Oktober 2014, Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor, Meranti, Riau, membuat petisi di Change.org. Petisi berisi ajakan kepada Presiden Joko Widodo blusukan ke sana. Pada 27 November 2014, Jokowipun blusukan ke Tohor.
Tiga bulan setelah kunjungan presiden, banyak perubahan di sana. Sekat kanal bersama warga membuat gambut basah. Hingga kini, wilayah itu terbebas dari kebakaran. Tak ada asap mengganggu aktivitas warga.
“Sekat kanal kita sekarang sudah siap. Gambut kami sekarang basah. Sagu sudah menghijau dan banyak manfaat bagi masyarakat,” kata Manan, saat teleconference pada diskusi media bersama Greenpeace dan Yayasan Perspektif Baru di Jakarta, Selasa (24/2/15).
Saat kemarau, katanya, air di kanal bisa untuk minum dan mandi. “Juga banyak ikan hidup. Masyarakat bisa menangkap. Wilayah kita tak kebakaran lagi.”
Namun Manan mempunyai harapan lain. Dia bersama warga Tohor lain ingin presiden dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera mencabut izin konsesi PT Lestari Unggul Makmur. Perusahaan HTI akasia ini mengklaim banyak perkebunan sagu masyarakat.
“Akasia tidak cocok disandingkan sagu. Sagu kami bisa rusak karena hama akasia. Berharap izin LUM dicabut dan diserahkan kepada masyarakat untuk hutan desa agar bisa memperluas kebun sagu kami.”
Saat kunjungan ke Tohor, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan akan mencabut izin LUM dan lahan jadi hutan desa. Namun, hingga kini belum ada kejelasan.
Perluas sekat
Sekat kanal warga Tohor menggunakan bahan lokal seperti kulit sagu ada 13. Sekat permanen baru satu. Penyekatan ini, katanya, akan diperluas ke empat desa lain di sekitar Tohor.
“Meski kemarau dua bulan terakhir, tidak ditemukan titik api di Tohor. Ini implementasi komitmen pembangunan sekat kanal,” kata juru kampanye politik hutan Greenpeace Indonesia, Teguh Surya.
Padahal, katanya, sepanjang kuartal pertama tahun lalu wilayah itu kebakaran hebat karena lahan gambut kering.”Sekat kanal yang dibangun atas dukungan presiden terbukti ampuh membuat gambut basah hingga sulit terbakar. Ini tak hanya berhasil mengatasi persoalan kebakaran hutan, juga membantu pasokan air bersih warga saat kemarau,” katanya.
Teguh mengatakan, situasi alami ekosistem gambut Tohor mendukung keberlanjutan kebun sagu milik masyarakat. Kalau gambut rusak, produktivitas sagu menurun. Di Tohor, ada12 kilang pengelolaan sagu masyarakat.
“Dibandingkan perusahaan di desa itu sama-sama menanam sagu tetapi pengelolaan berbeda. NSP land clearing. Hutan dihabisi semua, lalu tanam sagu. Produktivitas lebih rendah dibanding kebun sagu masyarakat.”
Saat Presiden Jokowi blusukan ke Tohor, mengatakan kebakaran hutan selama ini praktik pembiaran.”Ada pengakuan Jokowi sebagai presiden. Ini langkah awal menguji apakah presiden dan jajaran mau mengatasi masalah atau tidak? Kalau mau, sudah sampai mana? Kalah tidak, kenapa?”
Menurut dia, komitmen Jokowi saat blusukan asap sebenarnya cukup kuat dan jelas. “Kita tinggal melihat sejauh mana komitmen itu dilaksanakan? Dia sangat paham persoalan ini. Apalagi Plt Gubernur Riau, bupati dan lain-lain ikut serta blusukan itu.”
