Tangki penampungan air orange berkapasitas sekitar 1.000 liter ini sudah siap menampung distribusi air dari selang mesin pompa. Tampak panel-panel surya memanjang sekitar 10 meter. Dua mesin pompa terpasang tidak jauh dari panel ini. Ya, mesin pompa ini menggunakan energi matahari.
Itulah tangki yang dibangun di Pedukuhan Banyumeneng I, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta. Ia salah satu wilayah yang kerab kesulitan air bersih. Ini kawasan karst dengan batuan dasar pembentuk tanah dari batu kapur, hingga banyak sungai bawah tanah dan sulit membuat sumber air pribadi atau sumber air tanah.
“Energi matahari solusi daerah krisis air bersih. Apalagi air menjadi sumber kehidupan pokok,” kata Bernard Anthony, Country Presiden Alstom Indonesia, awal Juni 2015.
Proyek solar water pumping system (SWPS) ini berawal dari kepedulian dan semangat berbagi melihat kondisi faktual di padukuhan. Lalu digagas konsep pengangkatan air dengan pompa tenaga surya.
Proyek ini gagasan komunitas mahasiswa sentra energi (Kamase) jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada pada 2007. Awalnya, mereka membuat panel surya bertenaga 1.200 wp mampu mengaliri 30 keluarga di Dusun Banyumeneng I dengan debit rataan lima kiloliter perhari. Tahun 2014, alumni Kamase tergabung dalam organisasi Energi Bersih Indonesia (EnerBI), berhasil menggandeng Alstom Foundation mengembangkan SWPS di sana menjadi 8000 wp.
Konsep ini, katanya, mengalirkan air dari sumber mata air ke pusat pemukiman penduduk. Menggunakan solar panel karena penyinaran efektif matahari rata-rata mencapat 5,6 jam perhari sepanjang tahun dan instalasi sistem tidak rumit. Dengan begitu, katanya, masyarakat diharapkan mampu menjaga keberlanjutan sistem ini secara mandiri.
Bernard menjelaskan, sistem ini sederhana, menggunakan panel surya menjadi sumber energi bagi dua mesin pompa air itu. Proyek ini, diharapkan memenuhi kebutuhan air bersih 90 keluarga dengan debit 20 kl perhari.
“Jadi, warga tidak perlu berjalan sejauh 3,2 kilometer setiap hari untuk mendapatkan air bersih di sumber air,” katanya. Dia berharap, proyek ini bisa ditiru daerah lain di Indonesia yang kesulitan air bersih.
Dinar Ari Prasetyo Presiden Direktur Yayasan EnergiBi mengatakan, ekspansi sistem pompa air tenaga surya dengan memperhatikan dimensi kearifan lokal masyarakat. Proyek ini berawal dari keprihatinan kesulitan air warga. Kini, ketika berhasil, Dinar menitipkan proyek ini kepada masyarakat Banyumeneng agar dijaga. “Gotong-royong masyarakat dalam proyek ini merupakan apresiasi mereka terhadap pembangunan energi bersih dan ramah lingkungan.”
Wakil Gubernur Yogyakarta Paku Alam IX yang meresmikan proyek ini mengatakan, pemerintah berterima kasih kepada pihak yang berperan. Terlebih, persediaan air bersih di daerah terpencil mulai berkurang. Di Gunung Kidul, 70% kebutuhan air tercukupi PDAM. Sisanya, difasilitasi Satker PAM Yogyakarta menggunakan SPAMDes, baik itu mandiri masyarakat maupun kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum.
Sungai bawah tanah Gunung Kidul
M. Widyastuti, Dosen Fakultas geografi UGM dalam penelitian berjudul “Kajian Kerentanan Airtanah terhadap Pencemaran di Daerah Karst Gunungsewu” menemukan, karst Gunungsewu Gunungkidul mempunyai sumberdaya air tanah sangat potensial. Namun, air tanah ini berada di kedalaman bervariasi antara 50-100 m di bawah permukaan tanah. Pemerintah daerah telah berupaya memompa sungai bawah tanah Bribin, Seropan, Baron, dan Ngobaran (merupakan satu sistem Bribin-Baron) dan pembangunan jaringan distribusi.
“Tipisnya lapisan tanah, konsentrasi aliran di daerah epikarst dan resapan air melalui ponor akuifer karst sangat rentan terhadap pencemaran,”katanya.
Untuk itu, katanya, langkah penting melindungi air tanah karst dengan zonasi kerentanan. Penelitian ini fokus pada kerentanan intrinsik air tanah terhadap pencemaran. “Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar daerah mempunyai kerentanan sangat tinggi meskipun ada bagian wilayah kerentanan rendah hingga sedang,” kata Widyastuti.