Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan beberapa perkiraan lain memperlihatkan dalam Juli-November 2015 akan terjadi El-Nino moderat sampai kuat menghampiri Indonesia. Artinya, kekeringan mengancam beberapa daerah rawan terdampak. BMKG menyebut daerah-daerah itu, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Berbagai kementerian dan lembagapun rapat gabungan membahas ancaman dan antisipasi kala El-Nino datang.
Rapat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini dihadiri beberapa menteri, seperti Menteri LHK, Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursidan Baldan, Kepala BNPB, Syamsul Maarif, Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin dan BMKG. Hadir pula perwakilan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Dalam Negeri, dan lain-lain.
Yunus Subagyo, Deputi Meteo BMKG mengatakan, banyak lembaga yang melakukan perkiraan terhadap El-Nino ini. Perkiraan-perkiraan dari beberapa lembaga internasional maupun BMKG soal El-Nino, dari NCEP/NOAA (Amerika Serikat), menyebutkan, pada April-Juli 2015, terjadi el-Nino, moderat, Agustus-November, El-Nino kuat. Dari Jamstec, Jepang, memperkirakan, Juni sampai Juli 2015, diperkirakan terjadi El-Nino moderat, baru Agustus-September, kuat dan Oktober-November 2015, kembali moderat. Lalu, prediksi dari BoM/POAMA di Australia dan BMKG, hampir sama. Periode Juni-November 2015, terjadi El-Nino, moderat. El-Nino moderate, berarti anomali suhu antara satu sampai dua derajat. Kalau kuat, anomali di atas dua derajat.
“Kondisi ini diperkirakan berlangsung sampai November 2015 dan berpeluang menguat. Kami akan pantau perkembangan kondisi El-Nino ini terus menerus,” katanya di Jakarta, Rabu (17/6/15).
Meskipun dari monitoring Juni 2015, perkiraan El-Nino moderat, katanya, namun perlu kewaspadaan terutama di kawasan-kawasan rawan. Baik akibat kekeringan yang bisa memicu kebakaran hutan dan lahan maupun kekeringan lahan pangan, terutama padi. Sebab, diperkirakan awal musim hujan 2015/2016 di beberapa wilayah mengalami kemunduran.
BMKG, katanya, sudah menyiapkan peta kekeringan padi di Indonesia tahun ini. Di sana, bisa terlihat titik-titik atau wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan hingga bisa ada langkah antisipasi. BMKG juga membuat potensi kemudahan terjadi kebakaran ditinjau dari analisa parameter cuaca. Dari sana, akan terlihat wilayah-wilayah mana yang rawan sampai aman kebakaran.
“(Peta) kekeringan memang baru khusus padi. Karena kami baru miliki peta padi. Coklat itu sporadis, bisa iya atau tidak. Kalau merah itu efek kuat sekali terhadap tanaman padi,” katanya, seraya menjelaskan peta.
Di Indonesia, kata Yunus, El-Nino bukan satu-satunya faktor pemicu kekeringan, harus dipertimbangkan faktor lain yaitu dipole mode dan suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) di perairan Indonesia.
Orbita Roswintarti, Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lapan mengatakan, dari semua model yang digunakan pada periode Januari, Februari, Maret 2015, ada El-Nino, lemah, dan Mei, Juni, Juli 2015, El-Nino, moderat dan Agustus ke atas, menguat.
Untuk monitoring kebakaran hutan dan lahan, dari Lapan, katanya, dari sebelum kebakaran, mengembangkan sistem peringatan bahaya kebakaran atau early warning system). Saat kebakaran, Lapan, memantau titik api (hotspot) dan sebaran asap. Sesudah kebakaran, katanya, akan memetakan daerah-daerah bekas kebakaran.
Dari analisis potensi tingkat kemudahan penyulutan api yang berbasis pengideraan jauh, bisa terlihat daerah-daerah rawan di Sumatera dan Kalimantan dan Jawa. “Tak berarti ada api, tetapi kalau ada api, rerumputan yang mudah terbakar. Khusus di Jawa, wilayah itu potensi kekeringan.” Parameter perhitungannya, kata Orbita, dengan melihat suhu udara, curah hujan, angin dan kelembaban.
