,

Sembilan Buruh Harian PT. BPK Dipenjara, Warga Protes dengan Blokir Jalan Utama Perusahaan

Warga Desa Sungai Malaya, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, memblokir akses jalan utama menuju konsesi PT. Bumi Pratama Khatulistiwa (BPK), Rabu (1/4/2015). Aksi ini menuntut pembebasan sembilan buruh harian perusahaan sawit Wilmar Group itu yang dipenjarakan sejak Januari lalu.

Akibat pemblokiran akses jalan tersebut, aktivitas PT. BPK terlihat lumpuh. Hanya warga desa di sekitar konsesi yang bebas melintas. Sedangkan truk pengangkut sawit yang hendak masuk ke perusahaan, tertahan di jalanan.

“Kami tak bisa memaksakan diri melintasi portal yang dipasang warga. Lebih baik menunggu saja, sambil menunggu arahan pimpinan,” kata Udir (35), salah seorang sopir truk sawit dari Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak, ketika ditemui di Sungai Malaya.

Udir bersama dua rekannya sesama sopir truk pengangkut sawit, sejatinya akan masuk ke pabrik pengolahan sawit milik PT. BPK. Mereka membawa sekitar 20-an ton tandan buah segar (TBS) dari kebun milik PT. Hilton Duta Lestari di Kabupaten Landak. Perusahaan itu belum memiliki pabrik pengolahan sawit sendiri. Akhirnya, buah dari kebun dikirim ke pabrik milik PT. BPK di Kubu Raya untuk diolah.

“Kami tak ngerti apa persoalan di BPK sampai warga marah. Tapi, begitu masuk ke Sungai Malaya, kami ditegur pengendara kalau di depan ada buruh dan warga memblokir jalan,” jelas Udir.

Terkait untung rugi, warga Menjalin ini gamang sebelum menjawab. “Ya rugilah kalau tiga truk kami tak bisa masuk. Buah ini akan busuk jika tertahan sampai dua hari. Kerugiannya bisa sampai Rp20-an juta.”

Tokoh pemuda Desa Sungai Malaya, RWR Maulana M (42) mengatakan, pemblokiran jalan ini sesungguhnya tak perlu terjadi jika tuntutan buruh PT. BPK dipenuhi. “Warga ikut terlibat lantaran buruh perusahaan itu masih warga Sungai Malaya dan Sungai Enau,” katanya di lokasi pemblokiran.

Menurut Maulana, buruh harian hanya menuntut perusahaan membebaskan sembilan rekan mereka yang sudah jadi penghuni rumah tahanan Mempawah. Sekian lama ditunggu, perusahaan tak berniat menemui warga.

Kepala Kepolisian Sektor Ambawang, AKP Sudyono Warto mengatakan, sedari awal pihaknya sudah memberi masukan kepada kedua belah pihak. “Mulai dari pemeriksaan sampai sebelum berkasnya ke tahapan P-21. Tapi, semua terpulang kedua belah pihak. Kini, pihak kejaksaan yang berwenang,” ucapnya melalui SMS.

Pada 14 Mei 2013, masyarakat pernah melakukan pemblokiran juga ke jalan masuk PT. BPK terkait keberadaan perusahaan sawit tersebut yang dianggap warga sebagai biang bencana lingkungan yaitu menyumbang debu saat kemarau dan mengundang banjir kala penghujan. Foto: Andi Fachrizal

Pembayaran upah harian telat

Berdasarkan keterangan warga, kasus ini dipicu ulah manajemen PT. BPK yang telat membayar upah harian pekerja. Buruh hanya diberi peluang kerja empat hari seminggu dengan upah Rp65 ribu per hari. Idealnya, pembayaran dilakukan sekali dalam 15 hari.

Namun,proses pembayaran ini kerap telat. Bahkan, bisa molor seminggu. Di sisi lain, perusahaan tidak juga menyiapkan koperasi sebagai sarana kas bon sembako.

“Gaji buruh ini kan pas-pasan buat makan. Itu pun telat dibayar. Ujung-ujungnya, utang sana sini. Habislah kesabaran itu dan mereka unjuk rasa di Kantor BPK,” urai Maulana.

Namun, sambungnya, dalam aksi itu, mungkin ada salah seorang buruh yang melempar batu dan mengenai kaca kantor hingga pecah. Mereka yang terekam kamera akhirnya ditangkap. Kendati, belum tentu pelakunya adalah mereka yang kini sudah mendekam di rumah tahanan.

Warga juga membeberkan sembilan nama buruh harian yang ditahan itu. Mereka adalah Zahri bin Satuma, Martinus Ahon, Nurali, Aswar, Munir, Maryuki, Musari, Lidiun, dan Andre. “Kasus yang dituduhkan sesuai BAP, pengeroyokan dan perusakan. Mana ada pengeroyokan. Siapa yang dikeroyok? Korbannya tak ada,” tukas Maulana.

Kondisi perkebunan PT. BPK yang didemo warga terkait sembilan buruh harian yang dipenjara sejak Januari lalu. Foto: Rahmadi Rahmad
Kondisi perkebunan PT. BPK yang didemo warga terkait sembilan buruh harian yang dipenjara sejak Januari lalu. Foto: Rahmadi Rahmad

Maulana juga menuding aparat Kepolisian Sektor Ambawang dan TNI masih pro ke manajemen perusahaan. “Mereka yang memicu kemarahan. Buruh demo, oknum TNI itu yang ambil pentungan dan mengeluarkan kata-kata rasis,” ucapnya.

Pihaknya, kata Maulana, meminta Pangdam XII/Tanjungpura dan Kapolda Kalbar menarik oknum anggota yang masih bercokol di konsesi PT. BPK.

Buruh juga mendesak manajemen perusahaan segera menanggapi tuntutan mereka. Jika tidak direspon, semua buruh PT. BPK akan mogok kerja terhitung 4 April 2015.

Hingga berita ini diturunkan, Mongabay Indonesia belum berhasil mongkonfirmasi  PT. BPK. Berdasarkan pantauan, selama aksi blokir jalan berlangsung, suasana kantor anak perusahaan Wilmar Group di Sungai Ambawang ini sepi.

Hanya ada sekelompok aparat yang duduk di teras mess eksekutif perusahaan. Salah seorangnya menggunakan kostum loreng menyerupai tentara. Sebagian lagi mengenakan seragam mirip polisi dan satpam.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,