Temuan Terbaru, Orangutan Habiskan Banyak Waktu di Atas Tanah Lebih Dari yang Diduga

Selama bertahun-tahun para ilmuwan percaya bahwa orangutan adalah satwa yang menghabiskan banyak waktu di pepohonan (arboreal). Hal ini juga didukung dengan sebagian foto dan video tentang orangutan yang menggambarkan mereka sedang bergelantungan di batang-batang pohon.

Namun, studi terbaru yang dipublikasikan oleh International Journal of Conservation atau yang dikenal sebagai Oryx, menjumpai bahwa orangutan ternyata banyak menghabiskan waktu di atas permukaan tanah lebih daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio) terdaftar sebagai satwa terancam punah dalam IUCN Red List of Threatened Species karena populasinya yang telah menurun drastis lebih dari 50 persen selama 60 tahun terakhir. Para ilmuwan memprediksi penurunan terjadi karena hilangnya hutan, habitat  tempat orangutan tinggal akibat konversi menjadi lahan pertanian atau kebakaran hutan. Di Kalimantan, sebagian besar populasi orangutan tersisa hidup di luar kawasan hutan lindung, sehingga populasi mereka sangat rentan.

Orangutan jantan muda sedang mengecek camera trap yang ada di jalan logging. Credit Photo : Brent Loken.

Sebuah tim yang dipimpin oleh Brent Loken, kandidat doktor Universitas Simon Fraser di British Columbia, Kanada, telah melakukan studi selama dua setengah tahun di Hutan Wehea di Kaltim. Hutan Wehea sendiri merupakan hutan utuh yang dikelilingi oleh area konsesi penebangan yang terdiri dari 38 ribu hektar hutan, yang sebagian besar tidak terganggu dan merupakan rumah bagi sembilan spesies primata.

Dalam penelitian ini, para peneliti menyiapkan 97 camera trap di tiga lokasi dengan tipologi berbeda; masing-masing hutan primer bertajuk pohon lebat, hutan sekunder yang terakhir ditebang tahun 1996 dan area yang baru-baru ini dibuka bagi konsesi penebangan di luar hutan Wehea.

Dari sekitar 300 ribu foto yang dikumpulkan, terdapat 296 foto orangutan; 44 di hutan primer, 63 di hutan sekunder dan 189 di hutan yang baru ditebang. Para peneliti menggunakan dua parameter untuk memperkirakan banyaknya waktu hidup yang dihabiskan oleh orangutan di masing-masing lokasi penelitan.

Orangutan yang tinggal di wilayah penebangan menghabiskan paling banyak waktu di tanah. Hal ini tentunya masuk akal karena kurangnya pohon-pohon primer dan tajuk penutupnya. Namun, ternyata orangutan yang hidup di area hutan primer pun, -dengan kanopi lebat dan pohon tinggi, ternyata juga banyak menghabiskan waktu di atas permukaan tanah, selain menghabiskan waktu mereka untuk bergerak diantara pepohonan.

Keluarga orangutan berjalan menyusuri jalan di hutan yang baru saja ditebang. Credit photo: Brent Loken.

Loken mengaku “sangat terkejut” dengan hasil temuan ini. “Hutan primer adalah tempat yang memiliki tingkat koneksivitas kanopi yang tinggi dan tidak ada kebutuhan bagi orangutan turun ke atas tanah jika mereka tidak mau,” jelasnya kepada Mongabay.com.

Para peneliti sebelumnya, lebih mempercayai teori bahwa perilaku terestrial (berada di atas permukaan tanah) jarang dijumpai dalam populasi orangutan, dan mereka datang ke permukaan jika mereka membutuhkan sumberdaya makanan.

Para peneliti sebelumnya menganggap orangutan jantan lebih sering berjalan alih-alih orangutan betina, terutama yang memiliki bayi. Namun, studi Loken menjumpai bahwa jantan dan betina orangutan menghabiskan waktu hampir hampir sama di atas permukaan tanah.

Orangutan betina dan bayinya berjalan menyusuri jalan logging yang baru dibangun. Credit photo: Brent Loken.

“Jantan dan betina, bahkan betina dengan bayi, hampir sama menggunakan waktu mereka untuk berjalan di atas permukaan tanah, baik di jalan setapak maupun pegunungan,” tutur Loken sembari menambahkan bahwa tim mereka telah merekam betina dengan dua bayi dan satu betina dengan anak kembar berjalan di tanah. Salah satu orangutan muda terlihat tampak cukup nyaman di tanah.

“Kami menangkap satu set gambar di mana orangutan muda tampaknya benar-benar menikmati waktu nongkrong di tanah.”

Foto-foto cenderung menunjukkan orangutan berjalan di sepanjang jalan, bukan melintas. Hal ini menunjukkan bahwa orangutan memanfaatkan fitur antropogenik seperti berjalan di jalan setapak dan pegunungan di hutan. Bukti ini menunjukkan beberapa kuat tingkat ketahanan orangutan terhadap gangguan manusia.

“Saya terkejut melihat betapa cepat orangutan muncul untuk menggunakan jalan logging yang baru dibangun. Dalam beberapa hari setelah jalan logging beroperasi, orangutan turun ke tanah dan mulai berjalan di jalan-jalan baru yang dibangun manusia,” tutur Loken “Saya berasumsi bahwa aktivitas penebangan akan mendorong orangutan untuk bergerak ke area lain dalam blok penebangan. Ini tampaknya bukan hanya sebuah kasus semata.”

Makalah ini mencatat bahwa orangutan dapat bertahan hidup di hutan bekas tebangan, yang tampaknya perlu untuk dimasukkan dalam strategi konservasi orangutan. Namun demikian, para peneliti belum mengetahui sampai sejauh mana tingkat gangguan dapat ditolerir bagi kehidupan orangutan, demikian pula para peneliti belum dapat menyimpulkan jarak tempuh orangutan saat bergerak di atas permukaan tanah.

Orangutan di depan camera trap yang ada di sepanjang punggung bukit di hutan primer. Credit photo: Brent Loken.

“Orangutan masih perlu banyak pohon dan hutan untuk tempat hidup mereka. Perlindungan hutan Kalimantan yang tersisa harus terus menjadi prioritas tertinggi untuk Indonesia dan masyarakat global,” jelas penulis dalam kesimpulannya. –Diterjemahkan oleh: Ridzki R. Sigit

Tautan artikel asli: 

 

Rujukan:

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,