Predikat sebagai negara maritim yang memiliki garis pantai 95.181 km dan menjadikannya sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada sudah lama melekat kepada Indonesia. Namun, selama itu pula Indonesia masih belum bisa merapikan akurasi datanya tentang kelautan dan perikanan.
Salah satu yang hingga kini masih diperdebatkan adalah jumlah pulau yang ada di Nusantara. Selama ini, banyak yang menyebut jumlah pulau dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua adalah 17.500 pulau. Benarkah jumlahnya sebanyak itu?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di Jakarta, mengatakan, pulau yang ada di Indonesia hingga saat ini memang masih 17.500 pulau. Namun, jumlah tersebut berbeda dengan data yang dimiliki Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang memiliki data resmi 13.466 pulau.
‘’Kenapa bisa demikian? Karena memang data yang diberikan kepada PBB adalah data valid dan sudah bernama. Artinya, jumlah pulau yang dilaporkan ke PBB masing-masing sudah memiliki nama,’’ ujar Indroyono disela-sela pelepasan Ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi Sabang di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Kamis (07/05/2015) kemarin.
Indroyono menuturkan, setiap tahun PBB menggelar pertemuan yang membahas khusus tentang temuan dan kondisi pulau-pulau di setiap negara yang menjadi anggota. Dalam pertemuan tersebut akan dibahas pulau apa saja yang sudah bernama, letaknya pada lintang dan bujur berapa.
‘’Data tersebut akan dibahas secara mendetil dan karenanya setiap negara berpotensi memiliki jumlah yang berbeda setiap tahunnya,’’ kata dia.
Menurut Indroyono, data yang dikirim ke PBB disebut valid, karena tidak akan bisa lagi diubah atau direvisi jika memang ada kesalahan. Karenanya, meski jumlah sebenarnya ada 17.500 pulau, tapi yang dilaporkan ke PBB dan dinilai valid baru 13.466 pulau. Sementara sisanya, hingga saat ini masih belum dilaporkan karena belum memiiki nama.
‘’Itu yang harus segera diselesaikan. Penamaan pulau itu penting. Sebagian besar pulau tak bernama itu adalah pulau terluar yang seharusnya menjadi barikade pertahanan Indonesia dari negara lain,’’ ungkap Indroyono.
Untuk bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut, menurut dia, diperlukan penelitian yang cukup mendalam yang melibatkan para ilmuwan, birokrat pemerintahan dan stakeholder lain, agar proses penamaan pulau bisa berjalan lebih cepat.
‘’Walaupun sebenarnya tidak. Untuk memberi nama sebuah pulau itu prosesnya lama dan harus ada keterlibatan dengan warga lokal. Kita harus tahu sejarah pulau tersebut dari penduduk disana atau yang berdekatan dengan pulau tersebut jika memang tak berpenghuni,’’ jelasnya.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan anonim pulau, menurut Indroyono, adalah penelitian ekspedisi ke berbagai pulau tersebut. Termasuk, dengan melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang memiliki peran yang lembaga riset ilmu pengetahuan di Tanah Air.
‘’Saat ini ada 16 kapal riset dan survei di Indonesia. Diharapkan seluruhnya bisa difungsikan dengan maksimal untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di wilayah kelautan Indonesia. Karena sekarang penelitian melalui ekspedisi sudah menjadi program nasional, maka harusnya penamaan pulau bisa masuk tujuan segera,’’ tandas dia.
Selesaikan Kedaulatan Laut Nasional
Akan tetapi, walau mendesak untuk dilaksanakan penamaan pulau tak bernama, Indroyono menilai, langkah yang harus dilakukan Indonesia saat ini adalah menyelesaikan permasalahan kedaulatan maritim. Terutama, tentang batas laut Indonesia dengan negara tetangga.
‘’Kita berhak mengklaim ZEE (zona ekonomi eksklusif) kita adalah 350 mil dari garis pantai, tapi sekarang kan kenyataannya 250 mil. Untuk bisa mengklaim 350 mil, kita harus menyebutkan secara ilmiah dulu (alasannya),’’ papar Indroyono.
Alasan ilmiah harus dilakukan melalui riset ekspedisi kapal.’’Kapal yang digunakan pun harus dilengkapi dengan sensor khusus. Berarti itu perlu uang. Nah, karena kedaulatan maritim sangat penting, berapun rupiah yang harus dikeluarkan itu tidak boleh dipermasalahkan lagi,’’ cetusnya.
Kepala LIPI Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengakui kalau penelitian adalah satu-satunya cara yang bisa ditempuh Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pulau. Namun, perlu dukungan kuat dari Pemerintah dan semua stakeholder terkait.
‘’Kita sekarang terbiasa menyebut jumlah 17.500 pulau, tapi kenyataannya data resmi di PBB adalah 13.466 pulau. Siapa yang salah dan benar? Ya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Kita harus bisa merapikan hal ini karena kan data itu menyangkut identitas negara juga di mata internasional,’’ tutur Iskandar.
Jika Indonesia memiliki data valid yang bisa dipertanggungjawabkan, itu bisa mempengaruhi kedaulatan di mata internasional. Sehingga Indonesia bisa lebih baik lagi mengembangkan sektor kelautan dan perikanan dibanding yang saat ini ada.
‘’Potensi kelautan kita masih sedikit yang tergarap. Padahal potensinya sangat besar. Kita harapkan melalui penelitian ekspedisi kapal, itu bisa membantu untuk memetakan kondisi terkini kemaritiman Indonesia,’’ pungkas dia.