Ide Cerdas. Kurangi Limbah, Warga Gagas Pendirian Rumah Berbahan Baku Botol Plastik

Awalnya pusing dengan masalah limbah plastik yang selalu mengotori pantai Pasir Panjang di Kota Bengkulu, sekumpulan warga masyarakat kemudian memiliki ide cerdas yaitu memanfaatkan botol-botol plastik yang ada di pantai untuk membangun dan merenovasi rumah warga. Selain berguna mengurangi limbah, gerakan membangun rumah dari botol plastik (bottle brick) ini pun turut membantu kelompok warga miskin. Bagaimana cerita selengkapnya?

Dengan tagline “Gerakan Bersama: Satu Botolmu, Untuk Rumah Impianku”  kelompok masyarakat di Kelurahan Sumur Meleleh, Kota Bengkulu yang diinisiasi oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Rafflesia menggagas pendirian rumah dari botol plastik yang dikumpulkan di pantai Pasir Panjang Bengkulu. Gerakan ini merencanakan untuk merenovasi 11 rumah warga, masing-masing berukuran 6 x 6 meter persegi.

“Siapa yang lebih duluan memiliki botol sesuai jumlah yang dibutuhkan, rumahnya yang lebih dulu dibenahi. Kalau saya, baru sekitar 1.500-an botol yang terkumpul,” ujar Roynelwan Cintari, Sekretaris BKM Rafflesia, yang juga merupakan salah satu dari warga yang rumahnya akan direnovasi. Selain rumah Roynelwan terdapat 10 rumah warga lain yang menjadi target renovasi.

Untuk membangun sebuah rumah, jumlah botol plastik yang dibutuhkan diperkirakan sekitar 9.000. Jenis botol plastik yang dibutuhkan adalah botol plastik minuman berkarbonasi berukuran 1,5 liter dan air mineral ukuran 600 mililiter. Botol yang dibutuhkan harus lengkap dengan tutupnya.

“Botol akan diisi dengan tanah liat atau pasir. Pengisiannya hingga penuh dan padat, lalu ditutup. Botol berisi tanah liat atau pasir menjadi pengganti batu bata. Sewaktu dibangun, botol yang satu dengan yang lain akan diikat atau dianyam menggunakan kawat,” terang Roynelwan (21/03).

Menurut Roynelwan, kehadiran gerakan yang didukung tim Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) PNPM Mandiri Perkotaan ini amat berkontribusi mengurangi sampah botol plastik di pinggir pantai kawasan Kelurahan Sumur Meleleh dan sekitarnya. Tak hanya warga setempat, pemilik usaha kuliner di Kelurahan Sumur Meleleh dan sekitarnya juga memberikan botol plastik. “Secara perlahan, permasalahan botol plastik di lingkungan kami sudah mulai teratasi.”

Rumah bottle-brick yang dibuat oleh arsitek dari Bolivia, Inggrids. Sumber:
Inilah hasil akhir rumah bottle-brick di Amerika Latin yang dibuat oleh arsitek dari Bolivia, Inggrid Vaca Diez. Sumber: Greendiary.com
material botol plastik
Dalam pengerjaan rumah, botol plastik diisi dengan tanah atau pasir dan saling diikat dengan tali ataupun kawat. Sumber: instructables.com

Fasilitator PLPBK Ida Rupaida Umar, yang menemani Roynelwan menambahkan, manajemen dua hotel juga telah bersedia menyumbangkan botol seminggu sekali. Selain itu, empat sekolah juga bersedia membantu dengan menggugah setiap siswanya untuk menyumbangkan dua buah botol setiap bulan. “Kami juga sedang membangun kerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan kajian-kajian lebih detail dan mendalam. Kami berharap gerakan ini bisa berhasil dilakukan, sehingga bisa menular ke kelurahan lainnya.”

Terpisah, Anggota Ikatan Arsitek Indonesia cabang Bengkulu Apriandi mengapresiasi kemunculan gerakan tersebut. Sehingga, permasalahan sampah botol plastik dapat diatasi. Namun, dia menyarankan agar dilakukan pengujian terlebih dahulu.

