Kementerian Agraria dan Tata Ruang berencana mencabut (memotong) izin hak guna usaha (HGU) perusahaan-perusahaan yang wilayah kelola mereka mengalami kebakaran.
“Kami ingin terapkan kebijakan ini. Kala ada lahan kebakaran akan didiskualifikasi izin. Akan tarik buat negara, supaya kapok mereka,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Ferry Mursyidan Baldan kala rapat pembahasan antisipasi El-Nino di Jakarta, Rabu(17/6/15).
Dia mengatakan, langkah ini sebagai upaya dari Kementerian ATR untuk mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Ferry ingin memulai mengambil kebijakan tegas dari batas kewenangan yang dia miliki. Dia mencontohkan, kala perusahaan mendapatkan HGU seluas 40.000 hektar dan terbakar 18.000 hektar. “Jadi, seluas 18.000 hektar, langsung diambil buat negara.”
Untuk itu, Ferry akan mengundang BMKG maupun LAPAN guna mendapatkan pemetaan dan overlay, antara hotspot, asap dengan lahan bekas kebakaran. “Itu akan kelihatan. Kita akan overlay, pada satu masa dan area. Ini dasar kami ingin mengeluarkan kebijakan, akan diskualifikasi izin…. satu kali (kebakaran) langsung didiskualifikasi. Mudah-mudahan tahun ini, kita isa ditekni ini,” ujar dia.
Dia mengatakan, dalam ketentuan penerbitan HGU, ada klausul-klausul ketentuan kalau pemegang HGU melanggar, bisa dibatalkan ataupun dikurangi sebagian wilayah.
“Kami yang keluarkan, kami tandatangani. Kami juga yang akan merevisi SK HGU berkaitan dengan luasan lahan. Ketika terbakar, untuk mencegah supaya tidak ada tindakan-tindakan yang disengaja, kita keluarkan.”
Dengan begitu, katanya, jika terbakar karena kejadian alam, bisa dihadapi dan kalau sengaja dibakar, bisa menjadi hukuman.”
Kebijakan ini, kata Ferry, untuk mencegah pembakaran lahan. “Ketika terjadi pembakaran lahan, jangan sampai lahan itu tetap dikuasai perusahaan. Negara ambil alih supaya ada langkah kehati-hatian dari perusahaan.”
Saat ini, memang belum ada kebakaran. “Nanti kalau ada kita akan langsung keluarkan. Kita tak melihat ke belakang. Ini langkah preventif ke depan. Karena kalau kita melihat ke belakang, kita akan terjebak. Sibuk mengurusi yang sudah terjadi,” katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang hadir dalam rapat itu menanggapi rencana Menteri ATR. “Kalau ngancam doang, gak akan didenger. Tapi kalau ada permen, dan undang mereka langsung takut. Saya pikir biasakan dengan itu… ancaman ini sebaiknya memang langsung bikin permen, dalam rangka cegah kebakaran hutan.”
Dia mencontohkan, KKP telah membuat empat peraturan pemerintah (permen) dan terlihat hasil, dengan ikan-ikan mulai banyak kembali. Walaupun, dia mendapat gugatan dari pihak-pihak yang kepentingannya tergangu. “Indonesia punya karbon banyak jangan sampai habis. Kalau bisa dijaga agar jadi posisi tawar Indonesia di dunia. Dengan dijaga, juga dapat benefit dari sana.”
Menurut dia, sudah saatnya, menteri menggunakan kewenangan untuk kebaikan lingkungan. “Kita juga tak dimaki-maki negara tetangga padahal yang punya sawit warga negara tetangga. Sedikit keras ya.. sudah saatnya. Kalau gak, gak bisa bawa pengusaha yang punya tanggung jawab buat lingkungan. Nanti APBN malah buat pemadaman kebakaran. Bagusnya, buat masyarakat lain yang membutuhkan.”
Kata Ferry, dia tak perlu membuat permen karena dalam klausul HGU sudah ada aturan itu. “Saya tadi bilang ke bu Susi, kalau dia belum ada aturan. (Kementerian ATR) ada klausul (HGU) kalau melanggar bisa kita batalkan. Nggak lewat permen. Ini malah menjadi lebih gampang.”