,

UGM Inisiasi Gerakan Restorasi Sungai. Seperti Apa?

Universitas Gajah Mada Yogyakarta memberikan perhatian serius terhadap pengelolaan sungai khususnya di Yogyakarta. Salah satu bentuknya, yaitu dengan menginisiasi dan mendorong peran serta komunitas pemerhati sungai.

Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman mengatakan Indonesia kaya dengan sumber daya air namun sering mengalami banyak persoalan justru karena air.

“Ya karena kita tidak siap atau salah mengelolanya. Air lebih kita kebanjiran atau bahkan longsor. Air kurang kita pun kekeringan,” kata Suratman dalam acara Pemantapan Forum Penggiat Gerakan Restorasi Sungai di Fakultas Geografi UGM, pada Senin (09/03/2015).

Suratman menambahkan keberadaan sungai dan air merupakan sumber kehidupan. Untuk itu diperlukan pemeliharaan dan pengelolaan secara serius. Selain pemerintah, komunitas penggiat sungai memiliki peran yang cukup strategis untuk memberdayakan masyarakat yang hidup di sekitarnya.

“Kita mulai dengan memberdayakan yang kumuh dulu. Ujung-ujungnya kita ingin ciptakan ekonomi kreatif masyarakat sekitar sungai, baik melalui UMKM ataupun pariwisata,” tambahnya.

Sementara itu Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Agus Suprapto Kusmulyono mengatakan sungai-sungai di Yogyakarta, seperti Code dan Winongo memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Kondisi tersebut memungkinkan terbentuknya forum atau komunitas di masing-masing sungai.

“Jadi punya komunitas masing-masing karena persoalannya tidak sama antara sungai satu dengan lainnya,” kata Agus.

Agus menambahkan, sungai memiliki persoalan maupun potensi. Persoalan tersebut mulai dari pemanfaatan, pencemaran maupun budaya masyarakat sekitar. Sementara itu sungai juga memiliki potensi yang bisa dioptimalkan, seperti sebagai heritage area, sumber mata air, bahan galian yang dimiliki hingga komunitas penggiat sungai.

Di sisi lain optimalisasi peran penggiat sungai ini disambut baik oleh Dekan Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc. Kondisi sungai-sungai di Yogyakarta saat ini tidak semuanya bersih, tetapi ada pula yang kotor bahkan tercemar. Fakultas Geografi UGM melalui Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) siap membantu memantau kualitas air di sungai-sungai tersebut.

“Ini riil. Jadi silakan untuk memantau kualitas air sungai ini KLMB siap membantu,” pungkas Rijanta.

Menurut rencana peresmian Forum Penggiat Restorasi Sungai ini akan dilaksanakan pada 22 Maret mendatang bertepatan dengan peringatan hari air sedunia. Saat ini tengah dilakukan penyusunan tata kerja dan organisasinya.

Ikan di Sungai Serayu Memprihatinkan

Susanto, dosen di Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Purwokerto melakukan penelitian keberadaan ikan di Sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah. Dalam temuannya kondisi ikan memprihatinkan. Kondisi tersebut disebabkan  karena penangkapan ikan di Sungai Serayu dilakukan oleh para nelayan sudah termasuk kategori berlebihan. Penangkapan ikan hanya bermotif ekonomi dan tidak menghiraukan faktor pelestarian.

Ikan bentok, salah satu ikan air tawar yang populasinya makin berkurang di sungai. Foto : Tommy Apriando
Ikan bentok, salah satu ikan air tawar yang populasinya makin berkurang di sungai. Foto : Tommy Apriando

“Banyak nelayan yang bukan berasal dari sekitar Sungai Serayu. Mereka  menyatakan bahwa  mengambil ikan di sana semata-mata sebagai pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan,” paparnya dalam ujian terbuka program doktor Fakultas Biologi UGM, pada Sabtu (07/03/2015).

Dalam disertasinya berjudul “Komunitas Ikan di Sungai Serayu Wilayah Kabupaten Banyumas”, Susanto menjelaskan bahwa nelayan tidak melakukan seleksi terhadap ikan hasil tangkapan, baik berdasarkan spesies maupun ukuran ikan, sehingga semua ikan yang mereka dapatkan diambil untuk dijual. Keadaan ini menunjukkan bahwa penangkapan ikan di Sungai Serayu yang dilakukan oleh para  nelayan tidak mempertimbangkan faktor pelestarian.

“Ini menyebabkan spesies ikan yang hidup di Sungai Serayu sangat sedikit yang mampu mencapai usia dewasa, sehingga ikan yang didapatkan sebagian besar merupakan ikan muda,” tambahnya.

Menurut Susanto disadari atau tidak setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya dapat mengakibatkan gangguan yang mendorong terjadinya perubahan ekosistem pada skala tertentu. Pemanfaatan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip ekosistem dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan tatanan ekosistem serta penurunan daya dukung lingkungan.

Penangkapan ikan secara berlebihan  yang terjadi di Sungai Serayu dapat menyebabkan berkurangnya keberlimpahan dan keanekaragaman spesies ikan sehingga menurunkan kualitas komunitas ikan.

“Penangkapan ikan yang dilakukan tanpa seleksi, baik dalam hal ukuran maupun waktu penangkapan mengakibatkan ikan-ikan muda tidak dapat tumbuh maksimal dan mencapai usia dewasa,” imbuhnya.

Di akhir paparan Susanto berharap agar dilakukan peningkatan kualitas komunitas ikan  oleh pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan atas pengelolaan Sungai Serayu bersama-sama dengan masyarakat. Kewenangan dalam pengelolaan Sungai Serayu harus memberikan perhatian dan perlindungan serius terhadap komunitas ikan di dalamnya.

Pemikiran local wisdom (kearifan lokal) seperti ditunjukkan oleh penduduk yang tinggal disekitar lokasi penelitian,  patut dicontoh oleh masyarakat luas khususnya para nelayan penangkap ikan di Sungai Serayu. Mereka mengambil ikan di sungai sekedar yang dibutuhkan, tidak menggunakan alat tangkap masal  dan dilakukan tidak sepanjang tahun tetapi hanya pada waktu tertentu, yaitu pada mangsa kapapat (akhir musim kemarau awal musim hujan).

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,