,

Kemarau Datang, Petani Aceh Besar Potong Padi untuk Pakan Ternak

Akibat kemarau, petani di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, terpaksa memotong padinya untuk pakan ternak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian gagal panen.

Rasyid, Petani Peukan Bada, Aceh Besar menuturkan, ia terpaksa menjual padinya yang mulai layu untuk pakan ternak lantaran tidak ada cara lain. “Untuk setiap sawah seluas 2.500 meter persegi, kami menjualnya seharga 200 – 300 ribu rupiah,” tuturnya belum lama ini.

Begitu juga dengan Muliadi, Petani Peukan Bada, yang mengaku sudah tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan padinya yang mengering. “Selain sawah, irigasi yang biasanya menjadi andalan petani untuk pengairan juga kering. Satu-satunya cara adalah padi dipotong dan dijual sebagai pakan ternak, meski per karungnya dihargai 20 ribu rupiah” ujarnya.

Sementara Munadi, Petani Lampisang, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, hanya pasrah menerima kejadian ini. Menurutnya, tahun 2014 lalu, dia sudah menanam padi dua kali dalam setahun yang berujung kegagalan akibat kemarau dan banjir. “Kini, padi juga tidak bisa dipanen akibat kemarau, padahal sudah berbuah. Terpaksa dipotong untuk pakan ternak,” jelasnya.

Petani di Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, terpaksa memotong padinya dan dijual untuk pakan ternak akibat kemarau. Foto: Junaidi Hanafiah
Petani di Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, terpaksa memotong padinya dan dijual untuk pakan ternak akibat kemarau. Foto: Junaidi Hanafiah

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Hermanto, awal Maret lalu mengatakan jumlah produksi padi di Aceh 2014 hanya 1,8 juta ton dari target awal 2,2 juta ton. Menurutnya, penyebab tidak tercapainya target tersebut adalah bencana banjir dan kemarau yang terjadi. “Akan sulit mencapai swasembada beras di 2015 jika kondisinya seperti ini.”

Kendala lain yang dihadapi petani, menurutnya, adalah mereka belum bisa menanam padi dua kali dalam setahun karena masalah air. Ini dikarenakan banyak persawahan yang belum terhubung dengan irigasi. “Karena itu, kami setuju dengan Pemerintah Aceh untuk fokus membangun irigasi tahun ini,” jelasnya.

M. Nur, Direktur Walhi Aceh, menyebutkan kekeringan dan banjir yang menyambangi Aceh sepanjang 2014 dan kemarau di awal 2015 ini akibat maraknya pembukaan hutan untuk perkebunan dan areal pertambangan. “Akibat hutan dibuka tanpa kendali maka kala kemarau terjadi kekeringan dan saat penghujan banjir tidak dapat dielakkan. Kejadian ini membuat masyarakat khususnya petani menderita. Padahal yang melakukan perusakan hutan adalah pemilik lahan perkebunan dan pertambangan.”

M. Nur menambahkan, parahnya, saat ini jika terjadi hujan maka sejumlah daerah di Aceh akan banjir karena hutan sudah tidak mampu menahan dan menyimpan debit air. “Ini karena hutan telah dirusak. Segelintir orang yang berbuat kerusakan maka semua masyarakat yang menjadi korban. Kalau sudah begini, kepada siap petani mengadu? Siapa yang harus bertanggung jawab?” tanyanya.

Harga padi gagal panen yang dijual untuk pakan ternak ini per karungnya dihargai 20 ribu rupiah. Foto: Junaidi Hanafiah
Harga padi gagal panen yang dijual untuk pakan ternak ini per karungnya senilai 20 ribu rupiah. Foto: Junaidi Hanafiah

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,