,

Demo Tolak Eksekusi Register 40, Murni atau Suruhan?

Aksi massa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Pemuda Persadaan Simangambat Ujung Batu unjukrasa di Gedung DPRD Sumut menolak eksekusi hutan Register 40 seluas 47.000 hektar, yang digarap terpidana DL Sitorus. Sudah hampir delapan tahun, putusan Mahkamah Agung agar kebun sawit di hutan itu disita negara, tapi sampai sekarang eksekusi mandul. Baru pekan lalu, ada komitmen berbagai pihak di KPK untuk segera eksekusi. Foto: Ayat S KarokaroAksi massa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Pemuda Persadaan Simangambat Ujung Batu unjukrasa di Gedung DPRD Sumut menolak eksekusi hutan Register 40 seluas 47.000 hektar, yang digarap terpidana DL Sitorus. Sudah hampir delapan tahun, putusan Mahkamah Agung agar kebun sawit di hutan itu disita negara, tapi sampai sekarang eksekusi mandul. Baru pekan lalu, ada komitmen berbagai pihak di KPK untuk segera eksekusi. Foto: Ayat S Karokaro

Ratusan massa menamakan Aliansi Mahasiswa Pemuda Persadaan Simangambat Ujung Batu, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, Senin (10/5/15), aksi unjukrasa menolak rencana eksekusi kawasan hutan Register 40 seluas 47.000 hektar, yang digarap Darianus Lungguk Sitorus (DL Sitorus).

Kejaksaan Agung, pekan lalu mengatakan, dalam waktu dekat akan eksekusi hutan Register 40 yang menjadi sawit Sitorus. Langkah ini setelah berbagai pihak dari Menteri  Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kejaksaan Agung, Kapolda Sumut, Pangdam I/BB, Pemerintah Sumut, membicarakan soal eksekusi bersama KPK.

Unjukrasa berawal di Gedung DPRD Sumut. Massa berorasi aman dan tertib. Mereka menyatakan eksekusi oleh Kejaksaan Agung dianggap menyalahi aturan adat.

Mangaraja Halongonan Harahap, koordinator pengunjukrasa, mengatakan, selama turun temurun, hutan sudah dikelola masyarakat adat buat peningkatan taraf ekonomi. Namun diklaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai hutan Register 40 dan segera eksekusi.

“Itu adalah tanah ulayat masyarakat adat Simangambat Ujung Batu, Padang Lawas Utara. Disana sudah turun temurun ditanami sawit melalui pola perkebunan inti rakyat, jadi kami menolak eksekusi, Pak Sitorus membantu kami meningkatkan ekonomi. Kami sekolah sampai kuliah karena orangtua bekerja disana, ” kata Mangaraja.

Dalam aksi ini juga ada yang mengaku tokoh masyarakat adat Simangambat, bernama Sotar Nasution. Dia mempertanyakan sikap pemerintah yang menindak sedikitnya 20 perusahaan nasional dan internasional disana. “Mereka jelas-jelas merusak hutan Register 40 yang di desa mereka.” Perusahaan itu seperti PT Austindo Nusantara Jaya Agri, PT Barumun Agro Sentosa, PT Tapian Nadenggan, PT Mujur Plantation, PT Wonorejo Perdana, PT Putra Lika Perkasa, dan PTPN III serta perusahaan sawit lain.

“Perusahaan itu harusnya diproses hukum, jangan DL Sitorus yang dipidana. Kami minta 20 perusahaan itu dipidanakan. Kami sebagai tokoh masyarakat adat menolak eksekusi Register 40, karena anak-anak kami hidup dan sekolah karena itu.”

Sesalkan bawa-bawa masyarakat adat

Benarkah aksi ini murni massa dari masyarakat adat Simangambat Ujung Batu, Labuhan Batu Utara? Saya mencoba mencari tahu dan berbincang dengan sejumlah pengunjukrasa. Dari 15 pengunjukrasa yang ditanyai, tidak satupun dari Simangambat. Mereka diminta seseorang yang mengaku orang suruhan keluarga Sitorus untuk berunjukrasa.

“Kami dikasih Rp50.000 ikut demo ini. Aku tinggal di Hevetia Medan. Ini kawanku tinggal di Deli Sedang. Hampir semua kami gak ada dari Padang Lawas Utara, ” kata pengunjuk rasa yang identitas enggan disebutkan.

Saya tidak temukan  pengunjukrasa masyarakat adat disana. Saya bertemu salah satu warga adat Persadaan Simangambat Ujung Batu, kebetulan mengunjungi anggota DPRD Sumut. Namanya Ompung Raja Halomo Nasution.

