,

Kubangan Tambang Nikel yang Resahkan Warga Morowali Utara

Sebelum perusahaan nikel datang, Kolonodale, ibu kota Kabupaten Morowali Utara, dikelilingi bebukitan hijau yang tampak membentuk sebuah benteng. Masyarakat setempat menyebutnya Gunung Panorama, karena memang pemandangannya yang indah. Namun, semua berubah sejak perusahaan nikel beroperasi. Gunung Panorama menjadi gersang karena banyak pohon yang ditebang.

Tidak hanya itu. Tanah berlubang yang membentuk kubangan dengan air berwarna coklat juga bisa dilihat. Kubangan tersebut, dibiarkan menganga. Belum ada upaya dari pihak perusahaan untuk melakukan penimbunan.

“Kami khawatir terjadi longsor. Karena, banyak rumah warga yang lokasinya justru berada di bawah kubangan itu,” jelas Ambo, warga di Kelurahan Kolonodale, Jumat (20/02/2015).

Kubangan ini merupakan hasil karya perusahaan nikel PT. Mulia Pacific Resources (PT MPR), anak perusahaan PT. Central Omega Resources Tbk.

PT. MPR memulai aktivitasnya tahun 2011 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Nomor 188.45/SK.0627/Tamben/2007 tanggal 7 Agustus 2007 seluas 5.158 hektar. SK ini kemudian disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dengan SK Bupati Morowali No.540.2/SK.006/DESDM/I/2011 tanggal 29 Januari 2011 dengan luas 5.156 hektar. Selanjutnya, ditingkatkan menjadi Izin Usaha Produksi (IUP) melalui SK Bupati Morowali No. 540.3/SK.001/DESDM/IV/2011 tanggal 21 April 2011.

Menurut keterangan Ambo, saat perusahaan ini mulai beroperasi hingga tahun 2015, warga desa yang berada di lingkar tambang hanya menerima dampak negatif saja. Padahal, Mei 2011 perusahaan tersebut pernah dilaporkan warga ke berbagai instansi terkait, termasuk mengadukan ke aparat penegak hukum.

Namun, lanjut Ambo, laporan warga terhadap perusahaan mulai dari dugaan pemalsuan dokumen analisa mengenai dampak lingkungan, pencemaran air yang menyebabkan keramba ikan masyarakat tercemar, hingga penggundulan hutan, bak angin lalu. Perusahaan terus beroperasi.

Begitu juga dengan Jatam Sulawesi Tengah yang pada 29 November 2011 pernah menuntut  pemerintah setempat mencabut izin dan menutup usaha pertambangan PT. MPR itu. Jatam meminta agar evaluasi terbuka dan transparan terhadap seluruh praktik pertambangan di Kabupaten Morowali  dilakukan, karena masalah ini berpotensi menimbulkan bencana kemanusiaan.

Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Morowali Utara, yang berada di lingkar tambang PT. MPR. Para warga resah akan banjir dan longsor yang tidak kenal musim ini. Foto: Wardi Bania
Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Morowali Utara, yang berada di lingkar tambang PT. MPR. Para warga resah akan banjir dan longsor yang tidak kenal musim ini. Foto: Wardi Bania

Banjir dan longsor

Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Morowali Utara, merupakan salah satu desa yang berada di lingkar tambang PT. MPR. Rahim Kamal, Sekretaris Desa Ganda-ganda mengatakan, sejak perusahaan tersebut beroperasi, desanya pernah dihantam banjir dan longsor yang menenggelamkan puluhan rumah warga. Tak hanya itu, warga juga mengalami penyakit gatal-gatal. “Sekarang, banjir dan longsor tidak bisa diprediksi akan terjadi di musim penghujan. Sewaktu-waktu datang,” ujar Rahim.

Tahaning, Warga Desa Ganda-ganda, mengatakan bahwa tahun 2013 lalu, sekitar 12 rumah di desanya terendam banjir. Menurutnya, posisi tambang yang berada di atas perumahan warga membuat mereka was-was. “Saya terpaksa setuju karena perusahaan tersebut ada izinnya,” ujarnya.

Ratna, Eksternal Relation PT. MPR ketika dikonfirmasi mengakui bahwa IUP PT. MPR yang sudah dikelola perusahaannya sekitar 108 hektar memang berada di atas Desa Ganda-ganda. Sedangkan sisanya seluas 4.780 hektar di Blok Tontowea belum dikelola. “Persoalan lingkungan ini, setiap tiga bulan sekali ada tim dari instansi pemerintah yang datang untuk mengevaluasi,” ujarnya.

Menurut Ratna, terkait persoalan reklamasi, sejauh ini telah diketahui instansi pemerintah dan sesuai perencanaan rencana kerja teknik lingkungan (RKTL). “Bibit tanaman untuk reklamasi telah didatangkan dari luar daerah. Begitu juga dengan perusahaan sub-kontrak yang didatangkan dari Sorowako, Sulawesi Selatan untuk melakukan reklamasi itu,” ungkapnya.

Achirudin Usman, Kepala Bidang Pengawasan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Morowali Utara, ketika dikonfirmasi terkait reklamasi PT. MPR belum mau memberikan keterangan. Menurutnya, ia belum mendapat mandat untuk menyampaikan reklamasi PT.MPR kepada media.

“Saya belum lapor ke Kepala Dinas. Secara administrasi itu sangat prinsip,” kata Achirudin.

Mahmud Ibrahim, Kepala Dinas ESDM Morowali Utara, membenarkan bahwa berdasarkan laporan, saat ini di lokasi pasca-tambang PT.MPR sedang dilakukan reklamasi. Namun, pihaknya tetap menurunkan tim untuk melakukan pemantauan dan memastikan kebenaran reklamasi itu. “Saya masih menunggu laporan untuk memastikan reklamasi PT. MPR benar-benar dilakukan,” katanya.

Inilah lahan pasca-tambang PT. MPR yang masih menganga. Warga Ganda-ganda cemas, karena lokasinya yang berada di atas permukiman. Foto: Wardi Bania
Inilah lahan pasca-tambang PT. MPR yang masih menganga. Warga Ganda-ganda cemas, karena lokasinya yang berada di atas permukiman. Foto: Wardi Bania

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,