,

Peredaran Merkuri di Kalimantan Barat Masih Marak. Bagaimana Pengawasannya?

Peredaran merkuri secara ilegal di Kalimantan Barat masih marak. Padahal, Peraturan Daerah (Perda) No 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian, Distribusi, dan Penggunaan Merkuri serta bahan sejenisnya, hingga ancaman hukuman selama enam bulan kurungan atau denda paling banyak Rp50 juta bagi pihak yang melanggar, jelas-jelas mengaturnya. Lalu, mengapa perdagangannya masih bebas?

Hamdani (40) warga Desa Monterado, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, yang sebelumnya berprofesi sebagai pendulang emas, mengatakan bahwa sebagian besar para penambang di wilayahnya dapat memperoleh merkuri dengan mudah dari para penampung emas. “Sebut saja cuka putih, mereka akan mengerti,” katanya belum lama ini.

Sementara di Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, merkuri dapat dibeli dalam plastik es. Merkuri tersebut dijual di warung. Ian Hilman, pegiat lingkungan di daerah tersebut, menuturkan bahwa penjualan merkuri bahkan dilakukan terang-terangan. “Tidak ditutupi,” ujar Ian.

Terhadap peredaran merkuri tersebut, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Kalbar) tahun 2007, pernah menggulung sindikat penyelundup merkuri impor asal Kirgistan sebanyak 285 kilogram yang nilainya sekitar Rp132 juta. Tiga tersangka yang ditangkap, diyakini sebagai pemasok merkuri untuk penambang emas ilegal yang tersebar di Kalbar.

Sementara, tahun 2011, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat pernah mewacanakan melacak perdagangan merkuri ilegal dan sejenisnya. Namun, upaya tersebut tidak ada dampaknya.

Terkait peredaran merkuri ilegal ini, Kapolda Kalbar Brigadir Jenderal Polisi Arief Sulistyanto mengatakan, akan melakukan investigasi khusus mengenai peredaran merkuri. Menurutnya, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, pihaknya akan berupaya menggulung sindikatnya dengan mengikuti arus uang yang mengalir dari pengusaha emas terutama dari hasil penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kalbar.

Eko Darmawansyah, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat, menyatakan, sepanjang pengetahuannya, di Kalimantan Barat tidak ada perusahaan yang mengimpor langsung bahan kimia yang peredarannya di awasi pemerintah tersebut.  “Satu-satunya perusahaan yang ditunjuk sebagai pengimpor merkuri atau air raksa di Indonesia adalah PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia,” ujarnya.

Direktur Walhi Kalimantan Barat, Anton P Wijaya mengatakan, peredaran merkuri ilegal yang masih marak di Kalbar memang harus ditangani serius. Menurutnya, saat ini penanganannya belum menyentuh ke pemain besarnya. “Meskipun akan dilakukan penindakan terhadap PETI yang menggunakan merkuri namun ini belum menjawab persoalan,” ujarnya.

Menurut Anton, harusnya Perda No 4 Tahun 2007 tersebut harus disosialisasikan juga ke masyarakat agar mereka paham. “Walhi merupakan organisasi non pemerintah yang terlibat dalam penyusunan perda tersebut. Agaknya, perda ini belum sepenuhnya berjalan,” ujar Anton.

Penelitian

Thamrin Usman tahun 2008, dari Universitas Tanjungpura (Untan) yang saat ini merupakan Rektor Untan pernah melakukan penelitian dampak merkuri terhadap baku mutu air Sungai Kapuas. Dalam penelitiannya itu, Thamrin mengambil sampel di hulu Sungai Kapuas, yakni di Sekadau dan Sintang.

Hasil penelitiannya di Sekadau menunjukkan kandungan merkuri (Hg) mencapai 0,2 ppb (parts per billion) atau dua kali lipat dari ambang batas normal. Sedangkan, penelitiannya di Kabupaten Sintang menunjukkan kandungan merkuri hingga 0,4 ppb. Dari hasil penelitian tersebut, Thamrin yakin, bahwa pencemaran yang terjadi di hulu Sungai Kapuas itu dipastikan akan berimbas juga di wilayah hilir.

Pada penambangan emas tanpa izin, merkuri biasanya digunakan untuk memurnikan emas. Namun, bila merkuri tersebut telah merasuk ke tubuh manusia maka ia akan menjalar ke otak, ginjal, dan hati. Dampaknya, bagi ibu hamil maka bayi yang akan dilahirkannya bisa cacat seperti autis dan bibir sumbing. Gejala lainnya adalah dapat menyebabkan tremor hingga stroke.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,