,

Ancam Lingkungan, Warga Sukabumi Tolak Pembangunan Pabrik Semen

Pembangunan pabrik semen  PT Siam Cemen Group (SCG) atau Semen Jawa di Kecamatan Gunung Guruh, Jawa Barat mendapatkan penolakan warga. Warga menilai, pabrik semen mengancam kelestarian lingkungan karena bisa menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dan membongkar pegunungan karst Gunung Guha Nyalindung. Juga, berdampak pada kesehatan, dan mengancam ekosistem DAS Cimandiri yang menjadi bagian kawasan pabrik.

“Kami masih tetap menolak pembangunan pabrik semen. Pembangunan pabrik baru berjalan sudah menyebabkan pencemaran sungai, polusi udara, bising karena alat berat dan sebagainya. Apalagi jika nanti sudah beroperasi?” kata Andrian Waluya Adi, warga Kampung Kubang Jaya,  Kecamatan Gunung Guruh saat dihubungi Mongabay, belum lama ini.

Dia mengatakan, jarak pabrik semen dengan pemukiman warga sangat dekat. Di beberapa sisi ada hanya berjarak dua dan empat meter. Jarak terjauh hanya 100-300 meter. Kondisi ini, tidak ideal jika ada pabrik semen.

“Sejak 2012, awal pabrik dibangun, warga sudah menolak. Proses sosialisasi perusahaan tidak menyeluruh. Warga tidak mendapatkan informasi utuh.”

Dalam sosialisasi, warga yang diundang hanya segelintir. Banyak warga tidak mengetahui mega proyek Rp3,4 triliun ini.

“Dalam audiensi dengan bupati beberapa waktu lalu, dia mengakui sosialisasi terlewatkan. Anehnya bupati mengatakan tidak harus semua warga menandatangani persetujuan pembangunan pabrik semen. Cukup perwakilan. Audiensi sudah tiga kali.”

Dalam audiensi, bupati seringkali menggiring upaya ganti rugi atau pembebasan lahan. Tanpa ada upaya menghentikan pembangunan pabrik.

Andrian mengatakan, banyak kejanggalan dalam dokumen persetujuan warga. Hanya segelintir warga dilibatkan hingga memancing amarah. Mereka aksi berkali kali.

Aksi melibatkan warga di tiga desa hulu pabrik: Sukamaju, Wangun Reja, dan Tanjungsari. Juga dua desa di hilir pabrik yakni Desa  Sirnaresmi dan Kebonmanggu meliputi Kecamatan Gunung Guruh, Nyalindung dan Jampang Tengah.

“Itu bukan aksi mencari sensasi atau menuntut ganti rugi lahan yang belum selesai. Ini perlawanan atas penjajahan yang terencana, masif dan terstruktur oleh Pemda Sukabumi dan investor sejak 2008.”

Air kala tampak berwarna coklat. Foto: Walhi Jabar
Air kala tampak berwarna coklat. Foto: Walhi Jabar

Dia mengatakan, warga kesulitan mengakses dokumen Amdal. Hingga Januari 2014, mereka meminta bantuan Walhi Jabar. “Dokumen Amdal akhirnya dapat. Saat dipelajari, banyak kelemahan. Itu Amdal jadi-jadian.”

Dalam dokumen Amdal merujuk RTRW Sukabumi 2006. Padahal dalam RTRW jelas wilayah itu bukan buat pertambangan.

“Amdal 2008 tetapi pembangunan mulai 2012 setelah ada revisi RTRW. Ini jelas ada cacat hukum,” katanya.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan mengatakan, sejak awal megaproyek itu bermasalah dari aspek sosial dan lingkungan hidup. Ada indikasi pelanggaran aturan selama proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

“Adanya kejanggalan-kejanggalan sosialisasi proyek, dimana warga yang terkena dampak langsung dan tidak langsung tidak diberikan informasi utuh dan lengkap mengenai rencana pembangunan.” Dalam penyusunan Amdal, katanya, belum sepenuhnya melibatkan warga.

Dia menilai, Pemkab Sukabumi  dan SCG mengabaikan aspirasi dan keberatan warga. Padahal, mereka dirugikan dengan pembangunan pabrik itu.

Untuk itu, dia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan BPLHD Jabar segera memeriksa pembangunan ini.

Menanggapi ini, Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna mengatakan, pembangunan pabrik semen di Sukabumi, tidak sepenuhnya soal lingkungan hidup. Ada persoalan sosial yang harus segera diselesaikan Pemkab Sukabumi.

“Persoalan sosial seperti kesepakatan ganti rugi belum disepakati. Ada beberapa warga menolak besaran ganti rugi,” katanya.

Anang menilai, persoalan tenaga kerja dalam pembangunan pabrik juga menjadi pemicu konflik di masyarakat.

Mengenai sosialisasi pembangunan pabrik, katanya, fakta dokumen sosialisasi ada. Memang, katanya, tak perlu semua warga ikut menandatangani, lewat perwakilan.

“Proses Amdal sudah selesai. Ini melibatkan pakar dan penilai. Dokumen Amdal lolos uji. Tinggal mengikuti rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam dokumen agar dampak bisa diminimalisir.”

Anang mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merekomendasikan kawasan itu bukan karts kelas satu hingga bisa ada pertambangan.

Soal mengecek lapangan, katanya, BLH Sukabumi intens melakukan pengawasan. Tiap enam bulan sekali ada laporan. Dia menilai, laporan BLH Sukabumi mengenai pabrik semen masih wajar. “Sesekali kita dari provinsi juga pengecekan lapangan.”

Pembangunan pabrik semen saat ini sudah menimbulkan polusi udara. Warga khawatir, dampak buruk lebih parah bakal datang kala pabrik beroperasi. Foto: Walhi Jabar
Pembangunan pabrik semen saat ini sudah menimbulkan polusi udara. Warga khawatir, dampak buruk lebih parah bakal datang kala pabrik beroperasi. Foto: Walhi Jabar
Pabrik semen di Kuningan. Foto: Walhi Jabar
Pabrik semen di Sukabumi. Foto: Walhi Jabar
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,