,

Inilah Katak Terbang yang Menakjubkan

Tak semua orang menyukai katak, atau setidaknya memilih menjauhinya. Sebagian orang geli atau jijik dengan makhluk amfibi ini, bahkan sebagian orang akan merasa takut bila berdekatan dengannya. Spesies katak yang ini tentu akan membuat mereka lebih ‘ngeri’ bila bertemu, karena katak ini… bisa terbang!  Ya, inilah Katak Pohon Terbang.

Katak Pohon Terbang (Rhacophorus pardalis) adalah ‘katak terbang’ yang masih bisa ditemukan di hutan primer dan sekunder di berbagai tempat di Asia Tenggara. Katak ini tentu saja tidak benar-benar terbang, melainkan meluncur layaknya terbang. Katak ini tergolong cukup besar untuk ukuran katak pohon, ukuran katak jantan dewasa sekitar 50 mm, sedangkan yang betina sepanjang 60-70 mm.

Ukuran yang cukup besar, tangan dan kaki yang jari-jarinya yang saling terhubung lewat semacam sirip berwarna merah terang, garis kuning di tubuhnya yang dihiasai titik-titik hitam, membuat katak pohon terbang Kalimantan ini cukup mudah untuk diidentifikasi.

Untuk menjaga kulitnya tetap lembab, habitat katak ini memang di daerah yang memiliki kelembaban tinggi atau di mana ada banyak air, biasanya di daerah yang cukup hangat. Sirip yang menghubungkan jari-jari di tangan dan kakinya memungkinkannya meluncur dari pohon ke pohon hingga mencapai jarak 15 meter. Selaput di antara jari-jari di tangan dan kakinya mampu menghasilkan daya ungkit selama meluncur.

Borneo red flying frog gliding, Rhacophorus pardalis,  © Sabah, Borneo
Rhacophorus pardalis dalam gerakan meluncur. Foto ©: www.lanting.com

Katak ini menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon, dan hanya turun ke tanah untuk bertelur. Karena hal tersebut, belum banyak yang diketahui tentang kebiasaan katak ini. Populasi spesies katak ini tersebar di Sumatera (termasuk Siberut dan Sipora), Kalimantan (Indonesia, Malaysia, Brunei), dan Filipina (Mindanao, Negros, Bohol dan Luzon ).

Oleh IUCN, katak terbang ini dimasukkan dalam kategori “Least Concerned” karena distribusnya yang luas, kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan, serta populasinya yang besar. Namun, IUCN mengingatkan bahwa deforestasi telah menyebabkan populasinya cenderung menurun, apalagi katak ini menghabiskan waktunya di pohon-pohon tinggi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,