,

Pontianak yang Berselimut Asap, Gara-gara Aksi Bakar Lahan

Sebidang lahan kosong di Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya itu, terbakar sejak 30 Juni dan menghebat pada 2 Juli, pukul 20.00 WIB. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal Polisi Arief Sulistyanto, melihat langsung lahan membara tersebut, saking penasaran dengan kabut asap yang makin menebal.

“Jarak pandang di lokasi hanya 10 meter. Jika malam ini tidak padam, bisa mengganggu rute penerbangan,” ujar Arief, Kamis malam. Jajaran petinggi Polda Kalbar pun segera ke lokasi yang jaraknya sekitar 30 kilometer dari Kota Pontianak.

Laporan mengenai lahan yang terbakar itu sebenarnya sudah disampaikan masyarakat ke aparat desa, namun mereka tidak berani bertindak. Lantaran, lahan tersebut milik mantan pejabat di pemerintahan Kabupaten Kubu Raya.

“Sudah enam saksi yang diperiksa. Mereka warga yang melihat awal pembakaran, serta orang yang bekerja di lahan tersebut,” ungkap Arief. Saksi-saksi menyebutkan, pembakaran dilakukan pada 30 Juni malam, oleh enam orang. Ternyata, api tidak dapat dikontrol. Para pekerja berupaya memadamkan, tetapi cuaca kering dan lahan gambut menyebabkan api berkobar.

Sedikitnya, sepuluh unit mobil pemadam ke lokasi tersebut untuk memadamkan api yang baru bisa dijinakkan setelah pukul 02.00 WIB, dini hari.

Pemilik lahan menghilang

Kepala Kepolisian Resor Kota Pontianak, Komisaris Besar Polisi Tubagus Ade Hidayat, mengatakan, keenam saksi ini kembali diperiksa keesokan harinya. Bahkan, sekitar pukul 19.00 WIB, Polresta Pontianak melakukan gelar perkara untuk menelaah pembakaran lahan itu.

“Hingga saat ini, berdasarkan bukti-bukti di lapangan, dugaan kuat pembakaran lahan itu sengaja dilakukan,” ujarnya. Pola pembakaran terlihat pada plot di beberapa lokasi, dilihat dari jejak api di lahan. Namun untuk lebih meyakinkan, Polresta Pontianak akan memanggil saksi ahli dari Badan Lingkungan Hidup.

Karena luasan areal yang dibakar lebih dari dua hektar, dari total luas 20 hektar, lanjutnya, maka sudah dapat digolongkan pelanggaran UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 69 huruf H. Tersangka juga dijerat pasal 108 dengan ancaman pidana 3 – 10 tahun dengan denda Rp15 miliar.

Dari pemeriksaan saksi-saksi, kata Tubagus, pemilik lahan mengarah pada seorang mantan Kepala Dinas Pertanian di Pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Saat penyidik menyambangi rumahnya, hingga sore hari, tak tampak adanya aktivitas. “Namun, kami akan melayangkan surat untuk meminta keterangan yang bersangkutan,” imbuhnya.

Kabut asap yang menebal akibat pembakaran lahan yang disengaja. Foto: Aseanty Pahlevi
Kabut asap yang menebal akibat pembakaran lahan yang disengaja. Foto: Aseanty Pahlevi

Patroli ditingkatkan

Jumat pagi, Direktur Pembinaan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisarir Besar Polisi Suhadi SW, langsung melakukan rapat koordinasi dengan Manggala Agni, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Barat. Suhadi, yang ditunjuk sebagai Koordinator Satuan Tugas Antikebakaran Hutan dan Lahan, berinisiatif melakukan patroli bersama.

“Hujan sudah jarang turun, masyarakat juga banyak yang melakukan pembakaran lahan. Kita harus antisipasi dan lebih gencar melakukan himbauan dengan menggerakkan lini terdepan masyarakat bersama Bhabinkamtibmas. Berdasarkan informasi, lokasi terjauh kebakaran berada di Desa Galing, 65 kilometer dari Pontianak,” ujarnya.

Kesungguhan Polda Kalbar dalam mewujudkan zero asap tahun ini mendapat tantangan yang tidak mudah. Pasalnya, dalam undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, disebutkan bahwa untuk melindungi masyarakat yang masih menjaga kearifan lokal dalam bercocok tanam, pembakaran lahan sebagai land clearing masih diperbolehkan dibawah dua hektar. “Tapi kalau ada lima puluh petani membakar semua di seputaran Kota Pontianak, ya kota ini penuh asap,” tukasnya.

Ateng Sanjaya, Koordinator Unit Pemadam Kebakaran di Kota Pontianak, yang tak segan-segan menempuh jarak yang jauh untuk ikut memadamkan api, mengatakan siap ikut menanggulangi kebakaran. “Cuma memang tantangannya berat. Biasanya, musim kebakaran lahan terjadi saat kemarau tiba. Parit-parit tidak ada air, kita mau bawa air jauh. Lokasi yang terbakar juga sulit,” tukasnya.

Ateng menyatakan, para pemadam tidak pernah minta pungutan jika membantu memadamkan lahan. Terlebih, jika lahan tersebut dekat permukiman warga. Tak ada sekat bagi Ateng dan kawan-kawan dalam memadamkan api. Misinya hanya satu, pantang pulang sebelum api padam.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,