,

Melihat Jejak Tongkang Batubara di Sungai Musi

Sumatera Selatan diperkirakan memiliki potensi batubara mencapai 16,96 miliar ton atau 60% dari cadangan batubara nasional dengan kandungan kalori antara 4800-5400 Kcal/kg. Saat ini, cadangan barubaranya baru dikelola oleh PT. Bukit Asam dan PT. Bukit Kendi di Kabupaten Muara Enim. Sementara kandungan sebanyak 13,07 miliar ton belum dikelola sama sekali.

Hingga awal 2014, tercatat, luasan konsensi penambangan batubara di Sumatera Selatan mencapai 2,7 juta hektar dari luasan Sumatera Selatan sekitar 8,9 juta hektar. Rinciannya adalah, sekitar 801.160 hektar berada di kawasan hutan, 6.293 hektar berada di hutan konservasi, 67.298 hektar di hutan lindung, serta 727.569 hektar berada di hutan produksi. Sisanya, 1.985.862 hektar berada di areal penggunaan lain.

Selama tujuh tahun terakhir, berbagai angkutan batubara, kecuali kereta api yang sudah berlangsung sejak masa kolonial Belanda, mengangkut batubara dari lokasi konsensi yang sebagian besar sebelumnya merupakan perkebunan. Angkutan yang digunakan selain truk adalah kapal tongkang.

Angkutan batubara berupa truk sudah mendapat reaksi dari masyarakat dan pemerintah. Selain menyebabkan kerusakan jalan umum, pencemaran udara, angkutan truk batubara ini menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa.

Salah satu operasi tambang batubara di sekitar Gunung Serelo yang pengangkutannya menggunakan truk. Foto: Muhammad Hairul Sobri
Angkutan batubara yang menggunakan kereta api. Foto: Rahmadi Rahmad
Angkutan batubara yang menggunakan kereta api. Foto: Rahmadi Rahmad

Yang tidak banyak tersorot adalah angkutan batubara yang menggunakan kapal tongkang. Angkutan ini berlangsung di Sungai Musi, sungai yang mencapai 750 kilometer panjangnya. Pengangkutan batubara menggunakan kapal tongkang ini berlangsung dari sejumlah dermaga batubara di Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, Muarenim, dan Palembang.

Berdasarkan telaah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Sumatera Selatan hingga 2014 terdapat 359 izin usaha pertambangan (IUP). Dari jumlah tersebut, 31 pelaku usaha tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Data Direktorat Jenderal Pajak (April 2014) pun menyebutkan, dari 241 wajib pajak, hanya 18 yang melakukan pelaporan penghitungan pajak.

Anwar Sadat, Ketua For Batu (Forum Masyarakat Pemantau Batubara), dengan tegas meminta semua aktivitas penambangan batubara dihentikan sementara. “Aktivitas dilakukan kembali setelah tata kelola hutan selesai, audit lingkungan terhadap perusahaan penambangan batubara, serta adanya kejelasan pembagian keuntungan bagi masyarakat sekitar penambangan,” katanya.

Saat ini, kata Sadat, lantaran tidak adanya jalan khusus batubara di Sumatera Selatan, banyak jalan umum yang rusak dan menimbulkan kecelakaan. “Jika Sungai Musi terus digunakan sebagai angkutan batubara, bukan tidak mungkin batubara yang terjatuh saat diangkut akan memengaruhi kualitas mutu airnya,” ujar Sekjen Serikat Petani Sriwijaya (SPS) ini.

Dalam perjalanan saya menyusuri Sungai Musi pada Senin (30/03/2015) lalu, dari bawah Jembatan Musi II menuju Desa Muara Air Hitam, Kelurahan Pulokerto, sebuah desa yang berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin, kensunyian alam dan kesederhanaan masyarakat tepian Sungai Musi, terlihat “mengecil” bila dibandingkan dengan keberadaan puluhan kapal tongkang yang berjalan atau tengah diisi batubara di sejumlah dermaga.

Pengangkutan batubara menggunakan kapal tongkang. Sekitar 2,7 juta hektar lahan di Sumsel dijadikan lokasi konsensi batubara. Foto: Herwin Meidison
Pengangkutan batubara menggunakan kapal tongkang. Sekitar 2,7 juta hektar lahan di Sumsel dijadikan lokasi konsensi batubara. Foto: Herwin Meidison
Sungai Musi setiap hari merasakan beban ribuan ton batubara yang diangkut dengan kapal tongkang. Foto: Herwin Meidison
Sungai Musi setiap hari merasakan beban ribuan ton batubara yang diangkut dengan kapal tongkang. Foto: Herwin Meidison
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,