Raja menyesalkan ada yang mengaku sebagai masyarakat adat Persadaan Simangambat Ujung Batu. Jika benar ada masyarakat adat disana, seharusnya mendukung sikap KLHK mengembalikan Register 40 menjadi kawasan hutan. Sebab, aturan adat, tidak boleh merusak hutan. Hutan adat harus terjaga.

“Saya kecewa dengan pengunjukrasa ini. Ngaku mahasiswa, harusnya tahu kalau merusak hutan harus dipidana.”

Dia juga kecewa pengunjukrasa membawa-bawa masyarakat adat Persadaan Simangambat Ujung Batu. Menurut dia, masyarakat adat itu bukan merusak hutan, tetapi menjaga dari para perusahaan dan perusak kawasan hutan, bukan malah membela. “Gak benar itu. Untung saya datang ini, kalau enggak kan malu masyarakat adat Persadaan Simangambat Ujung Batu, ” kata pria 52 tahun ini.

Sedang pengunjukrasa karena tidak mendapatkan jawaban memuaskan di DPRD Sumut, beranjak Kantor Gubernur. Aksi mulai memanas. Tuntutan bertemu Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho tidak dikabulkan. Massa membakar ban bekas dan membakar pintu masuk gerbang kantor gubernur.  Massa juga melempar batu ke aparat kepolisian yang mengamankan aksi. Satu personil Polresta Medan Aipda Eko Susilo, terkena lemparan batu dan mengalami luka cukup serius di wajah.

Korban dilarikan ke rumah sakit. Dua satpol PP juga menjadi korban pengunjukrasa “suruhan” ini. Aksi mereka dinilai sudah mengancam dan mengganggu, hingga ratusan aparat kepolisian Sabhara Polresta Medan, mengamankan sekitar 27 pengunjukrasa.

Dalam upaya penangkapan terjadi perlawanan hingga terjadi aksi saling pukul menyebabkan luka-luka dari pemuda. Satu jam setelah mengamankan ricuh ini, situasi mulai kondusif, dan ratusan aparat kepolisian berhasil mensterilkan Kantor Gubernur Sumut. “Pengunjukrasa sudah diamankan ke komando. Masih penyidikan dan pemeriksaan motif aksi. Kita lakukan pendataan di balik ini. Akan diproses hingga tuntas. Unjukrasa silakan, jangan sampai berusak, kekerasan dan melanggar pidana,” kata Kompol Aldi Subartono, Kasat Reskrim Polresta Medan.

Ambil alih manajemen 

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ketika berada di Medan, pekan lalu mengatakan, terkait eksekusi Register 40 akan menjalankan putusan Mahkamah Agung. Amar putusan Nomor 2642 tahun 2007,  menyatakan, selain kurungan dan denda, hutan Register 40 wajib disita negara. Jadi proses apapun yang terjadi di kawasan Register 40, ilegal.

Untuk penanganan lebih lanjut, akan ada pengambil alihan managemen pengelolaan kelapa sawit, tanpa merusak kehidupan masyarakat sekitar. Siti menegaskan, yang ditukar managemen puncak, seperti jajaran direksi dan managemen ke Perhutani.

Dari pertemuan dengan pimpinan KPK, katanya, diketahui studi lembaga anti korupsi itu di Register 40,  dalam dua tahun seharusnya dana sawit ke kas negara Rp1,29 triliun. Belum lagi ada pembangunan pabrik tanpa diketahui pemerintah.

“Daripada selalu terjadi pelanggaran, diputuskan pengambil alihan managemen. Masyarakat tidak akan diganggu, karena selama ini dikerjakan mereka. Hanya perubahan managemen. Rakyat jangan terpengaruh isu yang beredar, karena gak akan ada yang dirugikan.”

Sejak 2008, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara akan eksekusi lapangan, lahan 47.000 hektar di kawasan hutan lindung Register 40 Padang Lawas (Palas), Sumatera Utara, yang dirambah Sitorus, Direktur Utama PT Torganda, menjadi kebun sawit. Namun, penyitaan lahan sesuai putusan Mahkamah Agung pada 2007 itu hingga 2015 belum berjalan. Delapan tahun putusan MA diabaikan.

Sitorus menjalani penjara delapan tahun denda Rp5 miliar, subsider enam bulan kurungan, karena terbukti menduduki Register 40 Padang, tanpa izin Kementerian Kehutanan. Sitorus mendapatkan pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia 31 Desember 2009.

Hutan Register 40 Padang Lawas sudah berubah menjadi kebun sawit. Eksekusi lapangan putusan Mahkamah Agung belum dilakukan. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,