,

Mendandani Pantai Utara dengan Mangrove Agar Bibir Kalimantan Barat Kembali Berseri

Sejumlah elemen masyarakat di pantai utara Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) berupaya merestorasi kawasan kritis melalui penanaman mangrove. Abrasi yang terjadi saban tahun telah mengancam kawasan permukiman, perkebunan warga, dan infrastruktur jalan.

Di Kelurahan Setapuk Besar, Kecamatan Singkawang Utara, Kota Singkawang, abrasi pantai mengancam perkebunan kelapa milik warga setempat. “Paling terancam adalah perkebunan kelapa. Dan itu berdampak pada kondisi ekonomi warga,” kata Jumadi, Ketua Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri saat dikonfirmasi dari Pontianak, Kamis (26/2/2015).

Menurutnya, mayoritas anggota kelompok yang didirikan sejak empat tahun lalu ini bermata pencarian sebagai nelayan. Mereka bertekad merestorasi kembali hutan bakau yang kondisinya kian memprihatinkan. Selain mengancam perkebunan kelapa milik warga, abrasi juga mengancam stok ikan dan kepiting di wilayah tangkap tersebut.

Di Kelurahan Setapuk Besar, kata Jumadi, penanaman tahap pertama sudah mencapai 3.000 bibit. Penanaman bakau jenis Rhizophora ini ternyata mengundang minat nelayan setempat untuk ikut bergabung. Selanjutnya, penanaman tahap kedua sebanyak 4.000 bibit. Warga juga berupaya menyulam kembali tanaman yang tidak berhasil tumbuh.

Penanaman yang diikuti perwakilan Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri, Sispala CAMAR SMAN 1 Singkawang, dan WWF-Indonesia Program Kalbar ini mengundang perhatian pemerintah setempat. “Bakau yang ditanam ini diharapkan dapat tumbuh dengan baik sehingga laju abrasi dapat berkurang serta berguna sebagai tempat berkembang biak ikan dan kepiting,” kata Adi Haryadi, Lurah Setapuk Besar.

Menghijaukan Pesisir Utara

Selain di Setapuk Besar, tiga wilayah lainnya di pantai utara Kalbar yang terdampak abrasi adalah Desa Sungai Mas dan Penjajap di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, Desa Sungai Duri Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang, dan Desa Sungai Duri 1 Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah.

Hingga saat ini, total penanaman di empat lokasi seluas lima hektar itu sudah mencapai 36 ribu batang dari total 40 ribu bibit bakau yang akan ditanam. Sebagai cadangan, dipersiapkan 10 ribu benih (buah) atau 25 persen dari total restorasi yang akan ditanam sebagai tanaman penyulam. Langkah ini sekaligus menjadi bahan uji coba penanaman pada lokasi kritis tanpa bakau di sekitarnya.

Penanaman yang dimulai sejak 14 Februari ini akan berakhir pada 28 Februari 2015 dengan masa tanam disesuaikan dengan kondisi geografis. Jika cuaca buruk atau ombak besar, penanaman tidak dapat dilakukan hingga cuaca teduh.

Bekantan terlihat asik bermain di hutan mangrove Desa Tasik Malaya, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto: Bruno Oktavian/Panda Click WWF-Indonesia Program Kalbar

Di Desa Penjajap dan Sungai Mas Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, penanaman mangrove sudah mencapai 13 ribu bibit. Desa berpenduduk 12.149 jiwa dengan luas wilayah 450 hektar ini merupakan kawasan kritis abrasi. Luas kawasannya terus berkurang akibat terkikis air laut dan mengancam permukiman penduduk.

Ketua Yayasan Pusat Mangrove, Yeni, mengatakan saat ini tercatat empat rumah di area Menara II yang posisinya telah berada di atas air. “Beberapa rumah warga sudah menjadi korban abrasi,” ungkapnya.

Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan lima kelompok masyarakat peduli mangrove di pesisir utara Kalbar. “Ini upaya bersama untuk menumbuhkan kesadaran warga akan pentingnya mangrove bagi kehidupan,” katanya di Pontianak, Kamis (26/2/2015).

Menurutnya, penanaman kali ini mendapat sokongan dari karang taruna, pemerintah desa, kecamatan, dan pemerintah kota/kabupaten. Parapihak mencoba merestorasi mangrove di atas lahan seluas lima hektar, dan melibatkan masyarakat, pemerintah, siswa, dan mahasiswa dari Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

Sementara Coordinator Marine Species Conservation WWF-Indonesia, Dwi Suprapti menambahkan, restorasi mangrove ini bertitik tolak dari sejumlah persoalan yang dihadapi warga pesisir. “Hasil survei di Setapuk Besar menunjukkan bahwa abrasi mencapai 10 meter per tahun. Indikatornya, laut menggerus daratan hingga dua baris pohon kelapa yang ditanam warga. Jarak antara satu kelapa dengan kelapa lainnya mencapai lima meter,” katanya.

Persoalan berbeda terjadi di wilayah Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang. Di sana, terdapat lebih dari 20 rumah berada tepat di atas air laut dan sekitar dua kilometer infrastrukur jalan yang terancam abrasi. Bahkan, jarak antara jalan raya dengan air laut hanya 0 – 100 meter.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,