,

“Batu Sriwijaya” Terus Diburu, Daerah Penyangga TNKS Terancam

Demam batu akik mendorong sebagian masyarakat di Indonesia melakukan penambangan liar. Termasuk pula di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, yang terkenal dengan batu teratai yang juga disebut sebagai “Batu Sriwijaya”. Sebagian wilayah penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) itu terancam hancur.

Salah satu bunga yang akrab dengan kebudayaan Sriwijaya yakni bunga teratai. Sebab bunga teratai identik dengan ajaran Budha. Seperti diketahui Kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di Nusantara dari abad ke-7 hingga 13, pernah menjadi pusat pendidikan agama Budha di dunia.

“Saat ajaran Islam masuk ke Nusantara, khususnya di Sumatera Selatan yang pernah menjadi pusat peradaban Sriwijaya, hanya simbol bunga teratai yang dipertahankan kaum muslim di Sumatera Selatan sebagai hiasan karya seni, seperti ukiran dan motif kain songket,” kata Gabriel Husin Fuady, tokoh masyarakat Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), saat ditemui di Muara Rupit, Sabtu (27/06/2015).

Selain menjadi motif ukiran kayu dan kain songket, ternyata batu bermotif bunga teratai juga menjadi hiasan para bangsawan atau pangeran di Sumatera Selatan di masa lalu.

“Itulah batu teratai yang hanya dihasilkan dari Kabupaten Muaratara, khususnya dari wilayah Karangjaya, yang berada di hulu Sungai Tiku atau masuk dalam DAS Sungai Musi, sejak beratus tahun lalu diburu para bangsawan atau pangeran di Sumatera Selatan, hingga ke India maupun Tiongkok,” kata Gabriel.

“Batu teratai yang paling banyak diburu bewarna hijau, merah dan biru. Jadi tidak heran, saat demam batu akik seperti sekarang ini, batu teratai dari Muratara ini banyak dikejar,” katanya.

Bongkahan batu Blue Sky yang begitu terkenal di Ogan Komering Ulu (OKU), sebelum diolah. Masyarakat setempat menolak lahannya disewa kepada pengusaha dan dilarang menggunakan alat berat untuk menambangnya. Foto: Taufik Wijaya

Perda penambangan batu akik

Dengan maraknya perburuan batu teratai ini, kata Gabriel, lingkungan di wilayah penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) terancam rusak, khususnya di wilayah Karangjaya.

“Saya sangat prihatin dengan hal tersebut. Sebab perburuan batu teratai tersebut terlihat tidak memperhatikan dampak lingkungan. Perlu diupayakan langkah-langkah yang nyata, yang tidak merusak lingkungan, tapi juga tidak membuat pendapatan masyarakat turun,” katanya.

Bentuknya, kata Gabriel, berupa peraturan daerah dari pemerintah Muratara. Isinya salah satunya mengatur pembatasan volume eksplorasi. “Misalnya setiap penambang hanya boleh mengeskplorasi sekian kilogram batu dalam satu tahun. Dia boleh menambang lagi, jika lokasi penambangan yang digali sudah ditimbun kembali atau ditata lagi,” kata Gabriel.

“Dengan eksplorasi yang terbatas, harga jual batu teratai juga akan stabil. Kalau terlalu banyak dieksplorasi, maka harga jualnya menurun karena tidak lagi langka,” katanya.

Adapun batu teratai yang terbilang langka atau diburu peminat batu yakni teratai hijau, merah dan biru.

Fendy W dari Yayasan Pucuk, sebuah organisasi pegiat lingkungan hidup di Musirawas dan Muaratara, sependapat dengan Gabriel. “Pemerintah Muratara harus campur tangan. Jangan dibiarkan liar. Selain membuat perda, juga menata hal lainnya, seperti mematenkan batu teratai sebagai batu akik khas Muratara, sehingga perlakuan terhadap batu tersebut menjadi sangat hati-hati. Jangan menjual batu teratai itu berbasis volume, tapi harus berdasarkan kelangkaan atau keunikan,” katanya.

Dijelaskan Fendy, beberapa batu dari Muratara yang sudah habis, tapi dampaknya tidak begitu baik masyarakat, yakni batu suiseki. “Pada tahun 2006-2007 terjadi eksplorasi besar-besaran batu suiseki di Sungai Rawas. Batu-batu dibawa ke Korea Selatan. Akibatnya Sungai Rawas mengalami pendangkalan,” kata Fendy.

Sebagai informasi, Kabupaten Muaratara adalah daerah otonomi baru (DOB), yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas. Luas Muratara sekitar 6.008,55 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 195.000 jiwa, dengan ibukota Rupit. Ada tujuh kecamatan yang bergabung dengan Muratara yakni Rupit, Karangjaya, Ulu Rawas, Karang Dapo, Rawas Ulu, Nibung dan Rawas Ilir.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,