Tiga Pemburu Harimau Sumatra Tertangkap Di Sarolangun, Jambi

Pemburu harimau sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) yang kerap beraksi di Kabupaten Sarolangun akhirnya tertangkap. Pada Hari Kamis (19/02/2015) pukul 13.00 WIB tim PHSKS (Penyelamatan Harimau Sumatra Kerinci Seblat), TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jambi dan Polres Sarolangun berhasil menangkap tangan kawanan pemburu harimau ketika akan melakukan transaksi penjualan kulit dan tulang harimau dengan petugas yang menyamar sebagai pembeli di Desa Karang Mendapo, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

“Kami telah melakukan investigasi terhadap kawanan ini sejak 6 bulan  yang lalu dan kawanan ini sangat berpengalaman dalam melakukan aksinya” jelas Dian Risdianto, Kepala Seksi Wilayah II TNKS. Kawanan pemburu yang terdiri dari tiga orang yang berinisial Musa bin Kasim, Jadawarman bin Anang Ahmad dan Nurwan Bin Sabli yang merupakan warga Kabupaten Sarolangun.

Dari kawanan ini tim berhasil menyita selembar kulit harimau sepanjang 131 cm dan tulang yang masih berdaging seberat 9 kg. Harimau jantan yang diperkirakan berumur sekitar 2 tahun ini mereka tangkap dengan menggunakan jerat, ini terbukti dari luka di kaki kanan depan. Setelah dijerat harimau ditembak dari jarak dekat di bagian perut. Kawanan pemburu ini menawarkan kulit dan tulang harimau seharga Rp31 juta.

Menurut Dian kulit harimau dan tulangnya biasanya dijual oleh para pemburu ke penampung di Sumatra Barat, Riau dan Medan. Harga yang biasa ditawarkan oleh pengumpul adalah sekitar Rp25 juta rupiah.

“Kulit harimau diperdagangkan di pasar gelap dalam negeri sementara tulangnya dikirim ke luar negeri. Negara tujuan utama tulang ini adalah China. Untuk tulang dihargai 2 juta rupiah per kilo” tutur Dian. Tidak hanya kulit dan tulang harimau yang diperjualbelikan di pasar gelap kuku dan taringnya pun bernilai tinggi. Sebuah kuku harimau dibandrol Rp500 ribu sedangkan sebuah taring dihargai Rp1 juta. Kuku dan taring harimau banyak digunakan untuk bahan baku kerajinan dan daerah yang menjadi tujuan utama kuku dan taring adalah Bali.

Musa bin Kasim, salah seorang pemburu yang ditangkap pada operasi ini adalah pemburu yang telah lama diincar oleh tim. “Kami telah mengincar Musa sejak tahun 2012 lalu dan akhirnya berhasil kami tangkap pada operasi Giat Patroli Tumbuhan Satwa Liar ini” ungkap Dian. Ia juga menjelaskan bahwa para pemburu ini membiayai sendiri aksi mereka namun ketika permintaan meningkat. Para pengumpul tidak segan-segan memberikan modal bagi mereka untuk melancarkan aksinya.

Saat ini ketiga pemburu masih menjalani proses penyidikan di Polres Sarolangun. “Ketiga tersangka akan dikenai UU No. 5 Tahun 1990 (tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya) pasal 21 ayat 2 yaitu hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah” jelas Suharta, Kasat Reskrim Polres Sarolangun ketika dikonfirmasi oleh Mongabay Indonesia melalui telepon. “Begitu mendapat laporan hasil investigasi yang dilakukan oleh PHSKS, TNKS dan BKSDA kita langsung membentuk tim untuk meringkus ketiga pemburu tersebut” kata Suharta.

Pemburu harimau sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) yang kerap beraksi di Kabupaten Sarolangun akhirnya tertangkap. Pada Hari Kamis (19/02/2015) pukul 13.00 WIB tim PKHS (Program Konservasi Harimau Sumatra), TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jambi dan Polres Sarolangun berhasil menangkap tangan kawanan pemburu harimau. Foto : Dian Risdianto/TNKS
Pemburu harimau sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) yang kerap beraksi di Kabupaten Sarolangun akhirnya tertangkap. Pada Hari Kamis (19/02/2015) pukul 13.00 WIB tim PHSKS, TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jambi dan Polres Sarolangun berhasil menangkap tangan kawanan pemburu harimau. Foto : Dian Risdianto/TNKS

Belum diketahui secara pasti berapa populasi harimau yang berada di luar kawasan TNKS terutama di Kabupaten Sarolangun. Pada operasi sapu jerat yang dilakukan oleh tim patroli PHSKS akhir tahun 2014 lalu tim berhasil memusnahkan 55 jerat yang 80 persen ditemukan diluar kawasan TNKS.

“Sebagian besar jerat yang kami temukan berada di kawasan hutan produksi, hutan desa dan perkebunan milik masyarakat. Kontur kawasan yang cenderung lebih datar jika dibandingkan dengan kawasan TNKS menyebabkan satwa mangsa harimau seperti rusa dan babi lebih memilih kawasan ini daripada kawasan TNKS. Kondisi inilah yang mengakibatkan harimau berada di luar kawasan TNKS” jelas Dian.

Ketika harimau berada di di hutan produksi, hutan desa atau perkebunan maka kemungkinan harimau bertemu dengan manusia meningkat sehingga kemungkinan diburu dan berkonflik dengan manusia pun akan semakin meningkat.

———————————-

Koreksi: Artikel ini telah diperbarui (25/02/2015),  semula tertulis PKHS (Program Konservasi Harimau Sumatra), telah diperbaiki menjadi PHSKS (Penyelamatan Harimau Sumatra Kerinci Seblat). [Redaksi]

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,