Sumatera Barat, provinsi yang sejak lima tahun lalu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Masyarakat dengan kearifan mereka menunjukkan keterkaitan kepada hutan yang mendukung kelestarian, perlindungan dari bencana, sekaligus pemenuhan sumber-sumber kehidupan.
Komitmen pemerintah Sumbar, menjadikan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) sebagai basis utama dengan memasukkan dalam rencana pembangunan jangka menengah, dan menetapkan alokasi wilayah untuk kejelasan target 500.000 hektar. Juga, memperkuat struktur kepastian layanan masyarakat dan menyusun peta jalan (roadmap) untuk kepastian langkah dan strategi pengembangan PHBM.
Hendri Oktavia, Kepala Dinas Kehutanan Sumbar menyebutkan, sudah 11 hutan nagari dan 13 kelompok hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 36.886 hektar. “Ada di Solok, Solok Selatan, Padang Pariaman dan Sijunjung, total 32.788 hektar. Ada 13 kelompok pengelola HKm tersebar di dua kabupaten yaitu Pasaman dan Pasaman Barat total 4.098 hektar,” katanya.
Dengan komitmen ini, katanya, Sumbar harus diperhitungkan dalam mewujudkan target hutan kelola rakyat 12,7 juta hektar hingga 2019. Target pemerintah ini, dalam bentuk hutan desa, HKm, kemitraan, hutan adat dan hutan tanaman rakyat.
Wiratno, Direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, target ini peluang dan tantangan bagi berbagai pihak.
“Ini bukan cuma kerja KLHK, bicara pengelolaan hutan tentu kerja kolektif. Kita optimis ini bisa dicapai dengan dukungan semua pihak. Jangan bicara soal angka, kita perlu bekerja bersama-sama melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat,” katanya dalam Workshop Refleksi Impelementasi PHBM di Sumbar, baru-baru ini.
Berdasarkan pengalaman pemerintah lalu, menargetkan PHBM 2,5 juta hektar. Kenyataan, sampai akhir periode pemerintahan tercapai hanya 896.048 hektar, terdiri dari 328.024 hektar HKm, 318.024 hektar hutan desa dan 250.000 hektar hutan tanaman rakyat. Jumlah ini memperlihatkan, pemerintah harus lebih banyak belajar.
Manajer Advokasi dan Kebijakan KKI Warsi, Rainal Daus menyebutkan, Sumbar memiliki pengalaman dalam mendorong, dan menyiapkan kebijakan serta memfasilitasi PHBM bersama-sama masyarakat. “Ini tentu bisa menjadi masukan pemerintah pusat dalam perbaikan kebijakan terkait PHBM atau perhutanan sosial guna mendukung target 12,7 hektar.”
Hal ini, katanya, perlu dilihat hubungan PHBM dengan beberapa kebijakan seperti UU Pemerintah Daerah, UU Desa dan kebijakan terkait kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
Rainal mengatakan, UU Pemerintahan Daerah sebenarnya tak akan menjadi kendala dalam peraturan pemerintah terkait PHBM . Dalam UU itu, sektor kehutanan ada beberapa kewenangan yang pindah dari kabupaten ke provinsi. Kewenangan kabupaten/kota hanya izin taman hutan rakyat dan hutan kota, selebihnya ke provinsi. Seharusnya, UU berlaku kalau sudah ada peraturan pemerintah yang mengatur.
Menurut dia, beberapa hal yang menghambat proses pengusulan PHBM, seperti regulasi, tata batas berbelit hingga membuat sejumlah usulan tergantung. Respon kementerian juga lamban. Dia berharap, ada delegasi ke Bidang Planologi di provinsi agar fasilitasi PHBM bisa berjalan lancar. Target-target pemerintah, katanya, bisa tercapai bila ada sinergi anggaran, kebijakan dan penyederhanaan birokrasi perizinan dan perlu juga meningkatkan derajat kebijakan PHBM dalam peraturan presiden.
Model pengelolaan hutan melibatkan partisipasi masyarakat dipandang sebagai cara strategis menangani berbagai persoalan seperti konflik tenurial, kerusakan hutan, keamanan hutan, kemiskinan dan berbagai problem lingkungan lain.
Alokasi dana
Menurut Wiratno, pemerintah menganggarkan dana membantu masyarakat yang berkomitmen menjaga hutan. “ Kita ada alokasi Rp308 miliar untuk pengembangan pedesaan berbasis PHBM. Jadi kita coba memberikan manfaat, tidak hanya bicara dampak langsung dari alam yang mereka terima seperti jaminan ketersediaan air, ada pembangkit listrik dan manfaat lain. Namun kita mendorong pengembangan ekonomi pedesaan.”
Dia mengatakan, perlu kerjasama berbagai pihak, salah satu menggandeng lembaga ilmu pengetahuan untuk melihat potensi keragaman hayati di hutan desa ataupun HKM. “Misal, potensi obat-obatan di Manggarai. Kita mengindentifikasi 60 jenis tanaman berpotensi menjadi obat-obatan.”
Di Sumbar, melibatkan dinas-dinas terkait, misal, Dinas Peternakan memberikan bantuan ternak untuk petani hutan nagari dan HKm. Sekitar 700 PNS penyuluh dan 500 tenaga harian lepas untuk mendampingi masyarakat.
“Ini bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan Dinas Perikanan untuk penguatan lubuk larangan, setok ikan di sungai dan danau. Ini untuk mendukung komitmen PHBM.”