,

Inovasi dan Teknologi Untuk Tingkatkan Budidaya Perikanan di Indonesia

Sebagai negara maritim yang dikenal memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, pemerintah terus berupaya memaksimalkan segala potensi yang ada di wilayah airnya untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Upaya yang dilakukan adalah dengan fokus mengembangkan potensi sumber daya laut yang sudah ada sejak lama, termasuk potensi perikanan dan rumput laut.

Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) membuat beragam inovasi untuk teknik budidaya perikanan sesuai kondisi terkini.

Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo menyebut pengembangan yang dilakukan itu adalah untuk akuakultur. Pengembangan tersebut dilakukan untuk memberi kemudahan pelaku sektor budidaya perikanan.

“Dengan akuakultur, kita bisa mengembangkan budidaya perikanan dengan lebih baik, efisien dan berbiaya rendah. Itu akan sangat membantu para pelaku usaha di sektor tersebut,” ujar Achmad kepada Mongabay, Jumat (12/06/2015).

Yang dimaksud akuakultur, menurut Achmad, adalah kegiatan pemberdayaan ikan dari mulai pengadaan atau perekayasaan strim unggul sampai benihnya. Kemudian juga ke tahap teknologi pembudidayaannya, yang di dalamnya mencakup teknologi pakan, teknologi mengatasi penyakit juga.

“Selain itu juga ada akuakultur engineering, ini adalah perekayasaan kolam, wadah-wadah untuk budidaya. Teknologi yang dikembangkan tersebut bisa digunakan untuk budidaya perikanan yang dilakukan di air laut, air payau, maupun air tawar,” jelasnya.

Semua itu untuk tujuan meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas produksi perikanan budidaya, sehingga lebih meningkatkan nilai ekonomi.

“Kita sebagai negara maritim harus bisa mengembangkan produk kelautan sebaik mungkin. Karena kita harus bisa membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia memang layak disebut sebagai negara maritim,” tandasnya.

Forum Inovasi Teknologi Akuakultur

Dalam mengembangkan inovasi teknologi akuakultur, Balitbang KP KKP mendapat anggaran sebesar Rp770 miliar, yang digunakan antara lain untuk perberdayaaan para peneliti budidaya perikanan.

Cara tersebut dinilai tepat dilakukan, karena menurut Achmad, budaya dan kedisiplinan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih belum semaju di negara lain. Sehingga, jika ada masalah atau ada potensi yang tergali, kemudian tidak ditindaklanjuti karena keterbatasan kemampuan.

“Sepanjang tahun penelitian dilakukan untuk memecahkan setiap persoalan dan mengembangkan setiap potensi yang ada. Setelah setahun itu, para peneliti akan berbagi hasil penelitian mereka dalam sebuah forum khusus,” tuturnya.

Forum khusus yang dimaksud tersebut, adalah Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) yang tahun ini diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut, Balitbang KP mengungkap sekitar 75 hasil penelitian yang sudah dilakukan.

“Forum ini mempertemukan para peneliti dengan para pelaku usaha di sektor budidaya perikanan. Kita tawarkan teknologi yang sudah diuji untuk digunakan oleh mereka. Jadi ini sangat baik untuk meningkatkan produksi,” ungkap dia.

Rekayasa genetik Akuakultur

Sebagai bagian dari inovasi teknologi akuakultur, Balitbang KP melakukan rekayasa genetik untuk sejumlah produk perikanan seperti ikan dan rumput laut, dengan hasil seperti ikan nila pasopasti, nila srikandi, lele mutiara dan rumput laut.

“Tentu saja namanya juga inovasi, setiap penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi, dan juga perbaikan kualitas produk,” tandasnya.

Petani sedang memilih rumput laut. Foto: Anton Muhajir
Petani sedang memilih rumput laut. Foto: Anton Muhajir

Sementara menurut Thomas Darmawan, Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Minuman Kamar Dagang dan Industri (KADIN), rekayasa genetik untuk produk perikanan memang perlu dilakukan oleh Indonesia di masa sekarang. Pasalnya, melalui cara tersebut produk perikanan Indonesia bisa meningkatkan daya saing di dunia internasional.

“Ingat, ekspor perikanan kita itu tidak melulu seafood, tapi juga ada hasil budidayanya. Nah, budidaya ini yang harus ditingkatkan. Karena kita juga harus melihat negara lain yang budidayanya sudah maju, seperti Taiwan,” jelasnya.

Thomas menilai apa yang dilakukan KKP saat ini dengan meneliti dan mengembangkan produk perikanan patut diapresiasi. Karena, kalau itu diilakukan oleh swasta maka biayanya akan sangat mahal. Sehingga, para pelaku usaha akan kesulitan untuk mendapatkan hasil penelitiannya.

“Contohnya saja nila, di Taiwan sudah maju. Tapi saya dengar juga di Indonesia sudah dilakukan penelitian nila oleh KKP. Nah itu sangat baik untuk daya saing kita di pasar internasional,” ungkap Thomas menyebut nila pasopasti dan nila srikandi yang sudah dikembangkan KKP.

Namun demikian, Thomas berpendapat, KKP juga harus tetap terbuka untuk menerima ilmu dari siapapun dan dari negara manapun terkait pengembangan budidaya perikanan. Karena, hanya dengan cara demikian inovasi teknologi akukultur bisa terus diperbaiki.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , ,