,

Pelajar Sekolah Adiwiyata Ini Protes Penebangan Pohon Asem. Kenapa?

“Selamatkan pohon asem. Selamatkan pohon asem di Wringinanom sekarang juga,”. Itulah teriakan Sofi Azilan Aini, siswi SMP Negeri 1 Wringinanon, Gresik, mewakili teman-temannya yang berunjukrasa di Kantor Gubernur Jawa Timur, di Jalan Pahlawan, Surabaya, pada Senin (18/05/2015) meminta gubernur tidak melanjutkan penebangan pohon untuk pelebaran dan perbaikan jalan. Mereka juga berunjuk rasa di DPR Provinsi Jatim. Para murid itu berasal dari sekolah Adiwiyata di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, terutama dari Wringinanom, Legundi dan Kedamean.

Sekitar 100 lebih pohon asem, diantaranya berusia ratusan tahun ditebang sebagai dampak pelebaran jalan di Desa Wringinanom. Jalan provinsi yang menghubungkan wilayah Gresik dengan Mojokerto ini, dikenal sebagai jalan yang sangat rusak akibat dilalui truk-truk pengangkut tambang galian C. Sejak awal Mei 2015 pemerintah melakukan aktivitas perbaikan jalan, dimulai dengan menebang puluhan pohon asem tua di desa Sumengko, Lebani Waras, serta di wilayah Desa Wringinanom pada seminggu terakhir.

“Saya mohon kepada bapak gubernur untuk menghentikan penebangan pohon. Selain menghentikan penebangan ini, saya mohon bapak Gubernur melindungi 24 pohon asem yang tersisa, dan menambah jumlah pohon yang ada di sekitar Wringinanom,” seru Sofi.

Dia juga meminta pemerintah memindahkan pohon asem tua yang masih terisisa ke daerah bantaran sungai, bila pelebaran jalan terganggu adanya pohon. Namun demikian pemerintah juga dituntut untuk segera melakukan reboisasi besar-besaran, untuk menggantikan ratusan pohon yang sudah terlanjur ditebang.

Sofi menunjukkan pohon asem di pinggir jalan Desa Wringinanom, Gresik, Jatim, yang telah  ditebang untuk proyek pelebaran jalan. Foto : Petrus Riski
Sofi menunjukkan pohon asem di pinggir jalan Desa Wringinanom, Gresik, Jatim, yang telah ditebang untuk proyek pelebaran jalan. Foto : Petrus Riski

“Jadi memang pohon sangat berguna buat kita, selain untuk menyaring udara, pohon juga bisa menyimpan air dan memberikan air, jadi kita tidak perlu ada kekeringan, tidak perlu ada kebanjiran,” ucap Sofi.

Sofi bersama 9 siswa dari sekolah di sekitar lokasi pelebaran jalan khawatir, pelebaran jalan serta penebangan pohon tanpa kendali akan berdampak pada kesehatan siswa maupun terganggunya proses belajar mengajar di sekolah.

“Kalau jadi ditebang kita bisa sesak napas, sakit mata, pelajarannya terganggu. Yang paling penting itu truknya. Truk mengakibatkan jalannya rusak dan udara kotor. Kalau (pohon asem) dicabut semua tidak ada lagi yang menyaring udara dan menghasilkan oksigen untuk makhluk hidup,” ujarnya.

Sebelumnya Sofi bersama temannya yakni Thara Bening Sandrina, Aeshninna Azzahra Aqilani, dibantu ibu dari Sofi yaitu Daru Setyo Rini, memasang pita merah putih dengan karton yang bertulisakan POHON INI JANGAN DITEBANG, mengelilingi badan pohon asem. Mereka bersama pendamping juga melaporkan penebangan pohon asem ke Polsek Wringinanom pada Sabtu (16/05/2015).

Pemasangan pita larangan menebang pohon asem yang berusia ratusan tahun oleh pelajar SMP  Negeri 1 Wringinanom, Gresik, Jatim. Pohon itu ditebang demi proyek pelebaran jalan. Foto : Petrus Riski
Pemasangan pita larangan menebang pohon asem yang berusia ratusan tahun oleh pelajar SMP Negeri 1 Wringinanom, Gresik, Jatim. Pohon itu ditebang demi proyek pelebaran jalan. Foto : Petrus Riski

Sementara itu anggota juri program Sekolah Adiwiyata di Jawa Timur, Andreas Agus Kristanto Nugroho menyayangkan penebangan pohon disekitar sekolah. Penebangan maupun peremajaan pohon di sekitar sekolah, tentu akan berdampak bagi kondisi lingkungan sekolah yang mengedapankan budaya hijau.

“Sangat disayangkan sebetulnya, dengan pohon yang sudah berumur seperti itu kenapa mesti ditebang. Dengan pohon yang sudah sustainable atau sudah kuat dengan kondisi yang ada di sekelilingnya, penebangan akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan sekolah,” papar Andreas.

SMP Negeri 1 Wringinanom merupakan salah satu sekolah Adiwiyata di Kabupaten Gresik, yang menerapkan budaya serta kesadaran terhadap persoalan lingkungan bagi seluruh warga sekolah. Penebangan pohon yang selama ini menjadi pelindung dari pencemaran maupun polusi lingkungan, bakal mengganggu seluruh warga sekolah yang mengikuti program Adiwiyata.

“Kalau akhirnya ditebang, sekolah harus memulai lagi menanam pohon, menjaga dan merawatnya dari nol, dan itu akan sangat berbeda terhadap kondisi sekolah yang sebelumnya memiliki pohon di lingkungannya,” ujar Andreas.

Andreas yang juga aktivis lingkungan Ecoton, meminta pemerintah bertindak bijak terhadap lingkungan, bila berkaitan dengan usaha pembangunan. Pemindahan pohon akan lebih membawa manfaat bagi lingkungan sekitar, daripada harus memotong atau menebang habis pohon yang sudah lama berdiri.

“Ketika menebang juga harus ada konsekuensi untuk menanam kembali sebagai pohon pengganti,” tandasnya.

Sejauh ini belum ada tanggapan dari pihak Pemprov Jatim, karena pelajar yang melakukan protes hanya ditemui perwakilan Pemprov Jatim. Biro Sumber Daya Alam Pemprov Jatim yang menemui menyatakan bahwa kewenangan menghentikan penebangan ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga, selaku instansi yang menangani pembangunan maupun perbaikan jalan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,