Upaya Para Ilmuwan Membangkitkan Gajah Purba dari Tidur Panjangnya

Tampaknya apa yang dua dekade lalu pernah ditampilkan dalam film science-fiction Jurassic Park akan semakin mendekati kenyataan. Dalam film tersebut, para peneliti berhasil membangkitkan kembali hewan-hewan purba yang sudah punah dengan mengambil DNA mereka. Saat ini, para peneliti coba membangkitkan mammoth dari tidur panjangnya, agar spesies karismatik ini dapat kembali dihadirkan dalam dunia modern kontemporer.

Anda pasti mengenal Mammoth (Mammuthus primigenius), atau setidaknya pernah melihat gambarnya. Inilah gajah purba berbulu tebal yang hidup sejak 5 juta tahun lalu, dan diperkirakan mengalami kepunahan total sekitar sepuluh hingga limaribu tahun yang lalu. Kepunahan mammoth dipercaya akibat perburuan oleh nenek moyang manusia, -spesies yang sejak kehadirannya di muka bumi paling banyak membuat kepunahan spesies lain, dan berubahnya lingkungan tempat hidupnya. Habitat gajah purba ini berada di Asia Utara, Siberia, Eropa, dan Amerika Utara.

Mammoth dikenal dengan ukuran tubuhnya cukup besar, berat badannya mencapai 12 ton, dan panjang gadingnya sekitar 3,3 meter. Mammoth memiliki tinggi sekitar 3 meter, dan “hidup” berdampingan dengan manusia purba yang memburu mereka untuk dimakan daging dan menggunakan kulit tebal mammoth sebagai bahan penghangat tubuh.

Karena rambut tebalnya, mammoth pun disebut sebagai woolly elephant atau gajah berbulu tebal karena mempunyai bulu yang sangat tebal untuk melindungi tubuhnya dari suhu dingin yang ekstrim.

Meski satwa ini telah lama punah, para ilmuwan meyakini bahwa mammoth dapat kembali ‘dibangkitkan dari kuburnya’ (de-extinction). Ilmuwan dari Universitas Harvard (AS) mengatakan bahwa kini ada langkah maju untuk menghidupkan lagi gajah prasejarah berbulu tebal tersebut. Profesor Genetik Harvard, George Church menyebut metode ini sebagai “Crispr“, yang memungkinkan ilmuwan melakukan penyuntingan genom secara presisi pada DNA mammoth.

Para peneliti di Harvard mengobservasi DNA Mammoth selama sekian lama sehingga berhasil memisahkan gen mammoth, lalu membuat salinan dari 14 gen dan menyusupkannya ke dalam kode genetik gajah modern.

Perbedaan genom dari dua spesies gajah purba dan modern ini hanya berbeda 0,6 persen (sebagai perbandingan manusia dan simpanse memiliki perbedaan genom sekitar 1 persen). Melalui identifikasi dan rekayasa genetik, maka peluang untuk menulis ulang genom mammoth secara teknis dapat dilakukan.

“Kami sekarang memiliki banyak gen mammoth, namun belum bisa dipublikasikan dalam jurnal ilmiah karena masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan,” imbuh Church. “Prioritas kami pada gen Mammoth yang mengatur untuk bertahan pada suhu dingin, mengatur bulu, ukuran telinga, lemak, serta terutama hemoglobin,” papar Church seperti dinukil dari The Sunday Times.

ghghghg
Perbandingan tinggi tubuh manusia dengan mammoth. Sumber: prehistoric-wildlife.com

Sebelumnya, ide untuk menghidupkan mammoth telah diupayakan selama satu dekade lebih lewat metode kloning sel oleh peneliti Jepang Akira Iritani, dan koleganya dari Jepang dan Rusia. Berbeda dengan pendekatan ilmuwan dari Harvard, tim ini bekerja dengan mencari jaringan dari spesimen mammoth beku yang ditemukan dari dataran Siberia yang selalu tertutup lapisan es. Tim ini mengklaim telah menemukan potongan paha mammoth yang “masih baik” dan dapat digunakan untuk tujuan proses kloning.

Secara terpisah, upaya mirip Iritani, dilakukan pula oleh tim ilmuwan Korea Selatan, yang dipimpin oleh Hwang Woo Suk.

Pilihan untuk mengkreasikan ulang DNA mammoth dari awal ini sangatlah sulit, karena dibutuhkan keberuntungan untuk menemukan gen spesimen mammoth yang baik. Upaya ini, karena berbagai faktor, termasuk menemukan spesimen utuh yang selamat melewati masa ribuan tahun, menjadi pekerjaan yang teramat sulit. Kesulitan ini kemudian mendorong para peneliti melakukan pendekatan berbeda, yaitu daripada menggunakan materi awal dari DNA mammoth, para peneliti coba melakukan salin ulang DNA mammoth berbahan DNA gajah afrika.

Upaya untuk membangkitkan spesies yang telah punah tidak lepas dari sejumlah kritik. Ahli DNA hewan purba Alex Greenwood, menyebutkan alih-alih memberi prioritas pada hewan yang telah punah selama ribuan tahun, upaya serupa seharusnya diarahkan untuk mempertahankan satwa yang saat ini terancam kepunahan.

Sebaliknya para ilmuwan yang pro dengan proyek ini, menganggap keberhasilan ini akan membuka revolusi bidang sains, termasuk memulai proyek konservasi genom terhadap spesies lain yang telah terancam punah, seperti badak sumatera yang saat ini terancam di habitat alam bebasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,