,

Bocah Tenggelam di Lubang Tambang, Kasus Kelam yang Tak Kunjung Benderang

Kasus tenggelamnya anak di lubang tambang di Samarinda, telah berlangsung sejak 2011. Meski telah merenggut sepuluh nyawa, namun, hingga kini, penyelesaiannya jauh dari harapan.    

Tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mengunjungi lubang tambang di Sambutan, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (26/5/15), lokasi tenggelamnya Ardi bin Hasyim, korban ke sepuluh, menyebut ada dugaan terjadi pelanggaran HAM dalam berbagai kasus  tersebut.

Maneger Nasution, Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, menyatakan seharusnya Pemerintah Samarinda mengambil langkah pencegahan setelah kejadian pertama. Kejadian yang dimaksud adalah tewasnya tiga anak pada Juli 2011 di lubang tambang milik PT. Hymco Coal.

“Negara abai dalam peristiwa kemanusiaan ini. Kami mendorong agar polisi tidak hanya menggunakan KUHP, tetapi juga UU Perlindungan Anak, UU Lingkungan Hidup, dan UU tentang HAM. Jika menggunakan banyak jerat hukum, hasilnya akan beda,” katanya.

Dari sepuluh kasus, hanya satu yang berujung vonis yakni meninggalnya Eza (6) dan Erma (6) akibat tercebur di lubang tambang PT. Panca Prima Mining, Desember 2011. Namun, yang dinyatakan bersalah dan dihukum justru sang kontraktor dengan hukuman dua bulan penjara dan membayar biaya perkara Rp 1.000.

Vonis tersebut membuat Maneger heran. Terlebih, Samarinda di akhir 2014, meraih penghargaan sebagai salah satu kota peduli HAM di Indonesia. Akan tetapi, di sisi lain, Samarinda merupakan satu-satunya ibu kota provinsi di Indonesia yang “mempersilakan” daerahnya ditambang.

“Mengapa orang, bahkan anak-anak, dengan mudahnya masuk ke lokasi tambang? Mengapa pemerintah kota tidak melakukan sesuatu untuk memberi tekanan kepada perusahaan tambang? Lalu, bagaimana peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur? Kami juga hendak bertanya kepada Polres Samarinda, mengapa mereka lama mengusut kasus-kasus  ini,” kata Maneger.

Komnas HAM juga mendesak Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang menutup lubang tambang di daerah itu. “Dari 150 lubang tambang yang belum direklamasi pada 2011, pemkot menyebut kini tinggal 79 lubang,” katanya.

Kabar lubang tambang di Kota Samarinda yang telah menelan sepuluh korban juga disayangkan oleh Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Hasyim Muzadi. Dia meminta menteri terkait untuk turun tangan.

Menteri harus datang dan melihat langsung,” ucapnya selepas acara Rembuk Rakyat II di Samarinda, (3/6/2015). Hasyim menegaskan dirinya akan bertemu Presiden Joko Widodo dan menyampaikan persoalan yang tak kunjung usai ini.

“Sudah sepuluh nyawa dan sudah gawat. Saya yakin, Presiden langsung merespons. Presiden tumbuh dari orang kecil. Tentu, tahu bagaimana perasaan itu (masyarakat kecil),”  ujar Hasyim.

Rahmawati saat bertemu Menteri Yohana Yembise di Samarinda, 23 Maret 2015. Foto: Jatam Kaltim

Menurut Hasyim persoalan ini tidak hanya terjadi di Samarinda melainkan juga daerah lain yang kaya potensi sumber daya alam. Harusnya, ada peraturan tersendiri yang mengurus keselamatan di daerah penghasil tambang. “Entah permen (peraturan menteri), inpres (instruksi presiden), atau apa,” sebutnya.

Teranyar, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik juga mengunjungi rumah keluarga M. Raihan di Jalan Padat Karya RT 86, Keluarahan Sempaja Utara, Samarinda, Kamis (18/6/2015). Raihan (10 tahun) tewas tenggelam di lubang tambang milik PT. Graha Benua Etam (GBE) akhir Desember 2014.

Setelah berbincang dengan Rahmawati, ibunda Raihan, Moazzam minta ditunjukkan lubang  tambang yang menewaskan Raihan. Lokasi lubang yang menewaskan Raihan itu sudah diuruk. Namun, lubang yang baru ditutup sebagian itu tak bisa menyembunyikan jaraknya yang dekat pemukiman, tidak kurang 500 meter itu, berbahaya karena dibiarkan tanpa pengawasan.

“Ini mengerikan,” ucapnya.

Menurut Moazzam, lubang bekas tambang dimanapun harus ditutup demi keamanan warga setempat. “Apa yang terjadi ini buruk sekali. Situasi ini tidak baik untuk perekonomian, nama baik dan reputasi Kalimantan Timur.”

Masyarakat harus mendapatkan kenyamanan hidup. “Jika lubang tambang dekat permukiman, apa mungkin bisa diwujudkan?” ujarnya.

Gambaran lokasi rumah Rahmawati dan kolam tambang tempat putranya tenggelam. Sumber: Jatam Kaltim
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,