,

Cerita dari Leuser: Mulai Toko Souvenir Bagian Tubuh Satwa hingga Pembalakan Liar

Pohon-pohon hutan ditebang menyisakan kerusakan. Hutan berubah menjadi kebun sawit sampai kehidupan satwa-satwa liar dilindungi terancam karena diburu, ditangkap dan diperdagangkan. Itulah antara lain masalah-masalah seputar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) berupaya meningkatkan pengawasan hingga penindakan.

Saya mendapatkan kesempatan mengikuti patroli tim balai di TNGL selama tiga hari medio Juni ini. Sepanjang jalan, kicau burung terdengar seakan menemani perjalanan. Dari kejauhan, terdengar suara orangutan memecah kesunyian. Hutan nan hijau di Halaban. Di Tangkahan, air mengalir deras. Begitu jernih.

Patroli dimulai di Halaban, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sekitar kawasan TNGL ini terdapat beberapa desa. Bersama petugas dari Resort Sei Betung, dibantu wrga dan tim Orangutan Information Center (OIC), patroli mulai dengan pengamatan area, dan pengumpulan informasi mengenai daerah rawan kejahatan kehutanan. Baik, perburuan satwa hingga illegal logging.

Sapto Aji Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III, Stabat, mengatakan, patroli ini rutin guna mengawasi perburuan satwa dan penebangan kayu di TNGL. Dia mengatakan, beberapa kali patroli ada pembalak liar sedang menebang pohon dan langsung diamankan.

Hari pertama, tak ditemukan kasus. Baru, hari kedua, kala patroli ke Bukit Lawang, dalam perjalanan, tim, menemukan toko souvenir menjual bagian tubuh satwa dilindungi, yaitu taring beruang, dan tanduk rusa.

Melihat ini, Sapto Aji berang. Dia memanggil pemilik toko souvenir, dan menginterogasi. Pemilik toko tak mampu menjelaskan alasan menjual bagian tubuh satwa dilindungi ini. Pria bernama Hadi itu mengatakan, taring beruang dan tanduk rusa didapat dari teman yang biasa menjual souvenir untuk  wisatawan kala berkunjung ke Bukit Lawang.

Gigi beruang dan tanduk rusa jadi aksesoris dan dijual di kawasan wisata Bukit Lawang ini disita petugas BBTNGL.Foto: Ayat S Karokaro
Gigi beruang dan tanduk rusa jadi souvenir dan dijual di kawasan wisata Bukit Lawang ini disita petugas BBTNGL.Foto: Ayat S Karokaro

Sapto memerintahkan tim patrol menyita barang bukti, dan memeriksa pemilik toko. “Ini sudah gawat, anda menjual souvenir bagian tubuh satwa dilindungi. Tahu gak kalau tubuh satwa itu dilarang diambil apalagi dijual? Jangan jadikan ekowisata di TNGL ini melanggar UU, sita, periksa pemiliknya.”

“Saya salah pak, tetapi saya mohon diampuni, saya gak akan menjual lagi,” kata Hadi. Petugas BBTNGL bergeming dan terus memeriksa.

Hari ketiga,  Sapto mendapat informasi tim lain telah menangkap pembalakan liar. Sapto meminta langsung pemeriksaan dan membawa ke Kantor BBTNGL di Medan.

Selain menangkap pelaku, S (46), dan mengamankan puluhan batang kayu olahan meranti batu dan damar, dari TNGL.

Untuk mengecoh petugas, S memasukkan barang bukti ke mini bus. Andai petugas tak jeli, kata Sapto, kayu-kayu itu akan lolos. “Mengelabui petugas, pelaku memuat 46 keping kayu ke mobil. Kita sudah paham dengan modus mereka.”

Lokasi penangkapan di depan Kantor Camat Brandan Barat, daerah Pangkalan Susu ini memang rawan pembalakan. Bukan kali ini saja tim menangkap truk berisi kayu olahan.

Untuk itu, pengawasan wilayah-wilayah rawan ini diperketat, baik yang akan keluar ke Aceh, ataupun ke Kota Binjai dan Medan.

Kala diwawancara Mongabay, S mengatakan, kayu dibeli dari pelaku lain di Barak Itir, Langkat. Areal ini masuk TNGL. Dia sudah dua kali beli dari Barak Itir, 80 batang. Sebanyak 30 batang dijual ke Binjai Rp1,5 juta. Pembeli menghubungi menggunakan telephone, dan pelaku mengantarkan pesanan. “Sebelum ini aku sudah menjual 80 batang kayu damar Rp20.000 per batang. Aku menyesal, ” katanya, seraya menundukkan kepala.

Puluhan kubik kayu olahan diambil dari TNGL ini disembunyikan dalam mobil pelaku. Foto: Ayat S Karokaro
Puluhan kubik kayu olahan diambil dari TNGL ini disembunyikan dalam mobil pelaku. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,