, ,

Polres Minahasa Utara Gagalkan Perdagangan Penyu Hijau. Bagaimana Ceritanya?

Polres Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara, menggagalkan aksi perdagangan penyu hijau (Chelonia mydas), pada Sabtu (13/6/2015). Satwa ini ditemukan dalam kondisi menderita luka robek karena kedua sirip depan diikat dengan tali nilon. Setelah menjalani perawatan di Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), penyu hijau ini kemudian dilepaskan ke laut.

Kejadian ini bermula ketika tim gabungan Polres Minahasa Utara melakukan Operasi Cipta Kondisi di depan Kantor Polisi Polres Minut. Operasi ini sebenarnya bertujuan memeriksa dan menertibkan kelengkapan surat kendaraan bermotor serta merazia barang-barang kepemilikan ilegal dan senjata tajam.

“Saat sedang melakukan pemeriksaan, kami mencurigai sebuah mobil yang setelah diperiksa ternyata bermuatan seekor penyu hijau di bagian bagasi belakangnya. Ini adalah kasus perdagangan satwa pertama yang berhasil kami gagalkan,” ujar Kapolres Minut AKBP Eko Irianto, SIK.

Berdasarkan penuturan Eko Irianto, penyu hijau tersebut dibeli oleh pelaku, yang berinisial SB, dari nelayan di desa Batu Lubang, pulau Lembeh. Saat ini, SB dikenai wajib lapor oleh aparat kepolisian. Penyu Hijau yang beratnya diperkirakan nyaris 100 Kg ini akan dijual dengan harga Rp. 350.000 ke daerah Wori sebagai hidangan untuk perayaan pengucapan (semacam thanks giving).

Setelah mengetahui penyu hijau adalah satwa langka yang dilindungi, petugas segera membawanya ke PPST dengan menggunakan mobil pelaku. Di PPST, reptil yang dalam daftar merah IUCN dikategorikan terancam punah (endangered) mendapat perawatan, sebelum dilepaskan kembali ke laut.

Setelah mendapatkan perawatan dan menginap semalam di PPST untuk diberi pengobatan, penyu tersebut akhirnya dilepaskan kembali ke laut lepas pada Senin pagi (14/6/2015). “Saat tiba di PPST penyu hijau dalam keadaan stres. Kami memberi antiseptik untuk membersihkan luka agar tidak infeksi,” kata Billy Gustafianto, staff Information and Education PPST, pada Senin (14/6/2015).

Billy mengatakan, pihaknya sudah banyak menerima laporan terkait perdagangan dan perburuan satwa di Sulut. Namun, hanya beberapa saja yang berhasil dijaring. Melalui kasus ini, ia berharap, aparat kepolisian dapat mengembangkan dan memberi sanksi tegas kepada pelakunya. “Selama ini, penegakan hukum terkait perdagangan satwa sebatas satwa ditahan pelakunya dilepas. Lebih baik lagi bila ada sanksi tegas.”

Penyu hijau adalah jenis yang paling sering diperdagangkan dagingnya untuk dikonsumsi. Pelindung tubuh penyu hijau digunakan sebagai hiasan, sementara telur penyu diyakini memiliki protein dan dapat menjadi obat.

“Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang.”

“Menurut Undang Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta,” tambah Billy.

Perdagangan penyu di tingkat internasional untuk tujuan komersil juga dilarang. Sebab, semua jenis penyu laut telah dimasukan dalam appendix I , sesuai ketetapan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna).

Penyu hijau adalah satu dari tujuh jenis penyu di dunia, enam di antaranya terdapat di Indonesia. Mereka terdiri dari penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys imbricata olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus) dan penyu tempayan (Caretta caretta).

Menurut catatan WWF, diperkirakan 100.000 ekor penyu hijau dibunuh di kepulauan Indo-Australia. Satwa ini terancam oleh tiga faktor, yaitu hilang dan rusaknya habitat. Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan rusaknya pantai yang penting bagi penyu hijau bertelur.

“Demikian juga habitat tempat penyu hijau mencari makan, seperti terumbu karang dan hamparan lamun laut terus mengalami kerusakan akbiat sedimentasi ataupun pengrusakan oleh manusia,” dikutip dari laman WWF.

Faktor kedua adalah pengambilan secara langsung. Para peneliti memperkirakan setiap tahun sekitar 30.000 penyu hijau ditangkap di Baja, California dan lebih dari 50.000 penyu laut dibunuh di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Bali dan di pasifik selatan. Di banyak negara, anak-anak penyu laut ditangkap, diawetkan dan dijual sebagai cendera mata kepada wisatawan.

Selain dua faktor tadi, penyu hijau juga terancam oleh pengambilan secara tidak langsung. Setiap tahun, diperkirakan ribuan penyu hijau terperangkap dalam jaring penangkap. Penyu laut merupakan reptil dan mereka bernafas dengan paru-paru, sehingga saat mereka gagal untuk mencapai permukaan laut, mereka mati karena tenggelam.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,