,

Pelaku Ini Ditangkap Saat Transaksi 13 Kilogram Insang Pari Manta di Larantuka

Usai sudah petualangan HS. Lelaki berusia 46 tahun ini, ditangkap saat melakukan transaksi di sebuah hotel di bilangan Larantuka, Nusa Tenggara Timur, Jumat (3/7/15) malam, pukul 22.30 WITA. Petugas dari Polres Flores Timur bersama tim dari WCU yang mengendus jual-beli ilegal itu berhasil mengamankan pelaku beserta barang bukti berupa 13 kg insang pari manta yang setelah dihitung jumlahnya sekitar 290 lembar. Diperkirakan, insang tersebut berasal dari 29 ekor pari manta.

Irma Hermawati Legal Advisor Wildlife Crime Unit/Wildlife Conservation Society (WCU/WCS) menyatakan, pelaku merupakan pengepul besar yang sudah dua bulan terakhir diintai gerak-geriknya. Profil lelaki asal Lamakera itu, didapat dari hasil pengembangan kasus perdagangan pari manta awal 2015 lalu di Surabaya. “Pelaku merupakan pemain lama yang telah malang- melintang dalam 10 tahun terakhir.”

Menurut Irma, sebelum keluar aturan perlindungan pari manta pada Januari 2014 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/KEPMEN-KP/2014, tentang pelarangan penangkapan dan perdagangan pari manta dan bagian-bagian tubuhnya, pelaku memang telah menjalankan bisnis jual beli tersebut. “Sebelum regulasi ada, dia melakukan perdagangan melalui jalur resmi dengan meminta surat dari dinas terkait yang dikirim dari Kupang melalui jalur udara. Tujuannya Jakarta, Surabaya, dan Ujung Pandang.”

Namun, setelah aturan perlindungan pari manta hadir, pelaku tetap melakukan penyelundupan dari Maumere ke Surabaya. Hanya saja, kali ini jalur laut yang dipakainya karena lebih “kendor” pengawasannya. “Pastinya, pelaku tahu bahwa pari manta dilindungi, hanya karena keuntungan yang menggiurkan, ia tetap melakukan perdagangan haram ini,” tuturnya, Senin (6/7/15).

Dari pengakuannya, pelaku yang juga pemilik kapal angkut penumpang jalur Lamakera – Larantuka dan juga memiliki usaha bidang perikanan mengambil barang tersebut dari nelayan lokal yang seekornya dihargai Rp 550 ribu. Selanjutnya, secara terpisah, insang, kulit, dan tulang dijual di pasar berbeda baik di Surabaya dan Ujung Pandang. Sementara dagingnya, untuk pasar lokal saja yang diasinkan. “Permintaan pasar terlebih dari Tiongkok dan Hongkong membuat penyelundupan pari manta terus berlanjut, tentunya dengan harga yang mencapai 1,7 juta per kilogram.”

Temuan lain, menurut Irma, pelaku memiliki surat berita acara pemeriksaan insang pari manta, tulang, dan kulit yang dikeluarkan Dinas Perikanan Kabupaten Larantuka tertanda Juni 2014. Padahal, pelarangan pari manta telah ada sejak Januari 2014. “HS menuturkan, barang yang ia kirim ke Makasar ini sama dengan yang ia bawa dan tertangkap sekarang. Namun, sejak 2015, ia menyelundupkan langsung pari manta melalui kapal laut.”

Irma menuturkan, dengan kegiatan ilegalnya itu, pelaku melanggar UU 31/2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45/2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 31/2004 juncto Keputusan Menteri 4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. “Pelaku bisa dijerat pelanggaran pasal 7 dengan sanksi di pasal 100, kemudian pasal 16 dengan sanksi pasal 88 UU 31/2014. Ancaman pidana paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.”

Diperkirakan, dari 13 kg insang pari manta yang berhasil disita, berasal dari 29 ekor pari manta. Foto: WCS
Diperkirakan, dari 13 kg insang pari manta yang berhasil disita, berasal dari 29 ekor pari manta. Foto: WCU/WCS

Dihubungi terpisah via telepon, Kasubag Humas Polres Flores Timur Iptu Erna Romakia, membenarkan penangkapan HS saat transaksi tengah malam di Hotel Lestari, Larantuka tersebut. Menurut Erna, total barang bukti yang diamankan dari pelaku sekitar 25 kg, hanya setelah dipilah, insang pari manta yang disita sekitar 13 kg. Selebihnya jenis biasa yang dicampur. “Penangkapan tersebut dilakukan setelah pihaknya mendapat informasi adanya transaksi mencurigakan. Saat ini, tersangka beserta barang bukti diamankan di Polres Flores Timur, NTT.”

Erna menjelaskan, pelaku mengaku memiliki jaringan di luar NTT. Penangkapan ini, merupakan pengembangan dari kasus di Surabaya. “Kasus pertama ini ditangani Unit II Krimsus yang dipimpin Aiptu Nyoman Karwadi. Setelah masa penyidikan 30 hari, akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Larantuka dan selanjutnya disidang di Pengadilan Negeri Larantuka.”

Menurut Erna, umumnya, masyarakat di Lamakera adalah nelayan. Dari wilayah ini pari manta yang dibawa pelaku berasal. Lemahnya sosialisasi membuat nelayan masih menangkap jenis yang sebenarnya sudah dilindungi ini. Karena, sebelum aturan perlindungan pari manta ada, masyarakat sudah biasa menangkapnya. “Kedepan, kami akan bekerja sama dengan Dinas Perikanan Larantuka untuk mengadakan sosialisasi dan bila masih ada pelanggaran akan dilakukan penindakan hukum.”

Pari manta merupakan spesies ikan pari yang lebar tubuhnya dari ujung sirip dada hingga ke ujung sirip lainnya dapat mencapai 6 – 8 meter. Beratnya ada yang mencapai tiga ton dan dapat hidup hingga usia 20 tahun. Meski begitu, reproduksinya rendah, ikan ini hanya dapat melahirkan satu anak dalam rentang waktu dua tahun.

Di Indonesia, terdapat dua jenis pari manta yang dilindungi yaitu pari manta karang (Manta alfredi) dan pari manta oseanik (Manta birostris). Perburuan pari manta yang terus meningkat dengan pasar tujuannya Tiongkok, membuat IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan kedua jenis ini dalam kategori Rentan.

Berdasarkan catatan WCU, unit kerja anti perdagangan satwa liar WCS, penangkap ini merupakan kasus ke-13. Dari semua kasus, hanya kasus di Serang saja yang tidak diproses hukum meski ada barang bukti 3 kg insang pari manta.

Ikan pari manta yang hingga kini masih diburu untuk diambil insangnya. Foto: WCS
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,