,

Kaka Slank: Ada Tambang, Pulau Bangka Bisa Hilang

Sejak awal, Kaka Slank, ikut mengkampanyekan penyelamatan Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dari ancaman tambang, lewat lagu, ikut aksi sampai petisi di Change.org.   Kaka ingin membuka mata pemerintah, bahwa, Bangka, lebih berharga menjadi obyek wisata daripada tambang. Kala, menjadi tambang, pulau ini terancam menghilang dari peta Indonesia.

Di Bangka, perusahaan mulai membangun infrastruktur, dari jalan, sampai mereklamasi pantai. Pulau Bangka sudah terkoyak. Pohon-pohon pelahan sirna dan air laut menguning, kotor dan keruh. Kemenangan gugatan warga sampai Mahkamah Agung, seakan tak berguna di negeri ini. Putusan hukum yang memerintahkan izin PT Migro Metal Perdana (MMP) dicabut, dilibas oleh pemerintah sendiri dengana mengeluarkan izin eksplorasi oleh pemerintah daerah sampai izin operasi produksi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kala Slankpun, kembali bersuara.

Pada jumpa pers di Jakarta (24/4/15), Kaka mengajak semua pihak memberikan dukungan demi nasib warga Bangka dan kelestarian lingkungan. “Mari dukung kelestarian lingkungan. Ayo selamatkan Pulau Bangka dari kekuatan tambang yang mematikan.”

Menurut Kaka, sebaiknya Bangka sebagai kawasan wisata nasional. “Tidak perlu tambang karena merugikan. Kalau selama ini perusahaan mengatakan tambang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat, hanyalah akal-akalan.”

Pada 2010, dia berkunjung ke Bangka melihat kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. “Saat datang ke Bangka, saya dapet cerita sejak dari nenek moyang mereka udah bisa hidup enak. Bahkan sekalipun makan ubi atau pisang, mereka bahagia. Ikan yang mereka tangkap sehari-hari segar-segar,” katanya.

Jadi, Bangka harus diselamatkan. Ancaman Pulau Bangka, katanya, bukan dongeng belaka. Kelak, kalau tambang beroperasi, bukan mustahil generasi mendatang ketika belajar di sekolah tak melihat Bangka lagi di peta. Bangka hilang…

Keindahan Pulau Bangka, Sulut, yang terkoyak kehadiran tambang. Foto: Save Bangka Island

Jon Haerani, warga Pulau Bangka yang datang ke Jakarta, memberikan kesaksian. Untuk memuluskan operasi, MMP sewenang-wenang mengambil tanah milik warga.  “Misal, bila tanah milik keluarga A seluas empat hektar akan dibeli, seluruh keluarga tidak diajak bicara. Bahkan kalau diajak bicara, mereka gunakan cara menekan, memaksa untuk menandatangani surat pembelian.”

Dia menilai, warga di sekitar pertambangan seakan tidak bisa berpikir panjang. Tanah-tanah warga menurut perusahaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Ibaratnya kami seperti binatang. Diperlakukan sangat tidak manusiawi. Mereka pikir kami hanya bisa diam,” kata Jon.

Jon menegaskan, demi kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup warga ke depan, tidak akan pernah mundur melawan kesewenang-wenangan perusahaan. “Biar ujung senapan sudah di depan kami tak akan mundur! Kami tidak akan biarkan tanah kami direbut!”

Pulau Bangka, Sulut, nasibmu kini…Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,