, , ,

Merekam Perjuangan Para Perempuan Rembang dalam Menjaga Bumi

Ibu-ibu Rembang yang berjuang menjaga lingkungan mereka dari ancaman kerusakan kembali datang ke Jakarta. Mereka melaporkan hakim PTUN yang dinilai bersikap tak netral ke Komisi Yudisial. Para ibu-ibu ini juga sekaligus menyaksikan pembukaan pameran sketsa “Perempuan petani Rembang” di Galeri Walhi Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan. Pameran karya Andreas Iswinarto ini menampilkan 26 sketsa berlangsung 17 Maret-19 April 2015.

“Ke-16 sketsa Rembang dan 10 lain terkait hal itu meski tidak spesifik. Soal perjuangan perempuan dan lain-lain. Saya menargetkan membuat 200 sketsa. Tak hanya soal Rembang, tapi wilayah lain yang terancam pembangunan pabrik semen,” kata Andreas di Jakarta, Selasa (17/3/15).

Sketsa-sketsa karya Andreas ini memotret perjuangan perempuan Rembang dalam mempertahankan bumi pertiwinya. Beberapa frame sketsa bercerita mengenai kekerasan dialami perempuan, aksi memembang sekaligus menabuh alu dan lesung. Juga caping-caping petani yang melindungi Gunung Kendeng. Ada juga sketsa bercerita tentang  aksi sembahyang di jalan  pabrik semen, kekerasan polisi,  blokade tentara dan lain-lain.

Andreas merupakan pendiri Lentera Pembebasan. Ia pernah aktif di Walhi. Karya-karya seni yang dibuat banyak memuat unsur kritik sosial dan lingkungan dan kemanusiaan. Dia mengatakan, proses pembuatan sketsa cukup singkat. Sejak 10 Februari dan selesai tiga minggu kemudian.

“Sebelum Rembang, saya membantu kawan-kawan melalui media gambar untuk kampanye isu tewas sembilan anak di Samarinda karena masuk lubang tambang,” katanya.

Sejak setahun lalu, dia berkampanye peduli Rembang melalui media gambar, namun tidak khusus pameran. Inspirasi saat memutar film dokumenter dan menganalisis isu ini melalui pemberitaan di media massa.

“Saya sangat tergugah dan banyak belajar. Ibu-ibu 273 hari di tenda, perjuangan itu luar biasa. Selain berharap perjuangan ibu-ibu ini berhasil, kita juga harus menarik pelajaran dari keteguhan mereka.”

Dia menganalogikan perjuangan petani perempuan Rembang seperti Kamisan sudah 387 kali. Dia melihat keteguhan sama pada ibu di Rembang.

“Sangat berat bagi mereka meninggalkan anak-anak. Di satu sisi, mereka harus tetap bertahan. Belakangan ini dibagi harus ke Jakarta, PTUN, tenda dan memanen.”

Analisis intensif dilakukan buat menemukan hal-hal spesifik bagi karya sketsa, seperti kendi, alu dan lesung, caping sebagai simbol melawan pabrik semen. Cerita-cerita dalam foto di media massa juga dituangkan dalam bentuk sketsa.

“Nilai tambah sketsa ini sengaja dipilih warna hitam dan putih. Ini wujud ketegaran dan perjuangan. Hitam melawan putih. Simbol batu karang luka. Para ibu dan bumi dilukai tapi mereka tetap teguh. Harapannya bisa memberikan nilai lebih dari foto.”

Menurut dia, perempuan Rembang  tidak hanya membela hak-hak mereka juga hak generasi mendatang. Begitu banyak warga di Gunung Kendeng mungkin belum peduli. Padahal mereka terancam.

Selain 26 sketsa, ada juga 40 sketsa dijual. Pengunjung bisa membeli sketsa dengan harga mulai Rp200.000-Rp700.000. Sebanyak 40% hasil penjualan sketsa akan didonasikan kepada perempuan Rembang yang bertahan di tenda perjuangan, 10% buat Walhi.”Pameran ini juga diselenggarakan di Semarang. Saat mendekati putusan PTUN.”

Khalisah Khalid dari Walhi Nasional mengatakan pameran sketsa ini bentuk solidaritas kepada perjuangan para perempuan Rembang. “Ini pesan solidaritas mendukung perjuangan ibu-ibu dan petani di Rembang yang mempertahankan tanah dan air.”

Nur Hidayati,  Kepala Advokasi Walhi Nasional mengatakan, Walhi sejak lama prihatin terhadap kejadian bencana ekologis. Meski beberapa kali mendesak pada pemerintah untuk  mengubah paradigma pembangunan, namun tidak digubris.

“Masyarakat Rembang sangat tergantung gunung. Mereka terancam karena pembangunan pabrik semen. Mereka bukan hanya berjuang untuk hak atas tanah, juga hak hidup,” katanya.

Ancaman pembangunan pabrik semen tidak  hanya di Rembang, juga di daerah lain seperti Pati, Sulawesi Selatan, sepanjang Bukit Barisan Sumatera dan lain-lain.”Sebenarnya  pemerintah sudah temukan proses Amdal buruk. Namun masyarakat  yang berjuang lestarikan alam dan ekosistem justru menderita kekerasan aparat.”

Masyarakat sudah beberapa kali menuntut hak. Kunjungan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komnas HAM dan instansi lain. Gugatan pengadilan juga ditempuh. Namun, hingga kini belum ada titik terang bagi penyelamatan pegunungan Kendeng di Rembang.

“Kami berharap pesan solidaritas ini bisa disampaikan ke khalayak.  Kita tidak bisa berharap pemerintah. Harus ajak masyarakat luas.”

