,

Leuser di Usia 35 Tahun, Akankah Makin Merana?

Pada Minggu pagi (8/3/15), Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), bersama sejumlah organisasi lingkungan, berkumpul di Lapangan Merdeka Medan, memperingati hari jadi ke-35 tahun, sejak wilayah ini resmi ditunjuk oleh pemerintah sebagai taman nasional pada tanggal 6 Maret 1980.

Dalam kegiatan yang mengangkat tema “Love Our for Better Future” ini, ratusan masyarakat Medan yang sedang berolahraga, ikut kampanye penyelamatan hutan, dan desakan setop memburu empat spesies kunci di TNGL yaitu harimau Sumatera, orangutan, gajah, dan badak Sumatera. Tidak sedikit anak-anak datang ikut serta. Mereka disediakan peralatan buat melukis tong sampah dengan gambar hutan dan empat spesies  itu.

Sejumlah aktivis lingkungan berdandan menyerupai empat spesies satwa.  Banyak berfoto selfie sambil memegang tulisan berisi ajakan menghentikan penebangan hutan. Mereka juga mendesak hukuman berat bagi perusak dan memburu satwa.

Luas TNGL di Aceh dan Sumatera Utara, 1.095.592 hektar.  Namun, illegal logging dan alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun sawit dan lain-lain cukup tinggi.  Prama Wirasena, Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan BBTNGL mengatakan, penegakan hukum berjalan, namun pelaku masih tetap beraksi dengan berbagai cara, baik memanfaatkan masyarakat yang hidup di sekitar hutan, maupun sembunyi-sembunyi.

“Penegakan hukum tetap berjalan, namun prioritas kampanye sosialisasi menjaga dan melestarikan TNGL, salah satu seperti dilakukan saat ini, ” katanya.

Alih fungsi tinggi menyebabkan empat spesies satwa langka makin terancam terutama badak, dan harimau. Khusus gajah, konflik dengan manusia juga tinggi terutama Aceh. “ Ini karena ruang hidup mereka terbatas.”

Menurut dia, kurun waktu delapan tahun terakhir, Balai menangani sekitar 11 kasus perdagangan satwa dilindungi, diikuti proses hukum terhadap pelaku. Saat ini,  satu pelaku proses persidangan dan satu penyidikan.

Dalam dua bulan terakhir, juga sedang menangani empat kasus peredaran kayu dari TNGL. Para tersangka sedang penyidikan.

“BBKSDA Sumut, SPORC Brigade Macan Tutul, dan jajaran Polda Aceh serta Polda Sumut berperan penting dalam penindakan di TNGL. Kita terus memerangi dan menindak tegas pelaku.”

Sedang Rhemawati Wijaya, Communication Officer WCS Indonesia, mengatakan harimau, dari riset mereka populasi hidup 400-600, yang hidup di TNGL hanya 100-150.

Faktor utama populasi berkurang, katanya, karena kerusakan hutan cukup besar, perburuan dan perdagangan harimau marak. Konflik harimau juga terjadi di beberapa tempat.

WCS mencatat, terdapat 172 konflik dari 2007-2014, menyebabkan 28 harimau hilang dari kawasan, baik konflik dengan ternak maupun manusia.

Untuk gajah, baru-baru ini menyebabkan kematian manusia di Aceh Tenggara. Hasil kajian mereka, penyebab kematian karena warga membuka kebun di TNGL. Dia diinjak gajah.

“Kami harapkan warga Medan sekitarnya, berpartisipasi melestarikan hutan dan sumberdaya alam. Jangan pernah membeli, menyimpan, dan memperdagangkan satwa dilindungi. Termasuk hasil hutan, seperti kayu, dari kawasan konservasi.”

Para aktivis lingkungan dari Biopalas Universitas Sumatera Utara berdandan layaknya harimau, orangutan dan gajah yang hidup di TNGL. Foto: Ayat S Karokaro
Para aktivis lingkungan dari Biopalas Universitas Sumatera Utara berdandan layaknya harimau, orangutan dan gajah yang hidup di TNGL. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,