada perawatan. “Manggrove sangat bermanfaat bagi kami. Terlebih, daerah kami berada di pesisir,” sebut Nasruddin.

Selain menanam mangrove, para pegiat lingkungan ini juga melakukan pelepasan tukik atau anak penyu di Pantai Lhoknga, Aceh Besar.

Pelepasan tukik di Pantai Lhoknga, Aceh Besar. Foto: Junaidi Hanafiah
Pelepasan tukik di Pantai Lhoknga, Aceh Besar. Foto: Junaidi Hanafiah

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,