Selain itu, Jokowi janji perpanjangan moratorium izin hutan dan lahan. Saatnya, kata Teguh, Jokowi bersama kementerian membuka ruang publik dan menjelaskan tahapan-tahapan menuju perpanjangan dan penguatan moratorium. “Hingga publik bisa terlibat aktif memberikan masukan.”
Yuyun Indradi, juru kampanye politik dan hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, kunjungan Jokowi ke Riau menunjukkan kebakaran hutan dan lahan gambut menjadi agenda prioritas.
“Kini kebakaran hutan Riau terjadi lagi. Memang belum banyak titik api. Cenderung turun, jika dibandingkan tahun lalu,” katanya.
Titik api turun
Catatan Greenpeace, 2010 titik api Riau mencapai 4.152 titik, 2011 (6.642), 2012 (8.114), 2013 (15.107) dan 2014 (21.571).
Jika dibandingkan tahun lalu di pada bulan sama, ada penurunan titik api. Tahun 2014, sepanjang Januari-Februari di Riau tercatat 4.980 titik api. Tahun ini, sepanjang bulan sama 540 titik api.
“Kunjungan itu berdampak. Pembakar lahan gambut lebih berhati-hati. Karena presiden serius menangani dan menjadi prioritas,” katanya.
Pola kebakaran hutan dan lahan gambut selama 10 tahun terakhir, biasan titik api merangkak naik pada Maret sampai Mei dan puncak September-Oktober.
“Sejauh ini cukup efektif. Tinggal ditindaklanjuti. Tunggu dan amati apakah tren titik api naik atau turun. Realisasikan komitmen perpanjangan moratorium dan perlindungan lahan gambut. Serta review perizinan di lahan gambut.”
Haris Gunawan, Direktur Pusat Studi Bencana Universitas Riau mengatakan, komitmen Jokowi sudah cukup. Tinggal merealisasikan saja.”Satu pengaruh harus kita akui, sejak kunjungan presiden, pemerintah Riau mulai dari gubernur sampai RT ada monitoring sistem yang tiap hari bisa update.”
Saat ini, ada pergeseran titik api signifikan jika dibandingkan tahun lalu. “Dulu tinggi, sekarang rendah.”
Kehadiran Jokowi, katanya, memberikan motivasi dan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk menangani kebakaran hutan dan lahan gambut.
Pemerintah pusat, baru-baru ini memberikan siaga darurat kabut asap di Riau. “Ini tidak terjadi tahun lalu. Ini perlu diapresiasi. Kita punya tantangan Juni-Juli. Oke, Februari mau lewat, daerah bisa bekerja. Bagaimana Juli-Agustus, puncak musim kemarau?”
Menurut dia, kalau situasi dan manajemen penanganan sama dengan bulan ini, 2015 bisa sukses untuk memulai mengatakan Indonesia bebas asap.
Haris mengatakan, pembuatan sekat kanal harus menjadi konsensus nasional. Sekat kanal itu juga bisa membantu mengurangi intrusi air laut ke darat. Hal ini bisa dilihat dari beberapa vegetasi tanaman penyuka air asin kini mati sejak ada sekat kanal.
“Intrusi air laut ke darat perlu dicegah. Kalau air asin masuk, bisa mematikan sagu masyarakat. Sekarang, air asin tersendat karena sekat kanal.”
Dampak lain, ikan mulai ada di sekitar sekat kanal. “Ini tinggal sentuhan budidaya untuk meningkatkan perekonomian warga,” katanya.
Wimar Witoelar dari YPB mengatakan, kedatangan Jokowi ke Tohor bukan hanya memberikan hasil nyata bagi masyarakat juga proses mengawali perbaikan masalah kebakaran hutan di daerah lain seluruh Indonesia.
Menteri LHK Siti Nurbaya mendorong warga membangun sekat kanal. Saat ini, katanya, pembangunan sekat dibantu BNPB. “Mudah-mudahan ini bisa diterapkan di wilayah lain. Kita rapihin. Kita lagi kumpulin data.”