,

Danau Limboto dan Sejarah Bangsa yang Terlupakan (bagian – 2)

Sore yang terik di awal April 2015. Miman Adam duduk sendirian di Museum Soekarno. Foto-foto Soekarno yang garang dalam berorasi itu terpajang di dinding bercat putih yang seolah memandang dirinya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara dua remaja putri.

“Om, boleh torang (kami) foto di museum ini?”

“Boleh, boleh. Silahkan.”

Miman membiarkan remaja itu berpose dengan latar Soekarno. Ia keluar dari museum dan menuju mulut Danau Limboto. Miman adalah penjaga Museum Soekarno yang letaknya di Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Ia baru menjabat sebagai penjaga museum kurang lebih lima tahun, melanjutkan tugas ayahnya, Hiko Adam, sebagai penjaga museum yang meninggal pada tahun 2012.

Dengan tugas sebagai penjaga museum, berarti ia juga berstatus sebagai tenaga honor pada Dinas Perhubungan dan Pariwisata Provinsi Gorontalo. Setiap bulannya, Miman menerima insentif Rp1,3 juta.

Museum ini, dulunya pelabuhan Danau Limboto. Berubah menjadi Museum Soekarno lantaran tahun 1950, presiden pertama Indonesia itu datang ke Gorontalo dengan menggunakan Pesawat Amphibi dan mendarat di danau. Enam tahun kemudian, untuk kali kedua Soekarno datang ke tempat yang sama. Dalam prasasti yang ditandatangani putrinya, Megawati, ketika menjabat presiden tahun 2002, ditulis bahwa kedatangan Soekarno untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Desa Iluta, di Danau Limboto.

“Sekarang, danau ini meluap kala musim hujan. Rumah-rumah tergenang. Saat kemarau, jadi daratan. Bahkan, danau ini jadi lapangan sepak bola,” kata Miman, sembari menunjuk sebuah perahu yang seperti terdampar di lumpur padat penuh eceng gondok.

Inilah Museum Soekarno yang berada di Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Foto: Christopel Paino
Inilah Museum Soekarno yang berada di Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Foto: Christopel Paino

Penyelamatan

Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya melakukan penyelamatan Danau Limboto. Rusli Habibie, Gubernur Gorontalo, dalam rilis yang dikirimkan kepada sejumlah media mengusulkan pengelolaan danau menjadi otonomi khusus dengan membentuk Otorita Danau Limboto. Otorita tersebut dikelola oleh pemerintah pusat. Badan ini diharapkan dapat menggabungkan semua kementerian atau lembaga untuk mengeroyok upaya revitalisasi dan penyelamatan danau yang kondisinya kian kritis.

Menurutnya, pembenahan Danau Limboto tidak cukup bila dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang tengah melakukan pengerukan dan revitalisasi danau. Masalah lingkungan dari hulu sungai, perikanan, pertanian dan pariwisata, perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.

“Perlu diingat, danau itu harus diselamatkan dari hulunya. Penghijauan harus dilakukan dari gunung hingga sekitar danau. Di situ, ada nelayan dan aneka biota ikan. Kita juga berharap danau ini menjadi destinasi wisata.”

Agar Danau Limboto terus mendapat perhatian pusat, Rusli Habibie kerap menemui Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla. Topiknya adalah usulan pembentukan Badan Otorita Danau Limboto, serta pembentukan Hutan Manunggal Gorontalo. Hutan Manunggal merupakan konsep penghijauan melibatkan TNI dan Polri yang menyasar penghijauan areal kritis danau serta di sekitar 23 hulu anak sungai yang mengairi danau tersebut. “Kami sudah sampaikan kepada presiden dan disambut baik. Menurut presiden, konsep ini bisa dijadikan contoh untuk daerah lain,” kata Rusli.

Terkai konsep Hutan Manunggal Gorontalo, ide tersebut telah disampaikan Rusli Habibie kepada Kepala Satuan Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ketika berada di Kantor Mabes TNI AD. Pemerintah Provinsi Gorontalo bersama TNI menindaklanjutinya dengan melakukan penandatangan kerja sama. TNI AD siap mengerahkan sumber daya untuk bisa mensukseskan program penyelamatan danau tersebut.

Perahu ini berada tepat di lokasi pendaratan pesawat Amphibi Soekarno. Sekarang, Danau Limboto sebagian besar telah ditutupi eceng gondok. Foto: Christopel Paino
Perahu ini berada tepat di lokasi pendaratan pesawat Amphibi Soekarno. Sekarang, Danau Limboto sebagian besar telah ditutupi eceng gondok. Foto: Christopel Paino

Pintu air

Akhir 2014, Pemerintah Gorontalo juga telah mencanangkan pembangunan pintu air Sungai Topodu yang terletak di bibir Danau Limboto. Pembangunan ini merupakan bagian dari revitalisasi danau. Selain untuk mengendalikan debit air saat musim kemarau, pintu air juga berfungsi  mencegah banjir yang disebabkan meluapnya Danau Limboto.

Hadir dalam pencanangan itu Kepala Balai Sungai Sulawesi Wilayah II, Valiansyah. Menurutnya, proyek revitalisasi danau menelan anggaran lebih kurang Rp 700 miliar yang bersumber dari Kementerian PU. Sekitar Rp 300 miliar sudah terserap.

“Untuk pembangunan pintu air ini, lebih kurang menghabiskan anggaran Rp 170 miliar. Dari pintu air akan dibangun kanal yang panjangnya 2 km ke arah Sungai Bulango. Harapannya, ketika banjir datang, airnya tidak meluap ke rumah warga.”

Valiansyah melanjutkan, Danau Limboto merupakan satu dari 15 danau kritis yang menjadi prioritas nasional untuk diselamatkan. “Selain pembangunan pintu air, proyek revitalisasi juga meliputi pengerukan sedimentasi serta pembangunan tanggul di pinggir danau,” paparnya.

Pintu air yang berada di bibir Danau Limboto. Foto: Christopel Paino
Pintu air yang berada di bibir Danau Limboto. Foto: Christopel Paino
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,