,

16 Individu Elang Bebagai Jenis Disita dari Pedagang Satwa Liar Online di Surabaya

Praktik perdagangan satwa liar dilindungi masih marak terjadi di Surabaya, khususnya melalui media sosial seperti Facebook. Berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penelusuran, Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil menangkap pelaku perdagangan satwa liar dilindungi sekaligus menyita 16 individu burung elang dari berbagai jenis.

Tersangka bersama barang bukti yang diamankan di Polda Jawa Timur. Foto: Petrus Riski

Tersangka bersama barang bukti yang diamankan di Polda Jawa Timur. Foto: Petrus Riski

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kombespol Argo Yuwono mengatakan, tertangkapnya pelaku setelah diketahui akan menjual elang yang dipeliharanya kepada pembeli. Kepada polisi, pelaku yang sudah enam bulan berprofesi sebagai pedagang satwa liar ilegal itu, mengaku memperoleh keuntungan hingga jutaan rupiah.

“Berbagai jenis burung yang dilindungi ini diperjualbelikan oleh pelaku. Modusnya, setelah pelaku menerima satwa dari pemburu, ia menawarkan kepada calon pembeli melalui Facebook,” ujar Argo kepada Mongabay-Indonesia, Senin (6/7/15).

Dari rumahnya di kawasan Jalan Purwodadi, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, polisi menyita 16 individu elang, yang 4 di antaranya mati. Jenis elang yang diamankan itu adalah elang brontok (Nisaetus cirrhatus), elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), alap-alap sapi (Falco moluccencis), serta anakan elang dan elang-laut perut-putih. “Beberapa satwa dikemas dalam kardus dan siap untuk dikirim melalui kurir kepada pemesan.”

Argo berharap, masyarakat ikut menginformasikan kepada pihak berwajib, bila melihat dan menemukan satwa liar yang diperdagangkan. “Kita memiliki Cyber Crime Unit, tapi kita tetap mengharapkan bantuan masyarakat,” tandas Argo yang segera mengirim satwa tersebut ke BKSDA Jawa Timur.

Pelaku perdagangan satwa berinisial PAS ini diancam Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 21 huruf a dan c, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, jo lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak 100 juta rupiah.

Ketua Protection of Forest & Fauna (ProFauna) Indonesia, Rosek Nursahid mengapresiasi kinerja kepolisian yang segera menangkap pelaku. Menurut Rosek, semua aktivitas memelihara maupun menangkarkan satwa liar tanpa izin resmi, merupakan kegiatan melanggar hukum.

“Semua jenis elang status hukumnya dilindungi, tidak pandang bulu. Kalau ada yang memelihara atau menangkarkan tapi tidak dilengkapi izin resmi, itu ilegal. Artinya, polisi punya kewenangan dan harus memproses hal tersebut,” ujarnya.

Rosek juga menyoroti komunitas yang menyebut dirinya pencinta satwa namun tidak memahami aturan kepemilikan. Menurutnya, memiliki satwa liar dalam bentuk dan kondisi apapun tidak diperbolehkan. “Banyak komunitas pencinta elang yang mengaku menangkarkan, tapi mereka membeli elang ketika masih bayi atau masih kecil dari pasar gelap atau pemburu. Mereka membesarkan dan mengira itu hasil penangkaran. Meski dalam bentuk telur, bahkan sudah mati pun tidak boleh menurut undang-undang.”

ProFauna, lanjut Rosek, akan mengawal kasus hukum pelaku perdagangan satwa liar, jangan sampai mendapatk hukuman minimal. Ini sebagaimana yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Surabaya Juni lalu, terhadap pelaku perdagangan satwa liar antarnegara yakni Basuki Ongko Raharjo yang hanya divonis 6 bulan. “Yang kami khawatirkan, di jaksa dan hakim. Kalau jaksa menuntut rendah, jarang sekali vonis hakim lebih tinggi dari tuntutan, dan kasus ini sering terjadi,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,