,

Menteri Siti Minta Daerah Lindungi Masyarakat Adat

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menegaskan, seluruh pemegang kebijakan baik kabupaten dan kota serta provinsi, harus bisa mengakomodir dan melindungi masyarakat adat yang menjaga hutan dengan kearifan lokal mereka.

Dia mengatakan, soal konflik wilayah adat, dengan perusahaan di kawasan hutan, sudah mulai mereka tangani. Terlebih, ada keputusan Mahkamah Konstitusi hutan adat bukan lagi hutan negara.

Saat ini, katanya, KLHK masih konsolidasi,  mengumpulkan dan memperbaiki data, agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Termasuk, keputusan mana wilayah hutan adat dan bukan.

Sejak di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dia sudah menerima masukan mengenai lokasi hutan adat. Terbanyak, dari wilayah timur, yaitu Maluku Utara, Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan). Lalu Riau, Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. “Pemerintah kabupaten, kota dan provinsi harus mengecek dan menginventarisir ulang. Sesuai aturan, jika kurun waktu dua tahun tidak diselesai, usulan masyarakat adat harus diulang lagi,” katanya dalam monitoring dan evaluasi gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam Indonesia, oleh KPK  di Medan, Selasa-Rabu (24-25/3/15).

Di Sumut, saat ini fokus menangani sejumlah konflik hutan adat, salah satu di Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

“Sedapat mungkin, jika buat kepentingan masyarakat, harus kita lakukan. Ini perlu keseriusan semua pihak agar tanah ulayat bisa terjaga,” ucap Siti.

KLHK, katanya, telah selesai menetapkan tata batas areal kerja TPL. Namun,  masih ada konflik hutan adat masuk wilayah perusahaan.  Dalam waktu dekat, katanya, akan turun tim kerja Direktorat Jendral Bina Usaha Kehutanan, untuk menghitung dan membahas lebih lanjut soal hutan adat ini. Termasuk, mengecek tata ruang yang belum selesai dan menjadi persoalan tak hanya di Humbahas juga kabupaten lain.

Beberapa catatan, kata Siti, ada kebijakan alokasi wilayah kelola warga.  Jadi, bupati/walikota dan gubernur provinsi, bisa merealisasikan usulan masyarakat dalam baik hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat maupun hutan adat. Intinya, berkonsep pada keberpihakan pada masyarakat.

Review izin

Terkait eksplorasi perusahaan tambang dan perkebunan berizin namun di hutan lindung dan konservasi, KLHK sedang evaluasi ulang, dan perlu penyidikan lebih lanjut. Jika terbukti akan ditindak tegas, mulai peringatan keras, hingga pencabutan izin, bahkan proses hukum.

Pelaksana Tugas Ketua KPK, Taufiquerachman Ruki mengatakan, memang soal kehutanan dan pertambangan, banyak masalah. Sebenarnya, tidak terlalu sulit diselesaikan, jika stakeholder membuka diri dan berkomunikasi.

KPK, katanya, akan mengawasi masalah dan menelaah, apakah ada dugaan korupsi atau penyelewengan, bahkan penyalahgunaan jabatan dalam pemberian izin bagi perusahaan-perusahaan itu.

Data Direktorat Jenderal Planologi KLHK mengenai status izin pertambangan berdasarkan hasil overlay dengan peta kawasan hutan di empat provinsi Sumatera bagian Utara (Sumbagut), sampai 2014, ada empat perusahaan masuk hutan konservasi luas 31.316.12 hektar. Sedang masuk hutan lindung 65 perusahaan seluas 339.959.76 hektar.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,