Wuih! Para Mahasiswa Ini Bikin “Sofa” Pengolah Limbah B3

Berawal dari banyak keluhan pengelola klinik kesehatan kecil yang kesulitan mengolah limbah medis, mendorong lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini membuat inovasi teknologi pengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) portabel. Mereka adalah Vania Erizza, Gita Prasulistiyono Putra, M. Bisyri Lathif, Ahmad Widardi dan Pandu Dwijayanto.

Gita mengatakan, meskipun banyak dipasarkan alat pengolah limbah mandiri yang bisa membantu mengatasi masalah tetapi harga relatif mahal.

“Biasa dipasaran sekitar Rp5-Rp10 juta. Dimensi besar jadi memakan tempat,” katanya kepada Mongabay.

Merekapun mengembangkan alat pengolah limbah yang memungkinkan bagi klinik skala kecil. Alat ini mereka namakan Medigold. Ia berukuran kecil, dimensi 50x40x50 cm jadi tak memakan ruang dan mudah dipindah. Tampilan alat ini cukup menarik, bak sofa. “Jadi bisa dipakai duduk saat tidak beroperasi.”

Medigold terdiri dua komponen utama, yakni alat sterilisasi dan penghancur jarum suntik. Untuk mesin sterilisasi memanfaatkan panci presto untuk mensterilkan berbagai jenis peralatan medis seperti kassa, kapas, maupun perban. Ia berkapasitas enam liter dan menghasilkan suhu hingga 300° Celcius serta tekanan 1,5 atm.

Untuk mesin penghancur jarum suntik  bekerja dengan dialiri arus listrik bertegangan 50 volt dan berarus tinggi, 22 amper. “Untuk sterilisasi butuh waktu satu jam. Untuk menghancurkan jarum satu sampai dua detik saja.”

Medigold dilengkapi dua mode waktu operasi yakni manual dan otomatis. Untuk pengoperasian otomatis, kata Gita, dengan menggunakan timer, pengguna hanya memasukkan limbah setelah klinik tutup malam hari. Pada kesesokan hari, limbah selesasi diolah tanpa perlu penjagaan seperti manual.

Ahmad Wihardi, mengharapkan, Medigold tidak hanya menjadi solusi klinik kesehatan kecil dalam pengolahan limbah. Juga mampu mengurangi ketergantungan impor alat pengolah limbah B3.

“Ini seluruh bahan lokal, biaya produksi jauh lebih murah. Rencananya kami pasarkan Rp2,5 juta.”

Bahaya limbah B3

Endang Tri Wahyuni, Guru Besar Jurusan Kimia FMIPA UGM mengatakan,  limbah B3 bisa berada dalam tiga fase, yaitu gas, cair, dan padat. Sesuai fase ini, limbah B3 bisa memasuki tubuh manusia melalui pernapasan karena terhisap, pori-pori kulit karena terserap, dan mulut karena tertelan.

“Contoh limbah B3 dari industri tersebar luas di lingkungan adalah logam berat berbahaya seperti Cd, Cr(VI), Cu, Hg dan Pb bisa dari industri cat dan pelapisan logam. Di dalam perairan, logam-logam pencemar ini akan terakumulasi dalam tubuh ikan dan atau terserap tanaman, yang akhirnya terkonsumsi manusia,” katanya.

Di dalam tubuh, Cr(VI) menyebabkan kerusakkan liver dan bersifat karsinogenik, Hg dapat merusak syaraf, dan Pb bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan otak.

Sejalan dengan perkembangan industri dan pemenuhan kebutuhan manusia yang makin meningkat, katanya, meningkat pula jenis dan volume limbah B3 yang terbuang ke lingkungan.

Endang menilai, limbah laboratorium kimia meskipun volume relatif kecil dibandingkan limbah industri, justru mengandung B3 sangat bervariasi dengan konsentrasi relatif tinggi. Untuk itu, limbah ini harus dikelola dengan benar agar tak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Mahasiswa UGM kembangkan teknologi pengolah limbah B3 yang ramah lingkungan bernama Medigold. Foto: dokumen Humas UGM
Mahasiswa UGM kembangkan teknologi pengolah limbah B3 yang ramah lingkungan bernama Medigold. Foto: dokumen Humas UGM
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,