, ,

Kala Mawar Merah Bawa Pesan dari Perempuan dan Alam

“Mari selamatkan Ibu Bumi #Demi Rembang #IWD2015. Perempuan butuh pangan, bukan sawit atau batubara #TanahuntukRakyat . Meski dikriminalisasi dan mengalami tindak kekerasan, perempuan tak pernah menyerah demi tanah airnya.  Krisis air membuat beban perempuan semakin berlapis #airuntuksemua. Kami butuh lingkungan hidup yang sehat, bukan paparan racun industri #IWD2015.”

Begitulah pesan tertera pada mawar merah yang dibagikan kepada para perempuan di sekitaran Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, saat Car Free Day, Minggu pagi (8/3/15). Ya, di Hari Perempuan Internasional ini, Walhi dan Konsorsium Pembaruan Agraria mengadakan aksi bagi-bagi bunga. Lalu, warga  juga menuliskan harapan-harapan mereka di pohon kehidupan. Tampak warga begitu antusias melihat aksi ini.

Kegiatan ini tambah bermakna kala menampilkan lukisan Andreas Iswinarto, bertema solidaritas bagi ibu-ibu Rembang. Kini, Iswinarto juga pameran online dengan tema serupa di Galeri Lentera Pembebasan.

Di hari ini, Walhi dan KPA menyuarakan, bahwa masih begitu banyak perempuan menderita karena sumber-sumber kehidupan mereka, berupa lahan, sumber daya alam dan lingkungan sehat terampas. Salah satu, ibu-ibu di Rembang, Jawa Tengah, yang mempertahankan kawasan karst agar tak terjarah tambang dan pabrik semen. Hampir 300 hari para ibu protes dengan aksi tenda.

“Negara seakan tak ada, ibu-ibu dihadapkan pada kekuatan besar bernama korporasi yang memiliki sumber daya begitu melimpah, termasuk mendatangkan aparat keamanan menghadapi perjuangan ibu-ibu Rembang,” kata Khalisah Khalid, dari Walhi Nasional dalam pernyataan tertulis bersama KPA.

Rembang, katanya, mewakili bagaimana kekuatan perusahaan dan negara yang lemah. Sisi lain, para perempuan gigih bersama komunitas berjuang mempertahankan tanah air.

Menurut dia, keadaan perempuan kini, tidak bisa lepas dari sistem ekonomi dan politik yang menempatkan kekayaan alam sebagai komoditas dan dijalankan dengan pembangunan berisiko tinggi. Di mana, industri ekstraktif rakus tanah dan air seperti tambang, perkebunan skala besar serta pembangunan infrastruktur besar jadi andalan.

Sistem ekonomi politik yang keliru ini, katanya, tak pernah dikoreksi, hingga berbuah konflik agraria, sampai bencana ekologis. Warga terpaksa menjadi pengungsi, mengalami kekerasan berujung kematian dan kriminalisasi. “Lapis-lapis kekerasan dialami perempuan akibat sistem ekonomi politik berwatak patriaki dan melanggengkan ketidakadilan gender.”

Aksi Walhi dan KPA di Hari Perempuan Internasional mengingatkan kembali masih begitu banyak perampasan sumber kehidupan dan lingkungan sehat perempuan. Foto: Walhi
Aksi Walhi dan KPA di Hari Perempuan Internasional mengingatkan kembali masih begitu banyak perampasan sumber kehidupan dan lingkungan sehat perempuan. Foto: Walhi

Kala sumber kehidupan hilang, perempuan harus beralih mata pencarian, seperti menjadi buruh kebun, tambang yang berisiko tinggi bagi kesehatan mereka. Ada juga memilih menjadi buruh migran di luar negeri tanpa perlindungan negara.

Untuk itu, Walhi dan KPA menyerukan beberapa hal. Pertama, pemerintah merevisi berbagai kebijakan ekonomi politik dan perundang-undangan berwatak patriarki. Yang menempatkan industri ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI) dan pembangunan infrastruktur skala massif sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Ini berujung pada kemiskinan struktural perempuan.”

Kedua, medesak pemerintah menjalankan reforma agraria sebagai jalan membenahi carut-marut penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam. Lalu, penataan struktur agraria berkeadilan, termasuk memberikan keadilan bagi perempuan, melalui land reform dan penyelesaian konflik lewat Badan Penyelesaian Konflik Agraria.

Ketiga, memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap inisiatif dan peran perempuan beserta komunitas dalam mengelola lingkungan hidup dan sumber-sumber agraria. Keempat, menghentikan berbagai tindak kekerasan dan kriminalisasi perempuan yang memperjuangkan penyelamatan lingkungan hidup dan reforma agraria.

Kelima, mendorong partisipasi politik perempuan guna memperkuat keterlibatan perempuan   sebagai pengambil kebijakan. Juga mengakui dan   memajukan pengetahuan serta pengalaman perempuan dalam mengelola lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan.

“Kami juga menyerukan perluasan dan penguatan solidaritas antara sesama komunitas dan individu-individu. Karena perjuangan keadilan gender dalam perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber-sumber agraria memerlukan dukungan semua elemen.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,