,

Kasus Tewasnya Aktivis Jambi, Komnas HAM Bentuk Tim Investigasi

Walhi dan KontraS mendatangi Komnas HAM di Jakarta, Rabu (4/3/15) melaporkan kasus pembunuhan aktivis dari serikat petani Tebo, Indra Pelani di konsesi PT Wira Karya Sakti, anak usaha APP di Jambi.  Komnas HAM pun akan membentuk tim investigasi guna mengusut kematian aktivis Jambi ini.

Sandra Moniaga,komisioner Komnas HAM bidang masyarakat adat mengatakan, kasus ini bisa dilihat dari berbagai sisi. “Sisi masyarakat adat,  tanggung jawab korporasi, human right defender serta konflik agraria. Kita pasti membentuk tim investigasi,” katanya di Jakarta.

Namun, katanya, hal terpenting lagi, menyelidiki tanggung jawab korporasi karena kejadian ini sudah berulang kali. “Nampaknya korporasi cuci tangan. Polisi harus menggali sedalam- dalamnya apakah pembunuhan berencana atau bukan. Kalau ini pembunuhan berencana, ini jadi kriminal serius.”

Nur Kholis, komisioner Komnas HAM untuk isu bisnis dan HAM meminta, Kapolda Jambi memproses hukum peristiwa ini dan memeriksa kemungkinan keterlibatan korporasi.

“Penting kita tegaskan untuk memeriksa korporasi. Jadi penyidik Polda Jambi jangan terburu-buru memisahkan ini di tingkat pelaku satpam outsourching. Harus cek notulensi rapat-rapatnya, dokumen-dokumen sebelum peristiwa.”

Komnas HAM, katanya,  akan memback-up Polda jika berkomitmen membuka dan memeriksa keterlibatan korporasi. “Polda Jambi harus lebih maju melihat dokumen business and human right. Polda Jambi harus independen.”

Komisioner Komnas HAM urusan konflik agraria Dianto Bachriadi mengatakan hal senada.

“Kita segera bentuk tim dan investigasi mulai minggu depan. Melibatkan empat komisioner Komnas HAM,” katanya.

Dianto mengatakan, investigasi Komnas HAM bukan sekadar menyelidiki pengeroyokan yang berujung pembunuhan, tetapi melacak sejauhmana peristiwa ini berkaitan dengan kebijakan perusahaan.

“Kalau ini mengarah lebih jauh, kita akan membuat kesimpulan. urusan kematian kita serahkan kepada Polisi. Kita mengawasi penyidikan kepolisian sampai pengadilan. Jangan sampai mata rantai putus dan hanya ditangkap pelaku lapangan.”

Gali keterlibatan perusahaan

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, Walhi melihat persoalan ini tidak sesederhana hanya tindak kekerasan yang mengakibatkan kematian. “Ini pelanggaran HAM cukup serius.”

Kasus ini, tidak bisa hanya dilihat antara korban dan satpam outsourching perusahaan. Sebab, keberadaan satpam di situ tentu permintaan dan perintah WKS. “Catatan kami, APP punya jejak kekerasan, 11 Agustus 2010, WKS ada korban tewas  ditembak brimob. Ini terulang kembali.”

Menurut dia, cara-cara pengamanan pada anak perusahaan APP itu berlebihan. Seringkali WKS mengamankan konsesi dengan kekerasan. Tak jarang melibatkan aparat kepolisian (Brimob).

“Kami melaporkan ke Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi. Ini untuk memberikan rasa nyaman pada masyarakat. Agar masyarakat merasa ada institusi nasional yang benar-benar bekerja untuk mereka,” katanya.

Dia mengatakan, kehadiran Komnas HAM sangat perlu guna menghindari masyarakat bertindak sendiri hingga membentuk lingkaran setan kekerasan seperti di Mesuji.

“Ini bisa menjadi pintu untuk melihat pola penanganan keamanan dalam industri HTI. Juga bagaimana polisi melihat pola pengamanan swasta ini.”

Dia juga meminta Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan melihat persoalan ini lebih jauh dan tidak hanya menyerahkan pelaku pembunuhan kepada penegak hukum.

“KLHK yang mewakili negara memberikan izin kepada perusahaan, harus bertanggungjawab. Juga harus segera meminta WKS dan induk perusahaan (APP) menjelaskan seluruh konflik perusahaan dengan masyarakat. KLHK harus segera menyelesaikan seluruh kasus-kasus di konsesi HTI.” Dia juga meminta perusahaan memberikan penjelasan terkait penyelesaian konflik dan penanganan keamanan perusahaan.

Luas konsesi WKS berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan (No.421/kpts-II/1999 seluas 293.812 hektar. Terdiri dari 138.669  hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan  48.507 hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lalu, 76.691 hektar di  Kabupaten Batanghari, 13.029 hektar di Kabupaten Muaro Jambi dan 16.916 hektar di Kabupaten Tebo.

“Ini menjadi momentum agar perusahaan harus terbuka ia berkonflik dengan siapa saja dan bagaimana pola penanganan? Bagaimana pola pengamanan? Selama ini itu secara parsial. Kami berharap KLHK dan Komnas HAM bisa masuk kesana dan melihat persoalan ini secara komprehensif.”

Dia berharap, penegakan hukum kepada pelaku seadil-adilnya. “Sekarang ramai diberitakan komitmen lingkungan perusahaan soal zero deforestasi APP. Kami melihat komitmen lingkungan tanpa ada komitmen sosial sebenarnya tak ada artinya.”

Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, WKS harus bertanggungjawab atas kematian Indra Pelani.”Kami mempertanyakan unit reaksi cepat WKS dalam mengamankan investasi mereka.”

URC WKS berpraktik buruk, di luar batas-batas kemanusiaan,  berwatak militeristik dan menggunakan pendekatan kekerasan. Dia berharap, pemerintah bisa memastikan penegakan hukum terhadap WKS  atas pengelolaan konsesi yang mengakibatkan konflik dan warga tewas.

“Sosok korban ini human right defender. Indra adalah aktivis serikat petani Tebo yang punya informasi lebih dalam bagaimana gerakan petani di lokasi,” kata Syamsul Munir, Kepala Divisi Advokasi Ecosoc KontraS. “Perlu direspon cepat Komnas HAM. Kejadian ini menjadi pemberangusan bagi teman-teman pembela HAM di tingkat lokal.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,