“Inisiatif membangun rumah menggunakan material dari botol itu memang sudah sejak lama dilakukan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, salah satunya rumah Walikota Bandung Ridwan Kamil. Namun tetap perlu diuji.” Pengujian yang dimaksud, sambung Apriandi, menyangkut kekuatan dan ketahanan fisik bangunan terkait kondisi iklim atau cuaca. Apalagi Bengkulu termasuk daerah rawan gempa.

“Secara teoritis, membangun rumah menggunakan sampah botol plastik itu bisa masuk dalam kajian arsitektur bioklimatis atau hijau. Namun hendaknya tidak hanya menitikberatkan aspek reuse semata, tapi juga aspek lainnya. Seperti sirkulasi, pencahayaan dan suhu ruangan, ketahanan dan keamanan bangunan.”

Di luar negeri, teknologi pembangunan rumah dari botol plastik (bottle brick), sudah dicobakan di beberapa negara berkembang diantaranya India, Bolivia, Argentina dan Nigeria. Seperti dikutip dari situs visualnews.com, para pengembang mengklaim bahwa bahan baku bottle brick lebih kuat 20 kali ketimbang bahan bangunan konvensional. Sedangkan biaya pembangunan rumah ini hanya sepertiga dari dari biaya pada lazimnya.

Mengutip pernyataan Yahaya Ahmed, Koordinator Proyek Development Association for Renewable Energies (DARE), sebuah NGO di Nigeria dalam BBC News, maka terdapat keuntungan lain dari rumah bottle brick diantaranya tahan api, tahan peluru, dan tahan gempa bumi. Bahkan suhu di dalam ruang cukup sejuk bagi kawasan tropis.

Rumah akan dipugar
Rumah Roynelwan saat ini, dia berharap rumahnya akan dipugar dengan memanfaatkan botol plastik. Foto: Dedek Hendry

Bank Sampah

Selain gerakan rumah dari botol plastik, inisiatif lain untuk mengurangi dan menanggulangi permasalahan sampah Kota Bengkulu dilakukan 20 mahasiswa Universitas Bengkulu dengan membentuk komunitas Bank Sampah Green Action Economies (Grace) yang didirikan sejak Februari 2015 lalu.

“Sudah ada 20 nasabah,” tutur Novrian Carnegie, Direktur Grace (22/3). Menurutnya inisiatif ini diharap dapat mengubah cara pikir masyarakat terhadap sampah. Bila selama ini masyarakat mengganggp sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan bernilai, dengan bank sampah diharapkan anggapan tersebut pun ditinggalkan. Masyarakat pun akan beralih mengelola sampah menggunakan prinsip reduce, reuse dan recycle.

Untuk menjadi nasabahnya cukup mendaftar dengan membawa fotocopy kartu tanda penduduk. Selanjutnya, nasabah akan diberikan buku tabungan sebagai bukti transaksi yang dilakukan. “Kalau nasabah bank komersial datang membawa uang, kalau nasabah bank sampah membawa sampah. Sampah ditimbang dan ditaksir harganya. Jumlah taksiran kemudian dicatat dalam buku tabungan,” tutur Novrian yang juga mahasiswa semester 4 Fakultas Teknik Mesin Universitas Bengkulu.

“Untuk sementara ini, sampah yang paling banyak dibawa nasabah adalah botol plastik dan kardus.” Limbah plastik dihargai bervariasi per kilogramnya, contohnya botol plastik dihargai 1.300 rupiah dan gelas plastik 2.000 rupiah.

Uang yang ditabung bisa diambil nasabah bila saldo minimal yang dimiliki 25.000 rupiah. Sedangkan saldo minimal yang harus tersisa adalah 5.000 rupiah. Bank sampah Grace juga menyediakan program simpan pinjam tanpa dipungut bunga. Jumlah uang yang dipinjam maksimal 3 kali dari jumlah rata-rata tabungan selama 1 bulan. “Misalnya, satu bulan rata-rata nasabah A menabung 50.000 rupiah, dia dapat meminjam maksimal 150.000 rupiah,” kata Novrian.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,