, ,

Soal Penanganan Kasus-kasus Lingkungan Hidup, Apa Kata Kementerian LHK?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memaparkan kasus-kasus lingkungan yang mereka tangani periode 2014-2015, di Jakarta Kamis,(2/7/15). “Kasus lingkungan termasuk extra ordinary crime. Dampak besar. Merugikan negara. Belum lagi ancaman keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Roy, sapaan akrabnya, menyebut banyak kasus sudah dituntut di pengadilan oleh KLHK tetapi hukuman sangat ringan. Dia berharap,  persidangan yang sedang berlangsung,  bisa memberikan vonis hukum yang memberikan efek jera. Salah satu persidangan sedang berlangsung, katanya, kasus kebakaran lahan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan oleh PT Bumi Mekar Hijau (BMH). “Kerugian negara sampai Rp7 triliun,” katanya.

KLHK, memasukkan berkas gugatan perdata kepada BMH di PN Palembang,  3 Februari 2015. Kini,  agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi fakta. Kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan dan lahan 20.000 hektar Rp2,6 triliun, dan biaya pemulihan Rp5,2 triliun. “Sidang ini jadi salah satu perhatian kami. Kalau menang, kita bisa selamatkan uang negara Rp7 triliun,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan.

BMH, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP), memiliki izin HTI 250.370 hektar di Ogan Komering Ilir, Sumsel. Berdasarkan data hotspot Walhi Sumsel dari satelit Terra dan Aqua selama Agustus-16 September 2014, dari 1.173 hotspot, 169 di perkebunan dan 531 titik terbanyak di HTI, terbanyak di konsesi BMH. KLHK, kata Ragil, sedang menangani 10 kasus melalui sengketa pengadilan. Sebagian besar kasus kebakaran lahan.

Ada juga kasus kebakaran hutan dan lahan 1.000 hektar oleh PT Jatim Jaya Perkasa di Simpang Damar, Desa Sei Majo, Rokan Hilir. Kerugian dan biaya pemulihan harus diganti JJP hampir Rp500 miliar.

Selain gugatan perdata, sidang pidana JJP sedang berlangsung di PN Rokan Hilir. Kosman Vitoni Immanuel Siboro, Asisten Kepala Kebun II PT JJP dituntut lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar oleh Kejaksaan Negeri Rokan Hilir.

Jikalahari, organisasi lingkungan di Riau, bersama Riau Corruption Trial mengkhawatirkan perkara pidana JJP karena terdakwa Kosman diadlili majelis hakim yang tidak bersertifikat lingkungan.

Pengaduan kasus

Selama setahun terakhir, kata Direktur Penanganan, Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi, Kemal Amas, ada 134 pengaduan diterima. Pengaduan kehutanan 173 kasus, terdiri dari konflik tenurial dan inkuiri masyarakat adat. Sedangkan lingkungan hidup 132 kasus, terdiri dari pertambangan, agroindustri, dan manufaktur.

Istanto, Direktur Pencegahan dan Pengembangan Hutan melaporkan, kejahatan kehutanan yang ditangani KLHK selama 2014-2015. Ada illegal logging 59 kasus, perambahan 20, penanganan terkait tumbuhan dan satwa liar 27, politically exposed timber industries dua, dan kebakaran lima kasus.

“Kita sedang menangani 90 kasus pidana kehutanan dengan persentase keberhasilan 50%,” katanya. Dari 90 kasus, 45 masih tahap penyelidikan, penyidikan, serta melengkapi berkas yang kurang untuk naik ke persidangan. “Sebanyak 31 kasus P.21, enam proses persidangan, dan delapan kasus vonis.”

Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Sudiyono, memaparkan, kasus perburuan satwa dilindungi yang berhasil ditangani. Pelaku perburuan monyet hitam Sulawesi atau yaki, vonis satu tahun dan denda Rp40 juta.

Masih terkait pidana kehutanan. Kasus Riau dan Cibinong juga menjadi perhatian kementerian ini. PN Cibinong mengadili dua pelaku pendudukan kawasan hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. “Pelaku membangun villa 143 unit,” kata Tri Siswo Rahardjo, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Di Riau, kasus perburuan gading gajah menjadi perhatian khusus. Kemal Amas, mantan Kepala BKSDA Riau menyebutkan, pembunuhan empat gajah Sumatera di Riau menimbulkan kerugian negara Rp1,2 miliar. Ketujuh tersangka perburuan gading gajah menjalani persidangan di PN Bengkalis.

Yunus, Direktur Penegakan Hukum Pidana, melaporkan penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan dalam tiga tahun terakhir.

“Selama 2012-2014, ada 14 kasus karhutla kami tangani. Tiga kasus sampai ke tahap P.21 (berkas perkara lengkap), masing-masing karhutla, perusahaan tak memiliki izin, dan illegal logging. Itu kasus di Riau,” katanya.

Sebenarnya, katanya,  ada 54 kasus perusahaan terlibat illegal logging dan kebakaran hutan. “Hanya tiga berhasil kita usut sampai ke pengadilan. Kami terkendala luasan lahan perusahaan yang besar, sementara tenaga amat kurang. Saksi dan alat bukti sulit ditemui karena saat itu kebakaran serentak dimana-mana.”

Dengan beragam kasus yang ditangani, kata Roy, KLHK serius menangani. Mereka punya perangkat kerja mumpuni. Balai BKSDA 27 unit, balai taman nasional 50 unit, SPORC 11 brigade. Belum lagi sumber daya manusia. Polhut 8.105 orang, PPLH 152 orang, PPLHD 973 orang, PPNS LH 416 orang, PPNS Kehutanan 1.043 orang, SPORC 764 orang. “Kelihatannya banyak. Tapi ingat, mereka harus bekerja mengamankan hutan seluas 120 juta hektar dan menjadi pelindung masyarakat. Ini tidak mudah.”

Untuk itu, katanya, ke depan KLHK berencana membuat unit kerja yang menangani penegakan hukum di daerah. “Jadi nanti kita punya tangan sampai ke bawah.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,