, ,

Banyak DAS di Jawa Tengah Kritis, Mengapa?

Bau busuk menyengat hidung. Warna air hitam. Limbah tampak terbuang di sungai. Plastik bekas, bungkus deterjen, sampo, sabun sampai pembalut perempuan menjadi hiasan sungai-sungai di Jalan Pantai Utara (Pantura) Demak, Jawa Tengah. Di Boyolali, sungai-sungai mengering. Tak ada air, hanya tumpukan sampah. Kondisi sungai-sungai di Jateng, memprihatinkan.

Prof. Sudharto P Hadi, Pakar Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mengatakan, dalam lima dekade kondisi sungai di Indonesia makin buruk, terutama di Jateng. Setidaknya, 35 daerah aliran sungai (DAS) di Jateng, kritis dan 136 tercemar. Di Jawa, beberapa DAS mulai beralihfungsi menjadi pemukiman atau pabrik yang tak diimbangi sistem pengelolaan limbah yang baik. Limbah rumah tangga dan pabrik dibuang ke sungai hingga menimbulkan pencemaran.

“Pengelolaan DAS secara terpadu sangatlah penting guna menjaga kelestarian lingkungan demi kesejahteraan masyarakat sekitar,” katanya, dalam diskusi terkait persiapan Kongres Sungai Indonesia (KSI), pekan lalu.

Dia mengatakan, sungai-sungai di Jawa seperti swalayan, jadi tempat kasur, meja, kaos, celana, dan barang-barang lain. Selain sampah, lahan hulu yang gundul juga menjadi menyumbangkan banjir di muara.

Adapun sungai tercemar di Jateng antara lain,  Sungai Babon dan Banjir Kanal di Semarang dan Bengawan Solo. Hampir semua sungai di kawasan industri dan mengalami pencemaran parah. Namun, limbah domestik juga penyumbang besar pencemaran.

Dia mengatakan, semua industri wajib ada penindakan tegas jika terbukti tak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Selain itu,  ruang terbuka justru untuk membangun perumahan. Pola pembangunan ini, bergeser dari tata ruang menjadi tata uang.

Gunretno dari Sedulur Sikep, Pati, mengatakan, perlu tindakan pemerintah maupun masyarakat menjadikan sungai berkualitas bagus misal, menjaga hutan lestari.

“Upaya-upaya merusak ekologi dan ekosistem sungai seperti pencemaran, penggundulan hutan, dan pertambangan di hutan harus dihentikan.”

Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan Dinas Kehutanan Jateng Raharjo mengatakan, kondisi DAS kritis karena banyak faktor termasuk penggundulan lahan hutan. Untuk itu, katanya, perlu edukasi dari pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan pihak terkait pada masyarakat di hulu sampai muara.  “Perlu mengembalikan 634.000 hektar lahan kritis di Jateng menjadi lahan baik,” kata Raharjo.

Dia menambahkan, penanaman lahan-lahan kritis bisa menjadikan DAS Jateng membaik. Jateng memiliki target penanaman per tahun sekitar 100 juta pohon. Namun, perlu upaya lain, tak cukup menanam pohon agar DAS membaik.

Data pemerintah, katanya, sekitar 15 sungai besar yang penting bagi irigasi dan air minum dalam kondisi kritis. Penyebabnya, antara lain pencemaran, sedimentasi dan kerusakan di hulu. Sungai, ucap Raharjo,  merupakan pusat peradaban kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama. Tidak hanya manusia, juga semua makhluk hidup.

Kongres sungai Indonesia

Adapun KSI akan digelar 26-30 Agustus 2015 di Banjarnegara. Ketua Sekretariat Panitia KSI 2015 Winarso mengatakan, tujuan acara ini mempertemukan pemangku kepentingan guna melahirkan kebijakan dan aksi bersama penyelamatan sungai. Selain itu, juga memperingati 70 tahun kemerdekaan yang rencana dibuka Presiden, Joko Widodo. Ada enam isu besar akan menjadi bahasan KSI, yaitu ekologi, energi, ekonomi, hankam, maritim, dan budaya.

Sungai di Boyolali  mengering di musim kemarau. Foto: Tommy Apriando
Sungai di Boyolali mengering di musim kemarau. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,