,

Coral Triangle Day, Momentum Perlindungan Laut di Kawasan Segitiga Karang

Sejumlah elemen masyarakat merayakan hari segitiga terumbu karang (coral triangle day), Selasa (09/06/2015), di Desa Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Dengan tema “Shared Waters, Shared Solutions: Coming Together as One for the World’s Centre of Marine Life, peringatan coral triangle day dimaksudkan untuk mengangkat isu konservasi laut serta melindungi dan melestarikan kawasan segitiga karang ini. Coral Triangle Day mulai dirayakan setelah pada 2009 ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Manado.

Sri Intan Montol, Kepala Bidang Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Sulut, dalam sambutannya mengatakan melalui kegiatan aksi dan kampanye lingkungan, Coral Triangle Day diharapkan dapat memposisikan segitiga karang sebagai wilayah ecoregion global dan menjadi hari untuk mempelajari pentingnya  kawasan segitiga karang ini.

Sri mengajak masyarakat melakukan aksi nyata melestarikan dan melindungi ekosistem laut, karena Sulut merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan terumbu karang, adanya species endemik seperti ikan fosil hidup (coelacanth) serta sumber daya alam dan pesisir yang sangat potensial.

“Namun, masih terdapat sejumlah gangguan dan ancaman terhadap ekosistem terumbu karang, yang datang melalui, destructive fishing, penangkapan berlebih, pariwisata yang tidak ramah lingkungan dan perubahan iklim,” katanya.

Segitiga karang atau coral triangle adalah sebutan untuk wilayah gografis perairan lebih dari 6.500.000 km², dengan lebih dari 600 spesies terumbu karang dan meliputi 76% semua spesies terumbu karang yang ada di dunia. Ia juga merupakan ekosistem laut paling subur yang hanya mencakup 1% dari seluruh planet.

Kawasan segitiga karang meliputi Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, yang menjadi sumber kehidupan lebih dari 120 juta orang di daerah pesisir, serta ribuan unit usaha baik kecil maupun besar di sektor perikanan dan pariwisata.

Lebih dari 3.000 spesies ikan termasuk ikan paus, lumba-lumba, pari, hiu, duyung dan ikan terbesar di dunia (paus hiu) menjadikan wilayah segitiga karang sebgai tempat hidup. Belum lagi, 6 dari 7 spesies penyu laut bertelur, mencari ikan dan bermigrasi di kawasan ini.

“Segitiga Terumbu Karang ini menjadi sumber utama makanan dan pendapatan lebih dari 120 juta penduduk dari ke enam negara yang hidup di pesisir. Wilayah ini terkenal dengan keanekaragaman jenis flora dan fauna endemik, hutan hujan tropis, terumbu karang, hutan mangrove yang luas, dan juga beberapa species padang lamun. Namun memiliki ancaman yang tinggi terhadap kelangsungan terumbu karangnya,” tambah Sri.

Menurut catatan Greenpeace, luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.875 kilometer persegi atau sekitar 18% kawasan terumbu karang dunia. Sebagian besar terumbu karang ini berlokasi di bagian timur Indonesia, yang lazim disebut kawasan segitiga terumbu karang.

Namun, kondisi tersebut bukan tanpa masalah. Pada tahun 2012 Pusat Penelitian Oceanografi (P2O) LIPI menyatakan hanya 5,3% terumbu karang tergolong sangat baik. 27,18% digolongkan dalam keadaan baik, 37,25% dalam kondisi cukup. Sementara, 30,45% dalam kondisi buruk.

Diduga, rusaknya terumbu karang disebabkan pembangunan di wilayah pesisir, pembuangan limbah dari berbagai aktifitas di darat maupun di laut, sedimentasi akibat rusaknya hulu dan daerah aliran sungai, pertambangan, penangkapan ikan merusak yang menggunakan sianida dan alat tangkap terlarang, pemutihan karang akibat perubahan iklim, serta penambangan terumbu karang.

Rehabilitasi terumbu karang sebagai bagian dari peringatan hari segitiga terumbu karang (coral triangle day), Di Desa Arakan, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara pada Selasa (09/06/2015). Foto : LSM Manengkel Solidaritas
Rehabilitasi terumbu karang sebagai bagian dari peringatan hari segitiga terumbu karang (coral triangle day), Di Desa Arakan, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara pada Selasa (09/06/2015). Foto : LSM Manengkel Solidaritas

Pada kesempatan terpisah, Direktur Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi) Safran Yusri mengatakan dari laporan penelitian P20 LIPI tahun 2014, tren terumbu karang mulai membaik. “Hasil dari pemantauan terumbu karang dari tahun 90-an sampai 2014, kita melihat ada tren terumbu karang membaik. Kira-kira 70 persen terumbu karang kondisinya sekarang sedang dan baik,” kata Safran yang dihubungi Mongabay pada Senin (08/09/2015).

Sedangkan terumbu karang yang rusak sekitar 30 persen, yang posisinya tersebar di seluruh perairan Indonesia, terutama di Indonesia bagian timur. Safran mengatakan, pada sekitar tahun 90-an, terumbu karang yang rusak mencapai 45 persen. “Butuh waktu sekitar 25 tahun sehingga kondisi sekarang lebih baik,” katanya.

Memang sejak 1990-an, mulai banyak inisiatif program untuk penyelamatan dan rehabilitasi terumbu karang, yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun LSM seperti Yayasan Terangi. “Semua lembaga itu berhasil menyebarkan informasi tentang terumbu karang. Sekarang masyarakat lebih paham bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang penting untuk kehidupan laut,” jelasnya.

Penanaman Mangrove dan Rehabilitasi Karang

Sekitar 150 peserta orang dari berbagai elemen seperti masyarakat, komunitas motor, fotografer, LSM, pelaku wisata dan bisnis terlibat dalam perayaan Coral Triangle Day di Desa Arakan melakukan kegiatan penanaman mangrove dan rehabilitasi karang. Sekitar 3000 bibit mangrove berjenis Rhizopora ditanam di area seluas 3 hektar.

Sonny Tasidjawa, dari Manengkel Solidaritas, berharap, melalui penanaman mangrove, masyarakat dapat bersama-sama menjaga pelestarian lingkungan. “Sebab, berdasarkan informasi, masyarakat di sini dulunya sering tebang mangrove sebagai bahan dasar pembuatan sero (alat tangkap), karena kayu mangrove terbilang kuat. Selain itu, jemuran rumput laut juga dibuat dari kayu mangrove,” kata Sonny.

Sementara itu, kegiatan rehabilitasi karang diawali dengan sosialisasi, penguatan serta pelatihan rehabilitasi karang bagi kelompok masyarakat. Mereka, kemudian, diarahkan untuk membuat rencana strategis dan rencana pengelolaan sampai 10 tahun yang akan datang.

“Nantinya akan dimonitoring dan diawasi secara partisipatif oleh masyarakat. Kami berharap, daerah terumbu karang yang rusak bisa cepat pulih dan kesadaran masyarakat semakin baik,” katanya.

Ia menilai, rehabilitasi karang merupakan suatu upaya dalam mempercepat pemulihan karang. Sebab, manfaat ekosistem terumbu karang dari segi ekonomi dan ekologis tak diragukan lagi.

“Dari segi ekonomi terumbu karang menyediakan sumber pangan dan mata pencaharian serta primadona pariwisata. Ditinjau dari segi ekologis, terumbu karang memiliki kemampuan untuk mencegah erosi pesisir, merupakan habitat ikan dan biota lainnya,” tambah Sonny.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,