,

Kala Masyarakat Dayak Tomun Deklarasikan Peta Wilayah Adat

Lima Mei 2015, menjadi hari bersejarah bagi masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Laman Sekombulan, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Betapa tidak, pada hari itu, bertempat di Balai Adat Kubung,  mereka mendeklarasikan peta wilayah masyarakat adat setelah proses cukup lama. Warga membuat peta partisipatif bersama perangkat desa dan tokoh-tokoh adat.

“Kami  memang mempertahankan hutan dan kekayaan alam ini sejak dulu hingga pemetaanpun dengan partisipatif,” kata Edy Zacheus, Kepala Desa Kubung pada acara itu.

Warga, katanya, bersama-sama dengan dukungan teknis Walhi Kalimantan Tengah secara swadaya membuat pemetaan.  “Kami berinisiatif pemetaan wilayah ini hingga selesai. Harapannya, peta bisa menjadi  alat mendorong pengakuan oleh semua pihak terutama pemerintah.”

Dia mengatakan, hutan dan kekayaan alam di wilayah itu merupakan satu kesatuan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Kubung dan Sekombulan, khusus Kecamatan Delang, Lamandau ini.

“Hutan tempat masyarakat adat mencari sumber penghidupan, tempat mereka penyadu’an seperti ladang, membuat pengampung, berburu, mencari madu dan obat-obatan  dan lain-lain,” katanya.

Berotos, Kepala Desa Sekombulan mengatakan, peta wilayah adat ini diharapkan mampu melindungi hutan berdasarkan kearifan lokal. “Juga bisa menjadi alat memperjuangakan  hak kelola dimana wilayah Desa Sekombulan sebagian besar oleh pemerintah sudah menjadi hutan lindung tanpa konsultasi dengan masyarakat.”

Peta wilayah masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Laman Sekombulan, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Foto: Walhi Kalteng
Peta wilayah masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Laman Sekombulan, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Foto: Walhi Kalteng

Dalam peta ini, katanya, terdapat roh perjuangan para leluhur untuk melestarikan sumberdaya alam hingga hutan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di Desa Sekombulan.

“Maka kami deklarasikan ini wilayah masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Sekombulan dengan mengundang  desa, komunitas yang bersebelahan untuk bersama melindungi wilayah ini dari ancaman investasi yang merusak lingkungan dan mengancam sumber-sumber penghidupan.”

Silvanus Yamaha,  Damong Kepala Adat di Kecamatan Delang mengatakan, kearifan lokal masyarakat hendaknya menjadi model pemerintah dalam melestaraikan hutan dan budaya masyarakat adat. “Bukan perkebunan sawit maupun HTI, HPH dan tambang yang mengancam kehidupan masyarakat  adat di Delang. Kami hidup selaras dengan alam.”

Wilayah kelola ini, tak membatasi  wilayah administrasi. Ia berdasarkan asal usul migrasi para leluhur yang lama bemukim  melalui pedukuhan di sini. Bahkan, masyarakat Desa Karang Dangin dari Kalimantan Barat, ikut deklarasi dan menandatangi peta ini beserta berita acara. Ia  sebagai kesepakatan bersama untuk menyepakati batas teritori pengelolaan wilayah kelola Desa Kubung dan Sekombulan  yang tertuang dalam peta. Tujuannya, melindungi hutan dan sumber penghidupan wilayah  ini.

Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan, peta wilayah masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Sekombulan ini, wujud pengelolaan berbasis ekosistem dan sosial. “Ia saling berkaitan, jadi seharusnya  pemerintah segera mengakui inisiatif masyarakat mengelola hutan dan masuk dalam rencana  pemerintah Jokowi–JK memberikan akses mengelola hutan  seluas 12, 7 juta hektar.”

Wilayah ini, katanya, seharusnya msuk dalam peta inidikatif penundaan izin baru  (PIPIB)  sesuai Inpres Moratorium Hutan untuk memastikan perlindungan wilayah kelola masyarakat dari ancaman industri ekstraktif.

Rilis Walhi Kalteng menyebutkan, dalam mengelola hutan, masyarakat adat Dayak Tomun menggunakan pembagian (zonasi) pemukiman, produksi dan perlindungan berdasarkan kearifan lokal mereka.

Ada empat pembagian dalam mengelola wilayah adat mereka. Pertama, laman, merupakan tempat pemukiman masyarakat sebagai tempat tinggal. Kedua,  natai ponotaan tanjung perobukan, merupakan wilayah produksi  untuk berladang padi dan menanam buah-buahan dan babas (bekas ladang).

Ketiga, insangk kosih nyao porut, merupakan wilayah didominasi hutan sebagai tempat penyadu’an dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,  seperti berburu, meramu, mencari madu, dan lain-lain. Keempat, wilayah perlindungan (tanah bohiyakng bato bogano). Ini tempat pemujaan atau wilayah keramat berupa gopung tuho, maupun hutan larangan.

Penyerahan dokumen kepada Kepala Desa Karang Dangin, setelah menandatangani berita acara batas wilayah adat. Foto: Walhi Kalteng
Penyerahan dokumen kepada Kepala Desa Karang Dangin, setelah menandatangani berita acara batas wilayah adat. Foto: Walhi Kalteng
Farid Albatani, dari Walhi Nasional, saat prosess adat potong patan. Foto: walhi Kalteng
Farid Albatani, dari Walhi Nasional, saat prosess adat potong patan. Foto: walhi Kalteng
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,