Para perempuan pejuang Rembang, yang hadir semua mengapresiasi pameran sketsa ini.  Sukinah warga Rembang mengatakan, sudah 273 hari para perempuan bertahan di tenda dan akan terus dilakukan hingga pembangunan pabrik semen batal.

Gunung Kendeng, katanya, surga petani. Ia lahan bertani dan sumber air. Mereka bertekad  mempertahankan gunung agar tetap hijau dan lestari.

“Ibu pertiwi adalah perempuan yang sangat peduli sama anak. Ditanam apa saja jadi subur. Jadi kami harus pertahankan gunung dan lingkungan. Meski kami diintimidasi TNI dan polisi,” katanya.

Saat ini, pembangunan pabrik semen baru tahap konstruksi tetapi sudah mengganggu. “Konflik dengan masyarakat terjadi. Dulu kami rukun. Truk lalu lalang juga mengganggu karena debu.”

Andreas Iswinarto, pelukis sketsa (berbaju hitam) bersama para ibu-ibu Rembang. Foto: Indra Nugraha
Andreas Iswinarto, pelukis sketsa (berbaju hitam) bersama para ibu-ibu Rembang. Foto: Indra Nugraha

Tiem, warga Desa Larangan, Pati,  juga berkomentar. Saat ini Pati sudah keluar izin bupati untuk pendirian pabrik semen. Warga juga menolak keras.

“Warga menggugat supaya izin dicabut. Selama kita aksi di kabupaten,  bupati tak berani temui warga. Ajudan atau sekretaris juga tak berani.”  Di Pati, pembangunan pabrik semen masih rencana. Namun warga tak mau lengah dan kejadian seperti Rembang.

Senada dengan Ngatemi, pejuang perempuan Rembang. Dia mengatakan, meski pemerintah belum menghiraukan tuntutan warga, mereka akan terus berjuang.”Kami minta dukungan. Minta pertolongan semua pihak agar mengerti posisi kami sebagai rakyat kecil sebagai petani. Jawa Tengah lumbung padi. Kenapa harus ada pertambangan di pegunungan kendeng?”

Laporkan hakim ke KY

Sehari sebelum itu, Senin (16/3/15), para ibu-ibu petani Rembang ini bersama Walhi dan lembaga lain mendatangi Komisi Yudisial. Mereka melaporkan sikap hakim yang dinilai mencurigakan.

Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Eksekutif Nasional,Muhnur Satyahaprabu mengatakan, sidang PTUN Semarang sampai pada keterangan ahli. “Satu fakta tidak bisa dianggap remeh adalah kondisi hakim cenderung tidak netral. Sangat subyektif. Maka kami melaporkan tindakan tidak profesional hakim ke Komisi Yudisial,” katanya.

Dia menceritakan, salah satu hakim anggota berperilaku menyalahkan saksi yang hadir di pengadilan. “Jadi saksi kita sekretaris desa tidak mengetahui pembangunan pabrik semen malah disalahkan hakim. Hakim malah mengatakan itu salahmu. Bukan salah pabrik semen. Harusnya saksi bertanya.”

Menurut Muhnur, tanggapan KY positif. Laporan warga sudah lama ditunggu. KY berjanji menindaklanjuti dan mengawasi ketat hakim PTUN Semarang yang menangani perkara ini.

Terkait Amdal perusahaan, di persidangan terungkap bahwa Semen indonesia memanipulasi sosialisasi. Kegiatan diklaim sosialisasi ternyata pembagian sembako dan sejadah menjelang Lebaran. Hal itu terlihat dari foto-foto di persidangan.

“Itu sosialisasi tidak jujur dan tidak konstruktif. Sosialisasi soal dampak lingkungan pembangunan pabrik semen tidak pernah dilakukan. Hanya soal dibuka lapangan pekerjaan,” katanya.

Mereka juga ke KPK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Laporan ke KPK dibuat karena ada dugaan korupsi penerbitan izin pembangunan pabrik semen. Izin terbit enam bulan menjelang pemilihan gubernur.

“Patut diduga ada keterlibatan kuat antara penerbitan izin dan kebutuhan uang kampanye. Ada  kemungkinan keterlibatan orang partai dan gubernur dalam proses lelang proyek. Itu masih dugaan. Maka kami meminta KPK untuk serius mengusut itu,” kata Muhnur.

DI KLHK, mereka kembali mengadukan sebagian besar kawasan pabrik semen masuk kawasan hutan. Muhnur meminta KLHK setop pembangunan di kawasan hutan. “Kondisi lingkungan harus diperhatikan. Sebab Pegunungan Kendeng menyuplai air bagi 600.000 jiwa lebih di lima kabupaten. Jika pembangunan terus dipaksakan, mengancam banyak orang.”

Di KLHK,  mereka diterima tim pengaduan konflik yang baru beberapa waktu lalu terbentuk. “Kami memasukkan kasus ke sana dan berharap jadi fokus perhatian mereka. Mereka berjanji akan mempelajari kasus ini.”

Perusahaan semen mempunyai dua argumentasi yang sering disampaikan. Pertama, kebutuhan semen untuk pembangunan infrastruktur. Kedua, pertambangan semen di Jawa tidak melanggar UU. “Itu jelas sangat keliru.Pertambangam semen tidak melanggar selama berada di luar kawasan karst. Ini sesuai aturan tata ruang bahwa karst itu dilindungi dan tidak boleh ada pertambangan. Karst pasti batu gamping. Sampai saat ini batu gamping adalah satu-satunya bahan baku semen. Artinya pembangunan pabrik semen pasti merusak karst.”

Sketsa perjuangan para perempuan Rembang karya Andreas Iswinarto. Foto: dari Facebook Andreas Iswinarto
Sketsa perjuangan para perempuan Rembang karya Andreas Iswinarto. Foto: dari Facebook Andreas Iswinarto
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,