,

KKP Cabut Izin Usaha Perikanan 4 Grup Perusahaan Ini. Kenapa?

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menebar ancaman kepada semua pelaku Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang sudah mencuri sumber daya laut di perairan Indonesia. KKP tak segan akan mencabut Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) seperti yang diberikan kepada perusahaan perikanan PT Benjina Pusaka Resources (PBR) yang berpusat di Benjina, Maluku Utara.

Ancaman tersebut terucap dari mulut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (22/6/2015). Susi menyebut, siapapun pelaku IUU Fishing akan ditindak tegas karena sudah melakukan pelanggaran hukum di wilayah kelautan Indonesia.

“Ini adalah bentuk penegakan hukum. Jadi tidak ada alasan lagi dan kami harus bisa mematuhinya,” ucap Susi dengan nada tegas.

Dia mengungkapkan, apa yang sudah dilakukan PT PBR menjadi gambaran jelas bahwa tindakan IUU Fishing bisa dilakukan dengan bebas. Oleh itu, KKP langsung mencabut SIUP PT PBR dan melarang setiap aktivitas perikanan yang dilakukan perusahaan tersebut.

“Kita tidak mau apa yang dilakukan di Benjina ada juga di daerah lain. Kita harus terus menjaganya. Kita akan terus tegakkan hukum yang berlaku. Itu semua demi kedaulatan laut kita,” tuturnya.

Kegiatan IUU Fishing tersebut, kata Susi, selain ditemukan di Benjina, juga diketahui dilakukan perusahaan lainnya yang beroperasi di pesisir Kawasan Timur Indonesia. Total, ada empat grup perusahaan yang statusnya sudah melakukan IUU Fishing.

Keempat grup perusahaan tersebut, adalah PT Dwi Karya yang berpusat di Wanam, Merauke, Papua; PT Indojurong Fishing Industries yang berpusat Panambulan, Maluku Tenggara, Maluku; PT Maritim Timur Jaya yang berpusat di Kota Tual, Maluku dan PT Mabiru Industreis di Ambon, Maluku.

“Keempat grup perusahaan tersebut diduga kuat sudah melakukan pelanggaran di wilayah laut Indonesia. Karena, walaupun ada di Indonesia tapi mereka menggunakan kapal-kapal (laut) dari luar Indonesia,” jelas Susi.

Bekukan SIPI dan SIKPI Grup Perusahaan

Sementara menurut Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) Asep Burhanudin, keempat grup perusahaan tersebut saat ini sudah dilakukan pencabutan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Usaha Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

“Namun, untuk SIUP saat ini baru PT PBR di Benjina yang sudah dicabut. Sementara untuk yang lain, saat ini (pencabutan izin) baru akan dilakukan, sesuai dengan arahan dari bu Menteri,” ungkapnya.

Kapal asing berbendera Malaysia ini diledakkan di Perairan Belawan pada Rabu pagi. Foto: Ayat S Karokaro
Kapal asing berbendera Malaysia ini diledakkan di Perairan Belawan pada Rabu pagi. Foto: Ayat S Karokaro

Asep memaparkan, dari hasil analisis dan evaluasi terhadap empat grup perusahaan tersebut, memang ditemukan adanya praktek pelanggaran hukum. Terutama, yang dilakukan PT Dwi Karya di Wanam, Merauke.

“Ada dugaan tindak pidana perikanan dan luar perikanan yang sudah dilakukan PT Dwi Karya. Itu yang menjadi pertimbangan grup perusahaan tersebut sudah melakukan tindakan IUU Fishing,” cetus dia.

Tidak hanya itu, Asep mengungkapkan, dari ratusan kapal yang dimiliki PT Dwi Karya, hanya 68 kapal saja yang diketahui sudah berijin. Sementara, sekitar 200 kapal lagi diketahui lari ke perairan di Papua Nugini yang berbatasan langsung dengan Papua.

Terkait rencana pencabutan SIUP untuk grup perusahaan tersebut, Plh Dirjen Perikanan KKP Narmoko Prasmadji mengungkapkan, pihaknya mempersiapkan proses tersebut dibarengi dengan antisipasi gejolak sosial masyarakat setempat.

Dia mencontohkan, untuk pencabutan SIUP PT Dwi Karya, KKP bekerja sama dengan Pemkab Merauke untuk menjaga gejolak sosial. Kemudian, untuk ikan yang ditangkap nelayan, jika PT Dwi Karya sudah tak beroperasi, semuanya akan dibeli oleh Perum Perindo.

“Saat ini Perindo sudah sampai di Wanam dan akan membeli ikan dari nelayan setempat. Kita juga sudah kirim genset untuk dioperasikan disana. Kita tidak akan melaksanakan kebijakan dari penegakan hukum jika tidak ada antisipasinya,” tegas Narmoko.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,