Begitu juga potensi kekeringan dan asap. Lapan memetakan, daerah-daerah rawan, seperti Kalimantan dan Sumatera. Dari analisis itu tampak, untuk Kalimantan, harus dipantau pada Juli, Agustus, September dan Oktober ini.
Menteri Siti mengatakan, dalam kaitan perubahan iklim dan kebakaran hutan dan lahan, langkah antisipasi di lapangan sudah berjalan. “Langkah-langkah di lapangan sudah jalan, kita bersama-sama BNPB. Kalau ada awan kita modifikasi cuaca. Di lapangan kita buat kanal-kanal blok. Banyak hal yang sudah disiapkan,” katanya.
Dari paparan BMKG ini, kata Siti, jadi tahu ramalan cuaca hingga bisa melakukan antisipasi dari sekarang. “Tadi kan, dibilang, hujan mulai November. Hati-hati pada Agustus. Juni sudah cukup berbahaya.”
Wilayah-wilayah ‘langganan’ kebakaran lahan dan hutan, katanya, seperti Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, menjadi prioritas. Namun, dari pantauan titik api dalam 2015, Kalimantan Selatan dan Aceh, juga harus menjadi perhatian. “Saya harus hati-hati sekarang, berarti menjaga Aceh dan Kalsel. Selama ini, hanya berpikir, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng. Kalsel dan Aceh diawal-awal agak luput, akan saya perhatikan.”
Kepala BMKG Syamsul Maarif mengatakan, dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan dan lahan ini perlu pemetaan politik dan sosial karena itu bisa menjadi hambatan-hambatan implementasi di lapangan. Dia mencontohkan, kesepakatan rencana aksi sudah dibuat bersama pemerintah daerah, tetapi pelaksanaan terhambat.
“Misal, kita diingatkan buat bikin canal blocking. Pemda takut…perlu kebijakan sampai pusat. Yang nakutin ini siapa? Rencana aksi sudah, duit sudah ada, siapa berbuat siapa, ada, tapi gak jalan. Sampai Mei, mesti ada 10 canal blocking. Tapi tak jalan,” katanya. Untuk itu, Syamsul meminta hambatan-hambatan ini bisa hilang.
Dia khawatir juga atas hambatan pelaksanaan rencana di lapangan. “Ternyata kita mau berbuatpun eksekutor gak berani. Indonesia buat rencana paling jago, begitu eksekusi…lemahhhh…..”
Dalam kasus kebakaran hutan atau lahan gambut, kata Syamsul, jelas ada pemantik (orang yang membakar). Persoalan saat ini, katanya, bagaimana PPNS bersatu dengan kepolisian, kejaksaan buat mengerjakan masalah ini.
Peringatan dini
Ferry M Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, meminta, kepada Lapan atau BMKG, bisa menyiapkan data curah hujan seperti di Jawa bagian Selatan, hingga bisa memberikan peringatan dini pada lokasi-lokasi rawan bencana, seperti longsor. Dengan menyiapkan data itu, masyarakat tak kena bencana dulu baru diatasi.
Moch Syakir, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, mengatakan, meskipun El-Nino dianggap moderat, tetapi Kementan tetap mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapinya. Untuk itu, Kementan sejak satu bulan lalu sudah pemetaan wilayah rawan kekeringan. Pada 16 Juni 2015, Menteri Pertanian, sudah mengundang kabupaten dan Dandim di Indonesia, guna mengantisipasi kekeringan yang diperkirakan terjadi. “Ini buat mengamankan tanaman yang ada di lapangan yang sudah tumbuh maupun musim tanam selanjutnya,” katanya.
Bagi wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak dan mungkin menanam lagi, kementerian sudah memberikan pupuk dan benih. Kementerian juga melakukan observasi terhadap daerah-daerah rawan dan memberikan solusi dengan tak menanam padi saja.
