,

Merindukan Rumah Aman bagi Orangutan “Unreleasable”

Strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2007-2017 menyatakan bahwa paling lambat semua orangutan yang berada di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya pada 2015. Realistiskah target tersebut?

Janmartin Sihite, CEO Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation), menuturkan bahwa sah saja kebijakan itu dibuat karena pastinya pemerintah telah memperhitungkan rencana besar itu dengan baik. Pemerintah, sebagai regulator, juga telah memikirkan matang-matang dimana tempat yang nyaman untuk pelepasliaran orangutan. Yang pastinya, akan ada pelibatan pihak swasta guna mendapatkan capaian tersebut.

Namun, Janmartin melanjutkan, yang perlu dipikirkan juga adalah bagaimana dengan nasib orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan (unreleasable) karena berbagai kondisi. Misalnya, karena mengidap penyakit, tubuhnya cacat, atau perilakunya tidak liar lagi karena terlalu lama dipelihara manusia. Haruskah orangutan unreleasable ini dilepaskan berbarengan dengan orangutan yang siap dilepasliarkan?

Jika orangutan unreleasable ini tetap dilepasliarkan tentunya akan mengganggu keseimbangan populasi orangutan di alam liar, baik dari segi kesehatan maupun perilaku, yang ditambah lagi ancaman perburuan. “Dipastikan, orangutan unreleasable ini tidak akan bertahan lama hidup di hutan karena selain tidak memiliki kemampuan bertahan hidup, ia juga tidak mampu berkompetisi untuk mencari pakan. Terlebih, melawan musuh alaminya di hutan,” paparnya, Rabu (1/4/2015).

Diperkirakan, saat ini terdapat 700 individu orangutan kalimantan yang berada di pusat rehabilitasi Yayasan BOS. Sekitar 500 individu berada di Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Tengah (Nyaru Menteng) dan 200 individu berada di Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Timur (Samboja Lestari). “Sekitar 10 persen dari total populasi ini merupakan orangutan unreleasable. Yayasan BOS, tidak ingin nasib mereka terus hidup di kandang hingga akhir hayatnya. Mengapa? Karena, mereka memang berhak hidup di hutan, rumah alaminya,” ujar Janmartin.

Pulau Salat Nusa secara keseluruhan yang berada di Kabupaten Pulau Pisau, Kalimantan Tengah.  Foto: Yayasan BOS
Pulau Salat Nusa secara keseluruhan yang berada di Kabupaten Pulau Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Yayasan BOS
Kawasan Badak Besar yang saat ini tengah diupayakan sebagai tempat pelepasliaran orangutan. Foto: Yayasan BOS
Kawasan Badak Besar yang tengah diupayakan sebagai tempat pelepasliaran orangutan. Foto: Yayasan BOS

Pulau Salat

Denny Kurniawan, Manajer Program Yayasan BOS Nyaru Menteng, menyatakan saat ini rumah nyaman bagi orangutan unreleasable dan juga yang siap lepas liar tengah diupayakan di kawasan Badak Besar dan Badak Kecil, Pulau Salat Nusa, Kabupaten Pulau Pisau, Kalimantan Tengah.

Denny menjelaskan wilayah ini dipilih karena jauh dari ancaman ekplorasi dan eksploitasi. Lahan yang dibutuhkan untuk program ini sekitar 655 hektar dari luas total Pulau Salat yang diperkirakan 3.419 hektar. Kawasan ini juga memiliki daya dukung ideal yang vegetasinya terpelihara baik, terisolasi air sungai sepanjang tahun, dan nyata-nyatanya tidak ditemukan populasi orangutan liar.

Yang terpenting adalah, Pemerintah Kabupaten Pulau Pisang bersama segenap masyarakat di Kecamatan Jabiren Raya mendukung wilayah mereka dijadikan kawasan konservasi orangutan. “Ganti rugi kebun warga berjalan lancar dan mereka menyambut baik langkah pelestarian orang utan,” paparnya.

Menurut Denny, target berikutnya adalah kawasan yang sebagiannya berada di delta Sungai Kahayan ini akan diusulkan menjadi kawasan ekosistem esensial yang kewenangannya berada di Pemerintah Kabupaten Pulau Pisau. Ini penting dilakukan mengingat, kawasan Badak Besar dan Badak Kecil merupakan ekosistem lahan basah yang memberikan jasa lingkungan seperti perlindungan air bersih (watershed protection) dan pengurangan risiko banjir. “Pengelolaannya tetap dilakukan bersama antara Yayasan BOS, Pemerintah Daerah Pulau Pisau, dan masyarakat setempat.”

Dukungan masyarakat diperlukan demi tercapainya program konservasi orangutan di Pulau Salat Nusa ini. Foto: Yayasan BOS
Dukungan masyarakat diperlukan demi tercapainya program konservasi orangutan di Pulau Salat Nusa ini. Foto: Yayasan BOS

Eddy Pratowo, Bupati Kabupaten Pulang Pisau, menegaskan bahwa Kabupaten Pulang Pisau memang mendukung upaya konservasi orangutan yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah. “Dukungan ini merupakan komitmen Kabupaten Pulau Pisau bahwa pembangunan dan perlindungan kawasan konservasi selaras dengan pembangunan nasional.”

Menurut Eddy, orangutan merupakan flag species penting Provinsi Kalimantan Tengah. Karena itu, keberadaannya harus dijaga dan kawasan yang tengah diupayakan sebagai habitat orangutan ini harus kita dukung bersama. “Bukan hanya untuk pelestarian orangutan tetapi juga bagi kelestarian hutan kita.”

Orangutan merupakan spesies ikonik Indonesia yang memiliki fungsi penting dalam menjaga ekosistem hutan. Salah satu perannya adalah menebarkan biji yang sangat membantu meregenerasi hutan. Melindungi orangutan berarti kita telah menjaga kehidupan satwa liar di alam, dan pastinya manusia dapat menikmati layanan ekologis yang bersumber dari hutan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,