“Sudah ada antisipasi. Kita monitoring dampak dan sudah pemetaan sampai daerah irigasi. Seluruh kabupaten yang kemungkinan terdampak. Daerah yang mungkin, infrastruktur pompa air, benih pupuk, sudah disiapkan. Kalau toh ada panen mundur, kemungkinan kecil. Sudah diantisipasi,” ujar dia.
El-Nino terburuk?
Sedangkan Indonesia Green Investment Cooperations (IGICo) Advisory meminta pemerintah perlu segera membentuk tim satuan tugas (task force) antarkementerian untuk mengantisipasi dampak El-Nino terhadap perkembangan ekonomi nasional. Lembaga ini memprediksi El-Nino kali ini cukup fenomenal berada di peringkat terburuk keempat atau kelima sepanjang dua dekade.
IGIco Advisory, adalah unit bisnis Indonesia Green Investment (IGI) yang memiliki tugas memberikan konsultasi ekonomi, bisnis, keuangan, strategi komunikasi, kebijakan publik dan government relations bagi klien fokus pembangunan ekonomi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
IGICo menganalisa indikator El-Nino selama 20 tahun ke belakang, sejak 1995. Chief Economist IGICo Advisory Martin Panggabean mengatakan, dari analisa itu dampak El Nino terasa pada 1997-1998, 2002-2003, 2004-2005, 2009-2010, dan 20142015.
“Khusus 2014-2015, katanya, menunjukkan fenomena El Nino peringkat keempat atau kelima terburuk sepanjang dua dekade ini,” katanya dalam rilis kepada media.
Prediksi El-Nino 2015, katanya, mirip yang terjadi pada 2009-2010 namun situasi ini lebih baik dari 1997-1998. Kala itu, dampak El-Nino dan perkembangan ekonomi nasional berujung pada berakhirnya era Orde Baru.
Martin mengingatkan, walaupun dampak El-Nino terlihat lemah, namun masih ada dua bulan tersisa (sampai Juli) untuk melihat dampak kumulatif negatif El-Nino terhadap pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan.
Untuk itu, IGIco Advisory merekomendasikan beberapa hal. Pertama, dalam merespon, kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian, KLHK, serta Kelautan dan Perikanan perlu memperhatikan dampak El-Nino kali ini akan diperparah kondisi pemanasan global. Kombinasi pemanasan global dan El-Nino ini, kata Martin, perlu diwaspadai. “Pembentukan task force bersifat temporer tidaklah memadai. Perlu dibuat lebih permanen, antarkementerian dan antardaerah untuk segera mengantisipasi dan menyiapkan tindakan khusus.”
Kedua, khusus tanaman pangan perlu upaya khusus, yaitu rencana Presiden dan Wakil Presiden membangunan waduk perlu segera direalisasikan guna meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Indonesia, katanya, mempunyai waktu paling tidak dua tahun untuk merealisasikan waduk-waduk ini hingga bisa mengurangi dampak El-Nino mendatang.
Ketiga, untuk pertanian, isu yang dihadapi bukan hanya ketahanan pangan melalui produksi, juga pangan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, Kementerian Perdagangan dan Bulog perlu segera mungkin membuat tataniaga produk pertanian efisien di tengah tren pelemahan harga komoditas pangan di pasar global. “Juga berupaya mengurangi peranan spekulan yang mengganggu usaha pemerintah dalam menekan inflasi. Bahkan bila diperlukan sudah memiliki ‘cadangan’ impor, khusus beras dari negara ASEAN yang bias didatangkan saat ada kebutuhan.”
Pasar pangan global juga diprediksi terganggu dampak El-Nino terutama negara-negara wilayah tropis di Samudera Pasifik, seperti India, Filipina, Brazil, Indonesia dan lain-lain. Untuk itu, katanya, perlu diwaspadai tren harga komoditas pangan global, karena setiap El-Nino selalu berdampak pada kenaikan harga sekitar 5-10%. Kenaikan harga ini, katanya, berujung inflasi.